Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Kampanye sengit.Terbakar oleh aksi gebrakan pasangan Jokowi-Ahok yang mulai berkampanye dengan menjual baju motif kotak-kotak yang laris-manis, pasangan calon Gubernur DKI 2012 yang diusung Partai Demokrat,Fauzi "Foke" Bowo-Nachrowi, tidak kalah gertak.
Terinspirasi gerakan Million Mustache March di Washington hari Minggu (1/4/2012) lalu, kubu Fauzi Bowo akan segera menjual jutaan kumis-kumis palsu !
Wonogiri,2/4/2012
Showing posts with label satir. Show all posts
Showing posts with label satir. Show all posts
Monday, April 02, 2012
Saturday, August 27, 2011
Komodo, Komedikus dan SBY
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Pemerintah RI menarik Komodo dari daftar nominasi Kontes 7 Keajaiban Alam Baru Dunia. Digantikan Nazaruddin. Atau Marzuki Alie.
Tak mau kalah, Partai Demokrat juga menyelenggarakan layanan mudik massal Lebaran. Warga yang ikut boleh memilih : Singapura atau Kolombia.
Substansi surat SBY kepada Nazaruddin membuatnya segera dinominasikan untuk memenangkan Hadiah Nobel 2012. Kategori Fiksi-ka.
Organisasi pengantar surat sedunia melayangkan protes keras kepada SBY. Karena korespondensinya dengan Nazaruddin tidak memakai perangko.
Sikap murah hati SBY membalas surat Nazaruddin membuatnya dibanjiri jutaan surat dari seantero dunia. Sebanyak 99,999999 % dari Nigeria.
Korespondensi mesra SBY-Nazaruddin sebenarnya akan berlanjut di Facebook dan Twitter.Sayang, BB Nazaruddin di Mako Brimob keburu disita KPK.
Ketua KPK Busyro Muqoddas bilang bahwa Nazaruddin diindikasikan terlibat 31 kasus korupsi. Anda masih ingat makna angka ‘kutukan’ 31 ini ?
Nomor kode jet Gulfstream yang ditumpangi Nazaruddin N913PD. Buku saya Komedikus Erektus-2 akan membongkar misteri angka-2 tadi untuk Anda.
Apa yang terjadi bila Nazaruddin satu sel dengan Gayus Tambunan ? Bakal terdengar mirip obrolan ahli-ahli astronomi.Milyar, milyar, milyar.
Nazaruddin tetap bungkam diperiksa KPK. Mungkin akan kooperatif bila dijanjikan setiap buka mulut akan dihadiahi surat SBY untuknya.
Ketenaran Nazaruddin konon mengilhami Surya Paloh untuk mengubah nama ormas yang kemudian juga menjadi nama partai. Dari Nasdem ke Nazdem.
Sumber foto : http://www.hefamily.org/3287/horeee-nazaruddin-akhirnya-tertangkap-di-kolombia
Email : humorliner (at) yahoo.com
Pemerintah RI menarik Komodo dari daftar nominasi Kontes 7 Keajaiban Alam Baru Dunia. Digantikan Nazaruddin. Atau Marzuki Alie.
Tak mau kalah, Partai Demokrat juga menyelenggarakan layanan mudik massal Lebaran. Warga yang ikut boleh memilih : Singapura atau Kolombia.
Substansi surat SBY kepada Nazaruddin membuatnya segera dinominasikan untuk memenangkan Hadiah Nobel 2012. Kategori Fiksi-ka.
Organisasi pengantar surat sedunia melayangkan protes keras kepada SBY. Karena korespondensinya dengan Nazaruddin tidak memakai perangko.
Sikap murah hati SBY membalas surat Nazaruddin membuatnya dibanjiri jutaan surat dari seantero dunia. Sebanyak 99,999999 % dari Nigeria.
Korespondensi mesra SBY-Nazaruddin sebenarnya akan berlanjut di Facebook dan Twitter.Sayang, BB Nazaruddin di Mako Brimob keburu disita KPK.
Ketua KPK Busyro Muqoddas bilang bahwa Nazaruddin diindikasikan terlibat 31 kasus korupsi. Anda masih ingat makna angka ‘kutukan’ 31 ini ?
Nomor kode jet Gulfstream yang ditumpangi Nazaruddin N913PD. Buku saya Komedikus Erektus-2 akan membongkar misteri angka-2 tadi untuk Anda.
Apa yang terjadi bila Nazaruddin satu sel dengan Gayus Tambunan ? Bakal terdengar mirip obrolan ahli-ahli astronomi.Milyar, milyar, milyar.
Nazaruddin tetap bungkam diperiksa KPK. Mungkin akan kooperatif bila dijanjikan setiap buka mulut akan dihadiahi surat SBY untuknya.
Ketenaran Nazaruddin konon mengilhami Surya Paloh untuk mengubah nama ormas yang kemudian juga menjadi nama partai. Dari Nasdem ke Nazdem.
Sumber foto : http://www.hefamily.org/3287/horeee-nazaruddin-akhirnya-tertangkap-di-kolombia
Friday, July 22, 2011
Hummer, Penis Kecil dan Polusi Demokrasi
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Mobil Hummer yang macho itu terparkir di Wonogiri. Jumat siang (22/7/2011).
Nomor polisinya menunjukkan mobil Jakarta. Saya amati ban yang kekar, juga membelai-belai bodinya dengan rasa takjub. Syukurlah, pemiliknya tak ada di tempat.
Sempat muncul impuls untuk mengambil kamera dari tas, lalu jepret sana-sini. Termasuk menjepret diri sendiri di depan mobil garang itu, lalu misalnya untuk kemudian diunggah ke Facebook. Desakan nafsu kecil itu, tidak saya hiraukan. Sudahlah.
Tidak perlu. Walau saya menyukai tontonan balapan F-1 sebagai fans Ferrari, pernah bersekolah di STM jurusan mesin, tetapi saya tidak begitu bernafsu untuk dikenal atau dikenang (?), sebagai maniak mobil. Apalagi kemudian sempat pula terlintas guyonan komedian top AS, Andy Borowitz, yang menyatakan bahwa kepemilikan mobil Hummer itu merupakan aksi kompensasi diri dari sang empunya.
Dalam kolom humornya 25/2/2010 ia menulis : “Keputusan General Motors kemarin untuk menghentikan produksi mobil Hummer telah mengunjam hati sekelompok pencinta fanatik mobil ini : kaum brengsek (aslinya ia tulis sebagai : assholes) Amerika.
Di seluruh negara, kaum brengsek itu menyatakan rasa kehilangan dan dukanya yang mendalam akibat keputusan itu. Mereka pun menyarankan para sesamanya agar mencari cara-cara baru untuk mengkompensasikan kepemilikan penis mereka yang kecil-kecil.
Terima kasih, Andy.
Humor Anda ini mengingatkan ucapan nyelekit dari Gus Dur bahwa anggota DPR itu seperti murid taman kanak-kanak. Suka ribut, getol mementingkan dirinya sendiri, dan tentu saja pantas (ini menurut saya dan tertulis di buku Komedikus Erektus) mereka memiliki penis yang kecil-kecil juga.
Penuh warna. Bisa memergoki mobil Hummer itu lumayan memperkaya rona hari Jumat saya ini. Pagi hari, berangkat jam 04.50, bisa melakukan ritus jalan kaki pagi. Bertemu dan berbagi ucapan selamat pagi, ritus rutin, dengan trio ladies menawan dari Toko Bangunan Metro Jaya. Dua di antaranya nampak sambil jalan tangannya memegang dan mengayun-ayunkan dumble untuk memperkuat otot-otot tangan mereka. Apakah mereka akan ikut lomba pancho seperti Sylvester Stallone ? Saya tidak tahu.
Pulangnya, mampir pasar. Bertanya tentang harga ayam babon yang siap bertelur, sekitar 40 ribuan. Kemudian menuju kios yang pemiliknya saya beri nama kode “mbak cantik selatan.” Beberapa saat lalu saya melihat matanya berkilau-kilau, persis seperti kata-kata Sunyahni dalam lagu “Tak Eling-Eling” : “Ing naliko iku, candik ayu sumunar netramu.”
Kepadanya, saya berikan foto dirinya, yang saya jepret tahun 2009. Tawanya yang renyah berderai mengisi pagi.
Sesudah mandi, menuju Perpustakaan Umum Wonogiri. Membaca-baca Kompas dan tiga koran lainnya. Akses Internet untuk menemukan gambar teknografi profil pemakai media sosial dari Forester Research dan memajangnya di catatan saya di Facebook.
Dapat SMS, mantan teman kuliah saya di UI, Bakhuri Jamaluddin. Warga Pamulang, Tangerang Selatan ini lagi berada di Sragen. Lagi nyadran. Ia mengajak ketemuan di Solo, Sabtu malam, untuk menonton Wayang Orang Sriwedari.
Aduh, seingat saya, saya nonton wayang orang ini yang terakhir kali adalah pada abad yang lalu. Tepatnya tahun 1974. Atau tahun 1975. Saat itu malam inaugurasi IKIP Surakarta. Mahasiswi baru yang menjadi buah bibir saat itu adalah, antara lain Rosana, Anik dan Ratih. Dua nama terakhir itu mahasiswi Pendidikan Sosial, satu angkatan dengan Ravik Karsidi yang kini menjabat sebagai rektor UNS Sebelas Maret.
Saat itu saya mengajak tetangga saya di Tamtaman, Baluwarti, Solo. Orang Australia, yang suka melukis, guru bahasa Inggris, dan punya matanya biru kehijauan.Victory Monk.
Undangan Bakhuri itu bikin nostalgia tahun 1986. Saat kami sama-sama menonton Srimulat di Taman Ria Senayan, dan membuat undangan dari Gus Muh (Muhidin Dahlan)-Yogyakarta terpaksa tidak bisa saya penuhi. Pagi-pagi Gus Muh (semalam sebagai peneliti sejarah LEKRA, ia muncul di tvOne) kirim SMS tentang acara bedah buku.
Yang ditampilkan adalah novel karya Wina Bojonegoro berjudul The Soul : Moonlight Sonata. (Btw, “kok bikin saya mudah ingat cerita tentang Bella dan Edward”-nya Stephenie Meyer). Tempat : Indonesia Buku, Jl. Patehan Wetan 3, Yogyakarta. Pembicara : Diana AV Sasa, Wina Bojonegoro dan Dyah Merta. Moderator Endah Sr. Waktu : Sabtu, 23/7/2011. Jam 15.00.
Makasih, Gus Muh.
Moga acaranya sukses.
Sesudah Jumatan, menemani adik saya Nuning yang ulang tahun hari ini (22/7) dan juga suaminya, Nano, ke warung makan ayam goreng kampung Bu Paryanti. Di Wonokarto. Warung ini dipenuhi spanduk. Yang mencolok spanduk promosi sepeda motor Yamaha dan ada juga Suzuki. Bersama produk rokok, promosi sepeda motor memang lagi “menggila” di Wonogiri.
Bye Facebook. Malam, bisa akses Internet, untuk menulis status berisi ucapan politikus Partai Demokrat dari AS yang menjadi Gubernur Texas ke 45, Ann Richards. Ucapannya itu relevan terkait atmosfir perseteruan teman yang kemudian menjadi musuh, antara M. Nazaruddin vs Anas Urbangingrum.
Ann Richards bilang : “Senantiasa saya katakan bahwa dalam politik, lawan-lawan Anda tidak akan melukai Anda, tetapi justru teman-teman sendiri yang mampu membunuh Anda.”
Status saya yang kedua tentang hasil penelitian menarik yang mengisahkan perbedaan profil pendidikan antara mereka yang memiliki akun Facebook, Twitter dan LinkedIn.
Dibeberkan, pendidikan rata-rata pemilik akun Twitter lebih tinggi dibanding pemilik akun Facebook. Tetapi keduanya jeblok bila dibandingkan tingkat pendidikan mereka yang memiliki akun LinkedIn. Apakah kini saatnya untuk mengucap good bye untuk Facebook ?
Malamnya, melalui layar MetroTV, saya menonton sajian rekaman percakapan antara Iwan Piliang dengan M. Nazaruddin melalui fasilitas video chatting-nya Skype. Kalau dalam pembelaannya Anas Urbaningrum selalu menuduh M. Nazaruddin sedang berhalusinasi, melakukan fitnah tanpa data, maka di wawancara itu kita disodori data dari Nazaruddin betapa politik uang benar-benar telah mencengkeram Partai Demokrat. Juga melumpuhkan Indonesia.
Di buku Komedikus Erektus saya telah menulis di halaman 94, mengutip penulis dan wartawan AS Theodore H. White (1915-1986) yang bilang bahwa banjir uang yang digelontorkan dalam arena politik merupakan polusi bagi demokrasi. Kemudian bila polusi ini meruyak kemana-mana, kita akan segera (atau justru sudah dan sudah lama !) mendapati negeri kita ini sebagaimana gambaran dari tokoh serba bisa Benyamin Franklin (1706-1790) :
“Di aliran sungai dan pada pemerintahan yang jelek, benda yang paling ringan saja yang mengapung di atasnya.”
Siapa yang paling top ?
Wonogiri, 23/7/2011
Email : humorliner (at) yahoo.com
Mobil Hummer yang macho itu terparkir di Wonogiri. Jumat siang (22/7/2011).
Nomor polisinya menunjukkan mobil Jakarta. Saya amati ban yang kekar, juga membelai-belai bodinya dengan rasa takjub. Syukurlah, pemiliknya tak ada di tempat.
Sempat muncul impuls untuk mengambil kamera dari tas, lalu jepret sana-sini. Termasuk menjepret diri sendiri di depan mobil garang itu, lalu misalnya untuk kemudian diunggah ke Facebook. Desakan nafsu kecil itu, tidak saya hiraukan. Sudahlah.
Tidak perlu. Walau saya menyukai tontonan balapan F-1 sebagai fans Ferrari, pernah bersekolah di STM jurusan mesin, tetapi saya tidak begitu bernafsu untuk dikenal atau dikenang (?), sebagai maniak mobil. Apalagi kemudian sempat pula terlintas guyonan komedian top AS, Andy Borowitz, yang menyatakan bahwa kepemilikan mobil Hummer itu merupakan aksi kompensasi diri dari sang empunya.
Dalam kolom humornya 25/2/2010 ia menulis : “Keputusan General Motors kemarin untuk menghentikan produksi mobil Hummer telah mengunjam hati sekelompok pencinta fanatik mobil ini : kaum brengsek (aslinya ia tulis sebagai : assholes) Amerika.
Di seluruh negara, kaum brengsek itu menyatakan rasa kehilangan dan dukanya yang mendalam akibat keputusan itu. Mereka pun menyarankan para sesamanya agar mencari cara-cara baru untuk mengkompensasikan kepemilikan penis mereka yang kecil-kecil.
Terima kasih, Andy.
Humor Anda ini mengingatkan ucapan nyelekit dari Gus Dur bahwa anggota DPR itu seperti murid taman kanak-kanak. Suka ribut, getol mementingkan dirinya sendiri, dan tentu saja pantas (ini menurut saya dan tertulis di buku Komedikus Erektus) mereka memiliki penis yang kecil-kecil juga.
Penuh warna. Bisa memergoki mobil Hummer itu lumayan memperkaya rona hari Jumat saya ini. Pagi hari, berangkat jam 04.50, bisa melakukan ritus jalan kaki pagi. Bertemu dan berbagi ucapan selamat pagi, ritus rutin, dengan trio ladies menawan dari Toko Bangunan Metro Jaya. Dua di antaranya nampak sambil jalan tangannya memegang dan mengayun-ayunkan dumble untuk memperkuat otot-otot tangan mereka. Apakah mereka akan ikut lomba pancho seperti Sylvester Stallone ? Saya tidak tahu.
Pulangnya, mampir pasar. Bertanya tentang harga ayam babon yang siap bertelur, sekitar 40 ribuan. Kemudian menuju kios yang pemiliknya saya beri nama kode “mbak cantik selatan.” Beberapa saat lalu saya melihat matanya berkilau-kilau, persis seperti kata-kata Sunyahni dalam lagu “Tak Eling-Eling” : “Ing naliko iku, candik ayu sumunar netramu.”
Kepadanya, saya berikan foto dirinya, yang saya jepret tahun 2009. Tawanya yang renyah berderai mengisi pagi.
Sesudah mandi, menuju Perpustakaan Umum Wonogiri. Membaca-baca Kompas dan tiga koran lainnya. Akses Internet untuk menemukan gambar teknografi profil pemakai media sosial dari Forester Research dan memajangnya di catatan saya di Facebook.
Dapat SMS, mantan teman kuliah saya di UI, Bakhuri Jamaluddin. Warga Pamulang, Tangerang Selatan ini lagi berada di Sragen. Lagi nyadran. Ia mengajak ketemuan di Solo, Sabtu malam, untuk menonton Wayang Orang Sriwedari.
Aduh, seingat saya, saya nonton wayang orang ini yang terakhir kali adalah pada abad yang lalu. Tepatnya tahun 1974. Atau tahun 1975. Saat itu malam inaugurasi IKIP Surakarta. Mahasiswi baru yang menjadi buah bibir saat itu adalah, antara lain Rosana, Anik dan Ratih. Dua nama terakhir itu mahasiswi Pendidikan Sosial, satu angkatan dengan Ravik Karsidi yang kini menjabat sebagai rektor UNS Sebelas Maret.
Saat itu saya mengajak tetangga saya di Tamtaman, Baluwarti, Solo. Orang Australia, yang suka melukis, guru bahasa Inggris, dan punya matanya biru kehijauan.Victory Monk.
Undangan Bakhuri itu bikin nostalgia tahun 1986. Saat kami sama-sama menonton Srimulat di Taman Ria Senayan, dan membuat undangan dari Gus Muh (Muhidin Dahlan)-Yogyakarta terpaksa tidak bisa saya penuhi. Pagi-pagi Gus Muh (semalam sebagai peneliti sejarah LEKRA, ia muncul di tvOne) kirim SMS tentang acara bedah buku.
Yang ditampilkan adalah novel karya Wina Bojonegoro berjudul The Soul : Moonlight Sonata. (Btw, “kok bikin saya mudah ingat cerita tentang Bella dan Edward”-nya Stephenie Meyer). Tempat : Indonesia Buku, Jl. Patehan Wetan 3, Yogyakarta. Pembicara : Diana AV Sasa, Wina Bojonegoro dan Dyah Merta. Moderator Endah Sr. Waktu : Sabtu, 23/7/2011. Jam 15.00.
Makasih, Gus Muh.
Moga acaranya sukses.
Sesudah Jumatan, menemani adik saya Nuning yang ulang tahun hari ini (22/7) dan juga suaminya, Nano, ke warung makan ayam goreng kampung Bu Paryanti. Di Wonokarto. Warung ini dipenuhi spanduk. Yang mencolok spanduk promosi sepeda motor Yamaha dan ada juga Suzuki. Bersama produk rokok, promosi sepeda motor memang lagi “menggila” di Wonogiri.
Bye Facebook. Malam, bisa akses Internet, untuk menulis status berisi ucapan politikus Partai Demokrat dari AS yang menjadi Gubernur Texas ke 45, Ann Richards. Ucapannya itu relevan terkait atmosfir perseteruan teman yang kemudian menjadi musuh, antara M. Nazaruddin vs Anas Urbangingrum.
Ann Richards bilang : “Senantiasa saya katakan bahwa dalam politik, lawan-lawan Anda tidak akan melukai Anda, tetapi justru teman-teman sendiri yang mampu membunuh Anda.”
Status saya yang kedua tentang hasil penelitian menarik yang mengisahkan perbedaan profil pendidikan antara mereka yang memiliki akun Facebook, Twitter dan LinkedIn.
Dibeberkan, pendidikan rata-rata pemilik akun Twitter lebih tinggi dibanding pemilik akun Facebook. Tetapi keduanya jeblok bila dibandingkan tingkat pendidikan mereka yang memiliki akun LinkedIn. Apakah kini saatnya untuk mengucap good bye untuk Facebook ?
Malamnya, melalui layar MetroTV, saya menonton sajian rekaman percakapan antara Iwan Piliang dengan M. Nazaruddin melalui fasilitas video chatting-nya Skype. Kalau dalam pembelaannya Anas Urbaningrum selalu menuduh M. Nazaruddin sedang berhalusinasi, melakukan fitnah tanpa data, maka di wawancara itu kita disodori data dari Nazaruddin betapa politik uang benar-benar telah mencengkeram Partai Demokrat. Juga melumpuhkan Indonesia.
Di buku Komedikus Erektus saya telah menulis di halaman 94, mengutip penulis dan wartawan AS Theodore H. White (1915-1986) yang bilang bahwa banjir uang yang digelontorkan dalam arena politik merupakan polusi bagi demokrasi. Kemudian bila polusi ini meruyak kemana-mana, kita akan segera (atau justru sudah dan sudah lama !) mendapati negeri kita ini sebagaimana gambaran dari tokoh serba bisa Benyamin Franklin (1706-1790) :
“Di aliran sungai dan pada pemerintahan yang jelek, benda yang paling ringan saja yang mengapung di atasnya.”
Siapa yang paling top ?
Wonogiri, 23/7/2011
Tuesday, July 05, 2011
Warisan "iPad" Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Nazaruddin dikabarkan sudah kabur dari Singapura.
Nunun Nurbaeti, sudah duluan pergi.
Saya dapat warisan dua "iPad" mereka.
Saya tak suka, dan akan saya jual lewat Kaskus.
Saya siap untuk ditangkap polisi, karena manual dua "iPad" itu tertulis dalam bahasa Jawa...
Salam humor.
Email : humorliner (at) yahoo.com
Nazaruddin dikabarkan sudah kabur dari Singapura.
Nunun Nurbaeti, sudah duluan pergi.
Saya dapat warisan dua "iPad" mereka.
Saya tak suka, dan akan saya jual lewat Kaskus.
Saya siap untuk ditangkap polisi, karena manual dua "iPad" itu tertulis dalam bahasa Jawa...
Salam humor.
Sunday, June 05, 2011
Hehehe, Wkwkwk dan Komedi Kita
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
“Manusia Indonesia gemar bercanda, itu jelas. Begitu gemar sehingga satu celetukan menjadi amat disukai : ‘Kok serius amat sih’.
Canda kita sehari-hari cuman sentilan, olokan dan ejekan lepas-lepas. Dan supaya tawanya sering, banyak olokan cuma dibuat-buat saja, tanpa ditopang akal pikir atau renungan.
Biar saja kalau tak ada sangkut-pautnya dengan pokok pembicaraan. Pokoknya semua ketawa. Tiap olokan kita tidak pernah bisa berkembang. Setelah 2-3 kalimat rusak, habis sudah ceritanya. Makanya orang suka berdangkal-dangkal saja.
Tetapi begitu orang Indonesia diminta koran dan majalah mengirim lelucon pendek yang cuma beberapa kalimat pendek saja, ketahuanlah kelemahan kita. Nyaris semua joke itu hambar, tidak lucu sama sekali, malah anti lucu. Maunya penulis, misalnya kita ini ketawa sebab dia menulis ‘he-he-he’ atau ‘Grrr.’ Jadi menulis lelucon pendek saja kita tidak mampu. Ya, tidak ada yang bisa dihimpun menjadi buku bernilai serius.
Itulah penggalan dari pengantar yang ditulis almarhum Prof. Dr. Sudjoko dari ITB untuk bukunya almarhum Arwah Setiawan, yang berjudul Humor Zaman Edan (Jakarta : Grasindo, 1997). Buku ini saya temui di Perpustakaan Umum Wonogiri.
Dengan menuliskan “hehehe” atau “wkwkwk” dan sejenisnya, mungkin sang penulis berharap pembacanya kemudian akan ikut juga tertawa. Apakah Anda akan ikut tertawa ?
Sindrom berjualan trik “hehehe” seperti itu baru saja saya temui dalam bukunya Andrias Harefa, Seni Memengaruhi Orang Dengan Tawa Huahahaha (Gramedia, 2010). Di buku ini, yang sempat membuat saya heran, kok ya untuk sosok penulis laris sekaliber beliau masih saja ada lelucon tentang upil, kencing dan juga kentut (“Go Science With Kentut,” hal. 306-311). Komedian manca negara menjuluki topik seperti ini dengan sebutan hack. Itu mirip dengan bunyi orang membuang dahak.
Buku lain yang juga gencar menjual “hehehe” adalah Pak Beye dan Politiknya (Kompas, 2010). Buku setebal 432 halaman karya wartawan Kompas, Wisnu Nugroho, semula berasal dari blognya di Kompasiana. Beberapa hari yang lalu, saat melongoki blognya tersaji data menarik tentang subjek tulisan dan jumlahnya. Tersaji data : Buku (1), Humor (1), Sosbud (15), Umum (122) dan Politik (347).
Bagi saya data ini aneh. Ketika memasuki kampanye Pilpres 2004 sosok Pak Beye digambarkan memiliki selera tinggi terhadap buku, ternyata dalam catatan Wisnu Nugroho topik buku hanya satu tulisan saja.
Demikian pula, topik “humor” hanya satu tulisan juga. Bagi saya, hal satu ini tidak begitu aneh. Karena Pak SBY bukan sosok yang mencitrakan suka humor. Kalau dia terpaksa berhumor, akan diterima lain oleh warga republiknya. Ingat dia ketika berhumor tentang gajinya yang tak pernah naik ? Huru-hara menyelimuti negeri ini.
Humor dalam blog ini Cuma semata bercerita tentang kemiripan sosok Pak SBY dengan bapaknya Nobita, tokoh kartun dalam film Dora Emon. Di blognya itu Wisnu Nugroho menulis (aslinya memang tidak menggunakan huruf kapital, mungkin agar seperti puisinya e.e. cummins-BH) sebagai berikut :
“berikut saya kutipkan paparan dari wikipedia tentang tokoh yang mewarnai masa remaja saya dari layar kaca. rcti menyumbang masa-masa indah remaja saya. heheheh. terimakasih karenanya.
saya posting dua foto dan kisah ini karena sebelumnya dibuat tertawa geli seorang teman yang dulu juga wartawan di istana tentang kemiripan pak beye dengan tokoh yang mewarnai masa remaja saya. saya coba lihat-lihat dan membandingkannya, ternyata mirip juga. hehehe.”
Silakan menikmati lanjutannya dalam tautan ini, semoga Anda bisa ikut tertawa.
Menulis atau melaporkan tentang lelucon atau pagelaran lelucon, atau pengin dianggap lucu, tidak sedikit dari kita yang tergoda untuk selalu mengobral “hehehe” atau “wkwkwk” dalam tulisan kita. Status-satus di Facebook, riuh dengan hal itu. Kalau saja ungkapan tersebut dijadikan air, kita se-Indonesia ini sudah lama tenggelam karenanya.
Bumbu penjelasan lainnya, adalah keterangan. Misalnya, seperti “penonton dipaksa tertawa tanpa henti,” “sampai perut mereka mulas,” sampai “si A itu memang pelawak jempolan,” dan sejenisnya.
Tulisan semacam itu, hemat saya, belumlah lengkap daya gelitiknya Ia hanya mengatakan. Sebaiknya diperkaya dengan penunjukan. Misalnya, komedian AnuAnu ketika melucukan sosok SBY dan kemelut Partai Demokrat saat ini, telah memiripkannya dengan era sarat kebohongan yang dilakukan oleh Presiden Richard Nixon (lihat kartunnya saat ia ditemani berkarung-karung dollar) dengan skandal Watergatenya.
Ia katakan : “Setiap kali anggota Partai Demokrat melakukan kebohongan, pasti sebagian royaltinya akan masuk ke kantong XXX :-).”
Wonogiri, 6/6/2011
Email : humorliner (at) yahoo.com
“Manusia Indonesia gemar bercanda, itu jelas. Begitu gemar sehingga satu celetukan menjadi amat disukai : ‘Kok serius amat sih’.
Canda kita sehari-hari cuman sentilan, olokan dan ejekan lepas-lepas. Dan supaya tawanya sering, banyak olokan cuma dibuat-buat saja, tanpa ditopang akal pikir atau renungan.
Biar saja kalau tak ada sangkut-pautnya dengan pokok pembicaraan. Pokoknya semua ketawa. Tiap olokan kita tidak pernah bisa berkembang. Setelah 2-3 kalimat rusak, habis sudah ceritanya. Makanya orang suka berdangkal-dangkal saja.
Tetapi begitu orang Indonesia diminta koran dan majalah mengirim lelucon pendek yang cuma beberapa kalimat pendek saja, ketahuanlah kelemahan kita. Nyaris semua joke itu hambar, tidak lucu sama sekali, malah anti lucu. Maunya penulis, misalnya kita ini ketawa sebab dia menulis ‘he-he-he’ atau ‘Grrr.’ Jadi menulis lelucon pendek saja kita tidak mampu. Ya, tidak ada yang bisa dihimpun menjadi buku bernilai serius.
Itulah penggalan dari pengantar yang ditulis almarhum Prof. Dr. Sudjoko dari ITB untuk bukunya almarhum Arwah Setiawan, yang berjudul Humor Zaman Edan (Jakarta : Grasindo, 1997). Buku ini saya temui di Perpustakaan Umum Wonogiri.
Dengan menuliskan “hehehe” atau “wkwkwk” dan sejenisnya, mungkin sang penulis berharap pembacanya kemudian akan ikut juga tertawa. Apakah Anda akan ikut tertawa ?
Sindrom berjualan trik “hehehe” seperti itu baru saja saya temui dalam bukunya Andrias Harefa, Seni Memengaruhi Orang Dengan Tawa Huahahaha (Gramedia, 2010). Di buku ini, yang sempat membuat saya heran, kok ya untuk sosok penulis laris sekaliber beliau masih saja ada lelucon tentang upil, kencing dan juga kentut (“Go Science With Kentut,” hal. 306-311). Komedian manca negara menjuluki topik seperti ini dengan sebutan hack. Itu mirip dengan bunyi orang membuang dahak.
Buku lain yang juga gencar menjual “hehehe” adalah Pak Beye dan Politiknya (Kompas, 2010). Buku setebal 432 halaman karya wartawan Kompas, Wisnu Nugroho, semula berasal dari blognya di Kompasiana. Beberapa hari yang lalu, saat melongoki blognya tersaji data menarik tentang subjek tulisan dan jumlahnya. Tersaji data : Buku (1), Humor (1), Sosbud (15), Umum (122) dan Politik (347).
Bagi saya data ini aneh. Ketika memasuki kampanye Pilpres 2004 sosok Pak Beye digambarkan memiliki selera tinggi terhadap buku, ternyata dalam catatan Wisnu Nugroho topik buku hanya satu tulisan saja.
Demikian pula, topik “humor” hanya satu tulisan juga. Bagi saya, hal satu ini tidak begitu aneh. Karena Pak SBY bukan sosok yang mencitrakan suka humor. Kalau dia terpaksa berhumor, akan diterima lain oleh warga republiknya. Ingat dia ketika berhumor tentang gajinya yang tak pernah naik ? Huru-hara menyelimuti negeri ini.
Humor dalam blog ini Cuma semata bercerita tentang kemiripan sosok Pak SBY dengan bapaknya Nobita, tokoh kartun dalam film Dora Emon. Di blognya itu Wisnu Nugroho menulis (aslinya memang tidak menggunakan huruf kapital, mungkin agar seperti puisinya e.e. cummins-BH) sebagai berikut :
“berikut saya kutipkan paparan dari wikipedia tentang tokoh yang mewarnai masa remaja saya dari layar kaca. rcti menyumbang masa-masa indah remaja saya. heheheh. terimakasih karenanya.
saya posting dua foto dan kisah ini karena sebelumnya dibuat tertawa geli seorang teman yang dulu juga wartawan di istana tentang kemiripan pak beye dengan tokoh yang mewarnai masa remaja saya. saya coba lihat-lihat dan membandingkannya, ternyata mirip juga. hehehe.”
Silakan menikmati lanjutannya dalam tautan ini, semoga Anda bisa ikut tertawa.
Menulis atau melaporkan tentang lelucon atau pagelaran lelucon, atau pengin dianggap lucu, tidak sedikit dari kita yang tergoda untuk selalu mengobral “hehehe” atau “wkwkwk” dalam tulisan kita. Status-satus di Facebook, riuh dengan hal itu. Kalau saja ungkapan tersebut dijadikan air, kita se-Indonesia ini sudah lama tenggelam karenanya.
Bumbu penjelasan lainnya, adalah keterangan. Misalnya, seperti “penonton dipaksa tertawa tanpa henti,” “sampai perut mereka mulas,” sampai “si A itu memang pelawak jempolan,” dan sejenisnya.
Tulisan semacam itu, hemat saya, belumlah lengkap daya gelitiknya Ia hanya mengatakan. Sebaiknya diperkaya dengan penunjukan. Misalnya, komedian AnuAnu ketika melucukan sosok SBY dan kemelut Partai Demokrat saat ini, telah memiripkannya dengan era sarat kebohongan yang dilakukan oleh Presiden Richard Nixon (lihat kartunnya saat ia ditemani berkarung-karung dollar) dengan skandal Watergatenya.
Ia katakan : “Setiap kali anggota Partai Demokrat melakukan kebohongan, pasti sebagian royaltinya akan masuk ke kantong XXX :-).”
Wonogiri, 6/6/2011
Wednesday, April 06, 2011
Marzuki Alie, Korupsi Legasi dan Patung Denmark
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Korupsi mode baru.
Nampaknya itu yang mendasari kengototan Ketua DPR Marzuki Alie untuk meneruskan pembangunan gedung MPR/DPR baru walau ditentang sebagian besar rakyat.
Korupsi legasi.
Ia nampaknya ambisius ingin tercatat dalam sejarah, misalnya terungkap dalam ujaran : "Gedung baru ini dibangun ketika dipimpin oleh Si Polan."
Fenomena kengototannya ini mudah mengingatkan pesan tiga patung yang berada di Gedung Parlemen Denmark.
Patung orang yang sakit perut,orang yang pusing-pusing kepalanya dan orang yang budeg telinganya.
Pemandu pariwisata akan menjelaskan : "Patung itu memberi pesan. Kalau Anda memasuki dunia politik, Anda akan mengidap semua penyakit itu secara sekaligus ketiga-tiganya !."
Wonogiri, 7/4/2011
Catatan : Lelucon dari majalah Reader's Digest (1966) ini termuat dalam tulisan saya "Humor Amerika, Rusia, Cina dan Indonesia" di majalah Semangat (Yogyakarta),No. 10,Juni 1978 : 18-20, dipajang kembali dalam buku saya Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau (Etera Imania, 2010) hal.189-198.
Email : humorliner (at) yahoo.com
Korupsi mode baru.
Nampaknya itu yang mendasari kengototan Ketua DPR Marzuki Alie untuk meneruskan pembangunan gedung MPR/DPR baru walau ditentang sebagian besar rakyat.
Korupsi legasi.
Ia nampaknya ambisius ingin tercatat dalam sejarah, misalnya terungkap dalam ujaran : "Gedung baru ini dibangun ketika dipimpin oleh Si Polan."
Fenomena kengototannya ini mudah mengingatkan pesan tiga patung yang berada di Gedung Parlemen Denmark.
Patung orang yang sakit perut,orang yang pusing-pusing kepalanya dan orang yang budeg telinganya.
Pemandu pariwisata akan menjelaskan : "Patung itu memberi pesan. Kalau Anda memasuki dunia politik, Anda akan mengidap semua penyakit itu secara sekaligus ketiga-tiganya !."
Wonogiri, 7/4/2011
Catatan : Lelucon dari majalah Reader's Digest (1966) ini termuat dalam tulisan saya "Humor Amerika, Rusia, Cina dan Indonesia" di majalah Semangat (Yogyakarta),No. 10,Juni 1978 : 18-20, dipajang kembali dalam buku saya Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau (Etera Imania, 2010) hal.189-198.
Sunday, January 30, 2011
Misteri UFO, Crop Circle dan Presiden Kita
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
"You've been observing our earth.
And we'd like to make a contact with you.
We are your friends."
Demikian potongan lirik lagu "Calling Occupants Of Interplanetary Craft" (1977) dari duo softrock favorit saya, Carpenters, yang top di era 70-80an.
Pesan lagu itu nampak membayangkan makhluk angkasa luar,alien, sebagai sosok yang bisa diajak bersahabat dengan makhluk bumi.
Lagu itu pertama kali dipopulerkan oleh kelompok Klaatu,band beraliran progressive rock dan space rock asal Kanada, dimana salah satu pengarang lagu tersebut, John Woloschuk, memiliki cerita yang menarik. Katanya :
"Ide lagu itu dipicu oleh kejadian nyata yang dikisahkan dalam bukunya Jay David, The Flying Saucer Reader (1967).
Kabarnya, di bulan Maret 1953 sebuah organisasi dengan sebutan 'International Flying Saucer Bureau' (Biro Internasional Piring Terbang) mengirimkan buletin kepada seluruh anggotanya untuk ikut berperanserta dalam aksi eksperimental yang bertajuk 'World Contact Day.'
Di mana pada tanggal dan jam yang ditentukan, mereka berusaha secara bersama-sama mengirimkan pesan telepatis kepada makhluk-makhluk angkasa luar. Pesan itu diawali dengan kalimat : 'Calling occupants of interplanetary craft !'"
Makhluk ganas. Lain Carpenters, lain pula Stephen Hawking. Maha fisikawan asal Inggris ini justru berpendapat bahwa mendorong upaya untuk melakukan kontak dengan makhluk angkasa luar atau UFO merupakan gagasan yang jelek. Karena, menurutnya, alien itu berperangai ganas dan suka menjajah.
Bahkan ia menggambarkan, kedatangan UFO itu nantinya hanya menunjukkan betapa tempat tinggal makhluk luar angkasa itu sudah kehabisan sumber daya. Sehingga kedatangan mereka ke bumi semata untuk menguras sumber daya bumi kita, dengan melakukan penjajahan.
"Apabila mereka mengunjungi kita, hasilnya akan seperti ketika Columbus mendarat di Amerika yang ujung-ujungnya membuahkan penderitaan bagi bangsa asli Amerika," demikian tegas Stephen Hawking.
Bagaimana tentang alien yang didesas-desuskan sudah mendarat di Sleman, Bantul dan bahkan Magelang dengan fenomena crop circle yang eksotis dan lumayan menggemparkan itu ?
[Semoga ceritanya masih bisa berlanjut].
ke
Email : humorliner (at) yahoo.com
"You've been observing our earth.
And we'd like to make a contact with you.
We are your friends."
Demikian potongan lirik lagu "Calling Occupants Of Interplanetary Craft" (1977) dari duo softrock favorit saya, Carpenters, yang top di era 70-80an.
Pesan lagu itu nampak membayangkan makhluk angkasa luar,alien, sebagai sosok yang bisa diajak bersahabat dengan makhluk bumi.
Lagu itu pertama kali dipopulerkan oleh kelompok Klaatu,band beraliran progressive rock dan space rock asal Kanada, dimana salah satu pengarang lagu tersebut, John Woloschuk, memiliki cerita yang menarik. Katanya :
"Ide lagu itu dipicu oleh kejadian nyata yang dikisahkan dalam bukunya Jay David, The Flying Saucer Reader (1967).
Kabarnya, di bulan Maret 1953 sebuah organisasi dengan sebutan 'International Flying Saucer Bureau' (Biro Internasional Piring Terbang) mengirimkan buletin kepada seluruh anggotanya untuk ikut berperanserta dalam aksi eksperimental yang bertajuk 'World Contact Day.'
Di mana pada tanggal dan jam yang ditentukan, mereka berusaha secara bersama-sama mengirimkan pesan telepatis kepada makhluk-makhluk angkasa luar. Pesan itu diawali dengan kalimat : 'Calling occupants of interplanetary craft !'"
Makhluk ganas. Lain Carpenters, lain pula Stephen Hawking. Maha fisikawan asal Inggris ini justru berpendapat bahwa mendorong upaya untuk melakukan kontak dengan makhluk angkasa luar atau UFO merupakan gagasan yang jelek. Karena, menurutnya, alien itu berperangai ganas dan suka menjajah.
Bahkan ia menggambarkan, kedatangan UFO itu nantinya hanya menunjukkan betapa tempat tinggal makhluk luar angkasa itu sudah kehabisan sumber daya. Sehingga kedatangan mereka ke bumi semata untuk menguras sumber daya bumi kita, dengan melakukan penjajahan.
"Apabila mereka mengunjungi kita, hasilnya akan seperti ketika Columbus mendarat di Amerika yang ujung-ujungnya membuahkan penderitaan bagi bangsa asli Amerika," demikian tegas Stephen Hawking.
Bagaimana tentang alien yang didesas-desuskan sudah mendarat di Sleman, Bantul dan bahkan Magelang dengan fenomena crop circle yang eksotis dan lumayan menggemparkan itu ?
[Semoga ceritanya masih bisa berlanjut].
ke
Label:
bambang haryanto,
crop circle,
satir,
sby,
ufo
Friday, December 31, 2010
Glory, Glory, Glory, Nurdin Almighty !
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Lupakan Aburizal Bakrie.
Lupakan saja Barack Obama.
Bahkan lupakan pula Dalai Lama.
Karena rakyat Indonesia secara tidak resmi telah menentukan kandidat terkuat untuk menduduki kursi RI-1 dalam suksesi kekuasaan tahun 2014. Bahkan dirinya berpotensi menjadi tokoh spiritual dunia. Mesiah Abad Ke-21 !
"Game is over," begitu bunyi spanduk besar yang terpasang di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, semalam.
"Nama Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI, setelah final leg kedua Piala AFF 2010 langsung merasuki jantung hati seluruh bangsa Indonesia. Ibarat jatuhnya wahyu, bangsa besar ini rupanya telah bersepakat menentukan pemimpinnya jauh sebelum Pilpres 2014 tiba !"
Itu tadi laporan terbaru (29/12/2010) dari situs World's Power Game, yang berpangkalan di lokasi rahasia perbatasan Afghanistan dan Pakistan. Efek berantai pun menyusul.
Majalah berita internasional TIME bergegas menerbitkan edisi khusus berupa ralat.Tebalnya seribu halaman. Isinya melulu permintaan maaf, baik dari jajaran redaksi sampai pengecer majalah bersangkutan dari seluruh dunia.
Richard Stengelhorne, redaktur utama majalah bergengsi itu, dalam pengantarnya memutuskan menganulir Mark Zuckerberg, pendiri situs jejaring sosial Facebook, sebagai Person of The Year 2010.
"Setelah melihat hasil akhir Piala AFF 2010, kami mengaku telah berbuat kesalahan fatal. Seharusnya bukan Mark Zuckerberg, melainkan Nurdin Halid yang kami pilih sebagai Tokoh Tahun 2010 kami."
Langkah mengaku salah serupa juga diikuti majalah The Financial Times. "Kami keliru memilih Steve Jobs sebagai tokoh pilihan 2010. Mohon maaf pembaca yang budiman, ternyata prestasi Steve Jobs yang merevolusi dunia dengan produk inovatif seperti iPad bukan apa-apa dibandingkan dengan sikap ketulusan hati, keagungan dan kharisma dari tokoh yang pada saat-saat terakhir baru kami ketahui. Nurdin Halid dari Indonesia."
Sontak trending topics di Twitter dikuasai oleh #gloryglorynurdin,#dalailamasalutenurdin, #nurdinbeatzuckerberg, #nurdinbeatjobs, #obamaenvynurdin, #bankimoonlaudnurdin, #putinirinurdin, #nabibarunurdin,#seppblatersupportnurdin, #optimusprimelovesnurdin, #megatronsupportnurdin, #spidermanenvynurdin, #nurdinmtopdeadwefindanother, bahkan sampai #tomcruiseadmirenurdin dan #manoharalovesnurdin.
Servernya bahkan sempat crash beberapa jam akibat antusias ratusan juta pengguna Twitter yang terkena tsunami "demam Nurdin" yang dipicu para tweeps asal Indonesia.
[Moga-moga bisa saya lanjutkan nanti, di Tahun Baru 2011. Selamat Tahun Baru untuk sobat humoris Indonesia !].
Email : humorliner (at) yahoo.com
Lupakan Aburizal Bakrie.
Lupakan saja Barack Obama.
Bahkan lupakan pula Dalai Lama.
Karena rakyat Indonesia secara tidak resmi telah menentukan kandidat terkuat untuk menduduki kursi RI-1 dalam suksesi kekuasaan tahun 2014. Bahkan dirinya berpotensi menjadi tokoh spiritual dunia. Mesiah Abad Ke-21 !
"Game is over," begitu bunyi spanduk besar yang terpasang di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, semalam.
"Nama Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI, setelah final leg kedua Piala AFF 2010 langsung merasuki jantung hati seluruh bangsa Indonesia. Ibarat jatuhnya wahyu, bangsa besar ini rupanya telah bersepakat menentukan pemimpinnya jauh sebelum Pilpres 2014 tiba !"
Itu tadi laporan terbaru (29/12/2010) dari situs World's Power Game, yang berpangkalan di lokasi rahasia perbatasan Afghanistan dan Pakistan. Efek berantai pun menyusul.
Majalah berita internasional TIME bergegas menerbitkan edisi khusus berupa ralat.Tebalnya seribu halaman. Isinya melulu permintaan maaf, baik dari jajaran redaksi sampai pengecer majalah bersangkutan dari seluruh dunia.
Richard Stengelhorne, redaktur utama majalah bergengsi itu, dalam pengantarnya memutuskan menganulir Mark Zuckerberg, pendiri situs jejaring sosial Facebook, sebagai Person of The Year 2010.
"Setelah melihat hasil akhir Piala AFF 2010, kami mengaku telah berbuat kesalahan fatal. Seharusnya bukan Mark Zuckerberg, melainkan Nurdin Halid yang kami pilih sebagai Tokoh Tahun 2010 kami."
Langkah mengaku salah serupa juga diikuti majalah The Financial Times. "Kami keliru memilih Steve Jobs sebagai tokoh pilihan 2010. Mohon maaf pembaca yang budiman, ternyata prestasi Steve Jobs yang merevolusi dunia dengan produk inovatif seperti iPad bukan apa-apa dibandingkan dengan sikap ketulusan hati, keagungan dan kharisma dari tokoh yang pada saat-saat terakhir baru kami ketahui. Nurdin Halid dari Indonesia."
Sontak trending topics di Twitter dikuasai oleh #gloryglorynurdin,#dalailamasalutenurdin, #nurdinbeatzuckerberg, #nurdinbeatjobs, #obamaenvynurdin, #bankimoonlaudnurdin, #putinirinurdin, #nabibarunurdin,#seppblatersupportnurdin, #optimusprimelovesnurdin, #megatronsupportnurdin, #spidermanenvynurdin, #nurdinmtopdeadwefindanother, bahkan sampai #tomcruiseadmirenurdin dan #manoharalovesnurdin.
Servernya bahkan sempat crash beberapa jam akibat antusias ratusan juta pengguna Twitter yang terkena tsunami "demam Nurdin" yang dipicu para tweeps asal Indonesia.
[Moga-moga bisa saya lanjutkan nanti, di Tahun Baru 2011. Selamat Tahun Baru untuk sobat humoris Indonesia !].
Label:
bambang haryanto,
nurdin halid,
pssi,
satir
Wednesday, November 10, 2010
Obama Frenzy Melanda Indonesia !
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Kunci sukses berpidato ada tiga.
Berlatih, berlatih dan berlatih.
Demosthenes (384 -322 SM), jago orator dan negarawan Athena, konon suka berlatih berpidato di dekat air terjun. Atau di pinggir laut, untuk beradu keras dengan suara deburan gelombang.
Ia berlatih keras mengasah vokal dengan berusaha mengalahkan suara gemuruh-gemuruh air tersebut.
Tak ayal, beribu tahun kemudian seorang maha pakar pemasaran Tom Peters mengatakan bahwa, "bila pidato Plato mampu menginspirasi, maka pidatonya Demosthenes membuat kita tergerak untuk beraksi !"
Barack Obama memang bukan Demosthenes. Tetapi menyimak gaya dan isi pidatonya di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 10 November 2010, kita seperti memperoleh setrum yang hebat.
Setelah era Soekarno, sepertinya Indonesia belum lagi memiliki politisi dengan pidato yang mampu menggerakkan isi jiwa, serta memberikan inspirasi bahwa kita mampu berbuat sesuatu untuk membuat dunia menjadi lebih baik.
Pidato Obama itu bergaung kemana-mana !
Mengembuskan badai perubahan dimana-mana pula !
Bisnis sampai artis. Pemerintahan SBY seperti memperoleh inspirasi baru dalam pencitraan kinerja mereka. Kedatangan Barack Obama dijadikan momen untuk menarik garis batas, ditandai dengan munculnya jargon SBB versus SSB : Sebelum Barack dan Sesudah Barack.
Kita bisa lihat nanti perbedaan itu dalam gaya pidato SBY di era Sesudah Barack ini. Juga gaya berpidatonya tokoh Nasional Demokrat, Surya Paloh, yang seolah memperoleh durasi semaunya di saluran MetroTV.
Perusahaan jasa pengangkutan bus yang biasa menyingkat jenis usahanya dari PO, perusahaan otobus, kini berubah menjadi BO. Bisnis otobus.
Bank BCA mengumumkan nama barunya : Baracbank Central Asia.
Kota Bogor menjadi : Bogorobama !
Model bisnis yang hampir mirip dengan franchise yang bisa dikenal sebagai BO, business opportunity, sekarang menjadi : barack opportunity.
Danau di Sumatera Barat, Singkarak, berganti nama menjadi : Singbarak.
Pembawa acara yang ceriwis di televisi mengubah namanya menjadi : Indy Barackends.
Bahan bakar fosil yang masih melimpah di Indonesia, batu bara, sontak kini semakin dihargai di pasar dunia setelah berubah sebutannya menjadi : batu barack.
Kantor catatan sipil juga diserbu ratusan ribu warga Tapanuli yang ingin mengubah nama marganya yang lama menjadi Batubarack.
Restoran dan pusat hiburan di Jl. Blora, Jakarta Pusat, sepakat mengganti nama jalan tempat mereka berbisnis selama ini menjadi Jl. Blorack Obama. Termasuk nama masakan satenya, menjadi Sate Blorack.
Kata-kata yang diungkapkan Obama di UI itu segera menjadi trending topic di Twitter. Yaitu kata "bakso," "sate" dan "enak." Kontan saja para selebritis, politikus dan pedagang segera menyabet momen itu untuk mendongkrak popularitas dirinya.
Nama SBY di kalangan asosiasi pedagang sate dan bakso memiliki makna baru : Sate Bakso Yahud. Penyanyi cantik asal Malaysia segera mengeluarkan album dengan nama baru : Sate Nurhaliza. Berduet dengan Sate KD.
Mantan ketua umum PAN yang konon sedang merintis berdirinya partai baru, diperkirakan akan meluncurkan nama barunya yang lebih berkarisma : Sutrisno Barachir.
Disusul ketua umum Partai Golkar : Aburizal Barackie !
Di luar heboh di atas, Barack Obama berkunjung ke Indonesia sebenarnya lebih dari 18 jam dan tidak seperti yang resmi diberitahukan. Sebab beberapa hari sebelumnya dirinya telah tertangkap kamera dengan mengenakan wig dan berkacamata, sedang nampak asyik menonton turnamen tenis internasional di Bali.
Ketika dikonfirmasi wartawan, Obama keras menyangkal : "Saya suka main basket, bukan tenis. Saya juga suka makan nasi goreng, sate, bakso, emping dan krupuk, tetapi masakan enak itu tidak disajikan di turnamen tenis itu. Karenanya, pasti saya tidak ada di sana !"
Kehebohan belum usai.
Surat kabar negara bagian AS tempat Barack Obama dilahirkan, The Hawaii Inquirer, mewartakan bahwa ada sosok pria mirip Gayus Tambunan sedang berselancar di pantai Oahu, Hawaii.
Wonogiri, 11 November 2010
Email : humorliner (at) yahoo.com
Kunci sukses berpidato ada tiga.
Berlatih, berlatih dan berlatih.
Demosthenes (384 -322 SM), jago orator dan negarawan Athena, konon suka berlatih berpidato di dekat air terjun. Atau di pinggir laut, untuk beradu keras dengan suara deburan gelombang.
Ia berlatih keras mengasah vokal dengan berusaha mengalahkan suara gemuruh-gemuruh air tersebut.
Tak ayal, beribu tahun kemudian seorang maha pakar pemasaran Tom Peters mengatakan bahwa, "bila pidato Plato mampu menginspirasi, maka pidatonya Demosthenes membuat kita tergerak untuk beraksi !"
Barack Obama memang bukan Demosthenes. Tetapi menyimak gaya dan isi pidatonya di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 10 November 2010, kita seperti memperoleh setrum yang hebat.
Setelah era Soekarno, sepertinya Indonesia belum lagi memiliki politisi dengan pidato yang mampu menggerakkan isi jiwa, serta memberikan inspirasi bahwa kita mampu berbuat sesuatu untuk membuat dunia menjadi lebih baik.
Pidato Obama itu bergaung kemana-mana !
Mengembuskan badai perubahan dimana-mana pula !
Bisnis sampai artis. Pemerintahan SBY seperti memperoleh inspirasi baru dalam pencitraan kinerja mereka. Kedatangan Barack Obama dijadikan momen untuk menarik garis batas, ditandai dengan munculnya jargon SBB versus SSB : Sebelum Barack dan Sesudah Barack.
Kita bisa lihat nanti perbedaan itu dalam gaya pidato SBY di era Sesudah Barack ini. Juga gaya berpidatonya tokoh Nasional Demokrat, Surya Paloh, yang seolah memperoleh durasi semaunya di saluran MetroTV.
Perusahaan jasa pengangkutan bus yang biasa menyingkat jenis usahanya dari PO, perusahaan otobus, kini berubah menjadi BO. Bisnis otobus.
Bank BCA mengumumkan nama barunya : Baracbank Central Asia.
Kota Bogor menjadi : Bogorobama !
Model bisnis yang hampir mirip dengan franchise yang bisa dikenal sebagai BO, business opportunity, sekarang menjadi : barack opportunity.
Danau di Sumatera Barat, Singkarak, berganti nama menjadi : Singbarak.
Pembawa acara yang ceriwis di televisi mengubah namanya menjadi : Indy Barackends.
Bahan bakar fosil yang masih melimpah di Indonesia, batu bara, sontak kini semakin dihargai di pasar dunia setelah berubah sebutannya menjadi : batu barack.
Kantor catatan sipil juga diserbu ratusan ribu warga Tapanuli yang ingin mengubah nama marganya yang lama menjadi Batubarack.
Restoran dan pusat hiburan di Jl. Blora, Jakarta Pusat, sepakat mengganti nama jalan tempat mereka berbisnis selama ini menjadi Jl. Blorack Obama. Termasuk nama masakan satenya, menjadi Sate Blorack.
Kata-kata yang diungkapkan Obama di UI itu segera menjadi trending topic di Twitter. Yaitu kata "bakso," "sate" dan "enak." Kontan saja para selebritis, politikus dan pedagang segera menyabet momen itu untuk mendongkrak popularitas dirinya.
Nama SBY di kalangan asosiasi pedagang sate dan bakso memiliki makna baru : Sate Bakso Yahud. Penyanyi cantik asal Malaysia segera mengeluarkan album dengan nama baru : Sate Nurhaliza. Berduet dengan Sate KD.
Mantan ketua umum PAN yang konon sedang merintis berdirinya partai baru, diperkirakan akan meluncurkan nama barunya yang lebih berkarisma : Sutrisno Barachir.
Disusul ketua umum Partai Golkar : Aburizal Barackie !
Di luar heboh di atas, Barack Obama berkunjung ke Indonesia sebenarnya lebih dari 18 jam dan tidak seperti yang resmi diberitahukan. Sebab beberapa hari sebelumnya dirinya telah tertangkap kamera dengan mengenakan wig dan berkacamata, sedang nampak asyik menonton turnamen tenis internasional di Bali.
Ketika dikonfirmasi wartawan, Obama keras menyangkal : "Saya suka main basket, bukan tenis. Saya juga suka makan nasi goreng, sate, bakso, emping dan krupuk, tetapi masakan enak itu tidak disajikan di turnamen tenis itu. Karenanya, pasti saya tidak ada di sana !"
Kehebohan belum usai.
Surat kabar negara bagian AS tempat Barack Obama dilahirkan, The Hawaii Inquirer, mewartakan bahwa ada sosok pria mirip Gayus Tambunan sedang berselancar di pantai Oahu, Hawaii.
Wonogiri, 11 November 2010
Label:
bambang haryanto,
barack obama,
buku humor politik,
humor politik,
komedian,
komedikus erektus,
mabuk obama,
plesetan,
satir,
susilo bambang yudhoyono,
universitas indonesia
Sunday, June 20, 2010
Video Porno dan Nobel Perdamaian 2010
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Kasus video porno mirip Ariel-LM-CT menurut kabar burung akan diputuskan lewat jajak pendapat. Ada politikus bilang, biar keren, sebut saja referendum.
Semua warga negara Republik Indonesia, tua-muda, akan memperoleh CD video porno itu, diberi kesempatan menonton hingga 11 Juli 2010 mendatang, lalu bebas menentukan apakah aktor-aktris dalam video porno itu asli atau bukan.
Langkah ini merupakan langkah paling demokratis. Juga paling monumental di dunia. Bahkan Indonesia berpeluang tercatat di Guiness Book of Records sebagai negara pertama yang akan mengaplikasikan Hukum Linus Pertama, hukum yang mengilhami gerakan open source yang kini dampaknya meluas kemana-mana.
Hukum itu diambil dari nama Linus Benedict Torvalds, seorang perancang peranti lunak kelahiran 28 Desember 1969, Helsinki, Finlandia. Dalam merancang peranti lunak Linux yang terkenal itu ia sengaja membuka kode-kode temuannya itu kepada masyarakat luas. Dengan langkah ini dapat ditemukan cacat, kekurangan, dan kemudian banyak orang akan mampu memperbaikinya.
Kolaborasi yang melibatkan banyak fihak tersebut membuat piranti lunak Linux semakin berguna bagi banyak kalangan. Fenomena dahsyat ini kemudian memunculkan Hukum Linus Pertama yang berbunyi, "given enough eyeballs, all bugs are shallow." Dengan mata yang cukup, kutu pun bisa ditemukan dengan mudah.
Langkah referendum ini menjadi titik sejarah Indonesia dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Penentuan pendapat secara massal ini, juga mengaplikasikan tesis tentang wisdom of crowds seperti dirujuk dalam buku The Wisdom of Crowds : Why the Many Are Smarter Than the Few and How Collective Wisdom Shapes Business, Economies, Societies and Nations (2004) karya James Surowiecki.
Agar pelaksanaannya fair, maka tokoh telematika dan kini anggota DPR dari Partai Demokrat yang sering jadi rujukan tentang keaslian video dan foto-foto porno, tak boleh berkomentar dulu.
Bukan karena dikuatirkan komentarnya akan memengaruhi opini publik, tetapi dikuatirkan apa pun ucapannya akan hanya memerosotkan perolehan suara partai Demokrat dalam Pilpres 2014 mendatang. Utamanya untuk para pemilih di kalangan blogger Indonesia. Walau partai yang dikenal cerdas itu, terkait reputasi tokoh di atas, sudah melakukan antisipasi dini. Yaitu dengan merekrut blogger yang pernah kuliah di Universitas Harvard, yang juga tokoh gerakan Islam Liberal terkenal.
Terlebih lagi di media massa anggota DPR dari Partai Demokrat itu dilaporkan telah bertukar SMS dengan salah satu aktris yang diduga terkait dengan pelaku aksi mesum dalam video porno itu. Bahkan dikabarkan berusaha melakukan pemerasan terhadapnya.
Syukurlah, di SMS itu ia juga cerita bahwa dirinya akan terbang dulu ke Amsterdam. Diperkirakan ia akan tinggal di sana selama 350 tahun. Kehadirannya itu sebagai hadiah bangsa Indonesia bagi kemenangan Robin van Persie dan kawan-kawan yang telah sukses menaklukkan bangsa penjajah Indonesia lainnya di kancah Piala Dunia 2010.
Jadi pelaksanaan referendum secara teoritis tidak akan dicemari oleh opini-opini yang akan ia sebarkan. Dengan catatan, di Amsterdam ia tak boleh menggunakan gadget elektronika apa pun, kecuali beragam gadget erotika yang dijajakan dari daerah lampu merah “De Dam,” yang mirip komplek pertokoan Pasar Baru Jakarta yang berimpit sungai, dan amat terkenal dari Negeri Kincir Angin itu pula.
Rakyat Indonesia pun berdoa, semoga dalam penerbangannya ke Amsterdam ia tidak tergoda rayuan seorang pilot yang berlaku sok akrab yang kemudian mengajaknya makan nasi goreng atau jus jeruk mengandung arsenik di bandara Changi Singapura.
Pelaksanaan referendum itu masih terancam gagal. Oleh Menkominfo Tifatul Sembiring. Karena ia pernah mengeluarkan tesis yang menggegerkan, bahwa bencana alam yang bertubi-tubi menghantam Indonesia itu karena kemaksiatan telah merajalela di negeri ini. Mungkin ia hendak mengingatkan akan cerita Sodom dan Gomorah.
Persoalannya jadi komplikatif.
Kalau semua warga Republik Indonesia semalaman asyik menonton video porno mirip artis menjelang pelaksanaan referendum, bahkan men-cuek-kan siaran Piala Dunia 2010, lalu esoknya muncul banjir dan gempa bumi dahsyat, lalu bagaimana ? Lalu apa kira-kira kata Pak Menteri yang berasal dari PKS itu nantinya ?
Jangan remehkan ucapannya. Singapura yang begitu rapi dan teratur mengelola negerinya, toh Orchard Road yang menjadi jantung Singapura tergenang banjir besar, bukankah itu membuktikan betapa negeri itu telah pula menjadi sarang maksiat, yang antara lain karena menjadi pusat foya-foya sekaligus sebagai safe haven bagi para koruptor Indonesia ?
Untuk tesisnya tersebut, konon Akademi Swedia akan segera menominasikan Tifatul Sembiring sebagai calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2010. Jadi bulan November nanti, saat Obama datang, kita akan melihat dua sosok pemenang Nobel Perdamaian yang terkait erat dengan Indonesia.
Siapa tahu, rasa bangga tentang prestasi itu akan mengurungkan sebagian warga Papua yang kini meminta referendum untuk masa depan mereka.
Wonogiri, 21 Juni 2010
Email : humorliner (at) yahoo.com
Kasus video porno mirip Ariel-LM-CT menurut kabar burung akan diputuskan lewat jajak pendapat. Ada politikus bilang, biar keren, sebut saja referendum.
Semua warga negara Republik Indonesia, tua-muda, akan memperoleh CD video porno itu, diberi kesempatan menonton hingga 11 Juli 2010 mendatang, lalu bebas menentukan apakah aktor-aktris dalam video porno itu asli atau bukan.
Langkah ini merupakan langkah paling demokratis. Juga paling monumental di dunia. Bahkan Indonesia berpeluang tercatat di Guiness Book of Records sebagai negara pertama yang akan mengaplikasikan Hukum Linus Pertama, hukum yang mengilhami gerakan open source yang kini dampaknya meluas kemana-mana.
Hukum itu diambil dari nama Linus Benedict Torvalds, seorang perancang peranti lunak kelahiran 28 Desember 1969, Helsinki, Finlandia. Dalam merancang peranti lunak Linux yang terkenal itu ia sengaja membuka kode-kode temuannya itu kepada masyarakat luas. Dengan langkah ini dapat ditemukan cacat, kekurangan, dan kemudian banyak orang akan mampu memperbaikinya.
Kolaborasi yang melibatkan banyak fihak tersebut membuat piranti lunak Linux semakin berguna bagi banyak kalangan. Fenomena dahsyat ini kemudian memunculkan Hukum Linus Pertama yang berbunyi, "given enough eyeballs, all bugs are shallow." Dengan mata yang cukup, kutu pun bisa ditemukan dengan mudah.
Langkah referendum ini menjadi titik sejarah Indonesia dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Penentuan pendapat secara massal ini, juga mengaplikasikan tesis tentang wisdom of crowds seperti dirujuk dalam buku The Wisdom of Crowds : Why the Many Are Smarter Than the Few and How Collective Wisdom Shapes Business, Economies, Societies and Nations (2004) karya James Surowiecki.
Agar pelaksanaannya fair, maka tokoh telematika dan kini anggota DPR dari Partai Demokrat yang sering jadi rujukan tentang keaslian video dan foto-foto porno, tak boleh berkomentar dulu.
Bukan karena dikuatirkan komentarnya akan memengaruhi opini publik, tetapi dikuatirkan apa pun ucapannya akan hanya memerosotkan perolehan suara partai Demokrat dalam Pilpres 2014 mendatang. Utamanya untuk para pemilih di kalangan blogger Indonesia. Walau partai yang dikenal cerdas itu, terkait reputasi tokoh di atas, sudah melakukan antisipasi dini. Yaitu dengan merekrut blogger yang pernah kuliah di Universitas Harvard, yang juga tokoh gerakan Islam Liberal terkenal.
Terlebih lagi di media massa anggota DPR dari Partai Demokrat itu dilaporkan telah bertukar SMS dengan salah satu aktris yang diduga terkait dengan pelaku aksi mesum dalam video porno itu. Bahkan dikabarkan berusaha melakukan pemerasan terhadapnya.
Syukurlah, di SMS itu ia juga cerita bahwa dirinya akan terbang dulu ke Amsterdam. Diperkirakan ia akan tinggal di sana selama 350 tahun. Kehadirannya itu sebagai hadiah bangsa Indonesia bagi kemenangan Robin van Persie dan kawan-kawan yang telah sukses menaklukkan bangsa penjajah Indonesia lainnya di kancah Piala Dunia 2010.
Jadi pelaksanaan referendum secara teoritis tidak akan dicemari oleh opini-opini yang akan ia sebarkan. Dengan catatan, di Amsterdam ia tak boleh menggunakan gadget elektronika apa pun, kecuali beragam gadget erotika yang dijajakan dari daerah lampu merah “De Dam,” yang mirip komplek pertokoan Pasar Baru Jakarta yang berimpit sungai, dan amat terkenal dari Negeri Kincir Angin itu pula.
Rakyat Indonesia pun berdoa, semoga dalam penerbangannya ke Amsterdam ia tidak tergoda rayuan seorang pilot yang berlaku sok akrab yang kemudian mengajaknya makan nasi goreng atau jus jeruk mengandung arsenik di bandara Changi Singapura.
Pelaksanaan referendum itu masih terancam gagal. Oleh Menkominfo Tifatul Sembiring. Karena ia pernah mengeluarkan tesis yang menggegerkan, bahwa bencana alam yang bertubi-tubi menghantam Indonesia itu karena kemaksiatan telah merajalela di negeri ini. Mungkin ia hendak mengingatkan akan cerita Sodom dan Gomorah.
Persoalannya jadi komplikatif.
Kalau semua warga Republik Indonesia semalaman asyik menonton video porno mirip artis menjelang pelaksanaan referendum, bahkan men-cuek-kan siaran Piala Dunia 2010, lalu esoknya muncul banjir dan gempa bumi dahsyat, lalu bagaimana ? Lalu apa kira-kira kata Pak Menteri yang berasal dari PKS itu nantinya ?
Jangan remehkan ucapannya. Singapura yang begitu rapi dan teratur mengelola negerinya, toh Orchard Road yang menjadi jantung Singapura tergenang banjir besar, bukankah itu membuktikan betapa negeri itu telah pula menjadi sarang maksiat, yang antara lain karena menjadi pusat foya-foya sekaligus sebagai safe haven bagi para koruptor Indonesia ?
Untuk tesisnya tersebut, konon Akademi Swedia akan segera menominasikan Tifatul Sembiring sebagai calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2010. Jadi bulan November nanti, saat Obama datang, kita akan melihat dua sosok pemenang Nobel Perdamaian yang terkait erat dengan Indonesia.
Siapa tahu, rasa bangga tentang prestasi itu akan mengurungkan sebagian warga Papua yang kini meminta referendum untuk masa depan mereka.
Wonogiri, 21 Juni 2010
Thursday, May 27, 2010
Andi Kalah,Komedian Demo, Koran Terancam Bangkrut
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Partai Demokrat memberi kejutan.
Kekalahan mencolok Andi Mallarangeng dalam pemilihan ketua umum Partai Demokrat, langsung mengguncang industri komunikasi dan media.
Yang paling terpukul pertama kali adalah sirkuit industri komedi di Indonesia.
Begitu mendengar Andi Mallarangeng tersingkir pada putaran pertama, yang hanya berhasil mengantungi suara 16 persen, sontak organisasi Akposi (Asosiasi Komedian Politik Seluruh Indonesia) mengadakan ritual tuguran.
Para anggotanya dengan pakaian hitam-hitam langsung berhimpun, menyalakan ribuan lilin, dan mereka berbaris dengan muka muram memutari tugu Monas sampai pagi dalam keheningan. Bahkan mereka akan merencanakan melakukan long march serupa, Jakarta-Makassar pulang-pergi.
"Kekalahan Andi, yang digadang-gadang banyak orang untuk bisa maju sebagai kandidat presiden 2014, merupakan pukulan berat bagi kami. Komedian politik Indonesia benar-benar kehilangan salah satu target terbaiknya untuk dijadikan sebagai sumber lawakan. Untuk kualitas yang satu ini, Andi jelas lebih menarik dibanding Anas Urbaningrum yang tampil santun," ujar Herman "Joker" Hermawan, aktivis Akposi.
"Gara-gara Andi kalah, komedian politik Indonesia benar-benar menuju kebangkrutan yang serius. Kondisinya melebihi pengaruh resesi global 1930, 1997 dan 2007 di gabung sekaligus menjadi satu," imbuh Sofia Tegurasakya, sekretaris jenderal Akposi. Keduanya secara terpisah dihubungi melalui email oleh reporter Fake News Komedikus Erektus, beberapa hari yang lalu.
Rusaknya reputasi. "Kami juga tak kalah kuatir," timpal Dicky Amordani, ketua Indonesia Spin Doctors Association (ISDA), lembaga yang mewadahi kiprah konsultan politik di Indonesia.
"Kekalahan Andi benar-benar merusak reputasi bisnis kami. Dan multiplier effect-nya sangat serius. Angka pengangguran nasional akan meroket lagi," lanjut Dicky Amordani.
Ia lalu merinci betapa para pemikir komunikasi politik, tenaga survei, ahli statistik, penulis naskah, desainer logo, desainer grafis, pelaku industri percetakan digital, wartawan-wartawan humas, tukang pasang spanduk sampai pelaku cheer leader dan demo bayaran, semuanya akan terancam kehilangan pekerjaan.
Salah satu solusi untuk terhindar dari bencana itu, menurutnya, konsultan politik FoxIndonesia yang menjadi mesin kampanye Andi Mallarangeng, yang dikelola dirinya bersaudara itu harus segera berganti nama. Menjadi : Lame FoxIndonesia.
Malah lebih baik, usulnya, mereka harus kembali menata model bisnisnya secara radikal. Misalnya berubah menjadi jasa penyedia sembako untuk menunjang sukses kandidat apa pun ketika terjun berkampanye dalam pemilihan apa pun.
"Back to basic ! Sebab itulah yang diharapkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia sejak era reformasi bergulir," tegas Dicky Amordani. Ia sendiri menyatakan niatnya segera lengser sebagai konsultan politik dan berganti profesi sebagai pemasok sembako.
Efek domino dikuatirkan berlanjut. "Iklan-iklan politik di media massa juga akan anjlok. Omsetnya diperkirakan hanya mampu mencapai 2 persen setelah kekalahan Andi itu," kata Leo S. Moronagua, pengamat bisnis media.
"Setelah kehadiran Internet, kekalahan Andi jelas semakin membuat rapuh eksistensi bisnis media-media utama yang mengandalkan iklan. Karena ia yakini, kaum politisi akan hanya tertarik memasang iklan bila ada politisi lain meninggal dunia. Itu pun bila yang meninggal dunia adalah para politisi saingan mereka. Itu pun hanya berupa iklan baris, iklan berita gembira yang ditulis dengan gaya alay pula. Benar-benar menyiutkan hati !"
Industri buku-buku otobiografi ikut pula dibekap meriang berat. Partai Demokrat adalah partai yang intensif menerbitkan buku untuk menunjang sukses kampanye revolusi sunyi mereka.
"Begitu menjabat sebagai tangan kanan presiden SBY selama enam tahun terakhir, kami mengharap sosok Andi Mallarangeng akan banyak menulis buku sehingga mampu menghidupkan roda industri kami," kata Rina Publikatadewata dari White Lies Publication, penerbit khusus otobiografi para tokoh politik.
"Kini, kami kuatirkan, tak ada lagi politisi yang mau menulis buku untuk kampanye politik mereka. Hal itu memang baik untuk mengurangi polusi informasi-informasi yang penuh puji-pujian palsu dan juga klaim-klaim yang sarat kebohongan. Tetapi itu jelas jelek banget bagi bisnis kami," keluh Rina dengan lesu.
Seperti diketahui, menjelang konggres Partai Demokrat ia meluncurkan buku berjudul Merebut Masa Depan (2010). Sebelumnya, ketika menjabat sebagai Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng telah menulis buku Dari Kilometer 0,0 (2007).
Orangtua dari Kenya. "Kegagalan Andi, antara lain karena ia tidak meneladani jejak hidup Obama," sahut Julius Sendangkalimat, penulis biografi terkenal. Ia membicarakan kegagalan Andi sambil merujuk isi biodata dalam buku-buku yang ditulis pemilik gelar Master of Science di bidang sosiologi dan Doctor of Philosophy di bidang ilmu politik dari Northern Illinois University (NIU) Dekalb, Illinois, Amerika Serikat itu.
"Seharusnya ada sedikit modifikasi dalam penulisan riwayat hidup Andi Mallarangeng. Sebaiknya ia mengaku memiliki orang tua yang berasal dari Kenya, lalu besar di Amerika Serikat, dan kemudian berjuang untuk berusaha menjadi presiden Republik Indonesia !"
Nasi memang sudah menjadi bubur.
Tetapi toh masih ada kabar baik. Menurut desas-desus, setelah kalah merebut kursi nomor satu Partai Demokrat, Andi Mallarangeng akan kembali menulis buku. Sambutan hangat pun segera terdengar. "Kalau isu buku itu benar, kami pantas tidak pesimis lagi terhadap masa depan profesi kami," tegas Herman "Joker" Hermawan, aktivis Asosiasi Komedian Politik Seluruh Indonesia (Akposi) dengan wajah berbinar.
"Karena kami akan merasa memiliki teman seiring dalam menghumori diri sendiri, berani menertawakan kekurangan diri sendiri atau self-deprecating, suatu kualitas kemanusiaan luhur yang nyaris hilang pada diri para penguasa dan bangsa Indonesia setelah Gus Dur meninggal dunia."
"Gesture yang langka itu pasti akan menjadi ilham untuk memperkuat tekad kami dalam membesarkan profesi langka ini di Indonesia di masa-masa mendatang. Syukur-syukur bila dengan gelar doktornya Bung Andi itu mampu mengajari kami untuk membuat lawakan-lawakan tingkat tinggi. Utamanya untuk menghumori sasaran tembak yang sulit bagi kami selama ini. Yaitu Presiden SBY, dan Anas Urbaningrum nantinya."
Buku yang dihebohkan kalangan komedian politik itu diperkirakan berjudul : Merebut Masa Depan Yang Gagal Kesampaian dan Kembali Ke Kilometer 0,0 Lagi.
Wonogiri, 27 Mei 2010
ke
Email : humorliner (at) yahoo.com
Partai Demokrat memberi kejutan.
Kekalahan mencolok Andi Mallarangeng dalam pemilihan ketua umum Partai Demokrat, langsung mengguncang industri komunikasi dan media.
Yang paling terpukul pertama kali adalah sirkuit industri komedi di Indonesia.
Begitu mendengar Andi Mallarangeng tersingkir pada putaran pertama, yang hanya berhasil mengantungi suara 16 persen, sontak organisasi Akposi (Asosiasi Komedian Politik Seluruh Indonesia) mengadakan ritual tuguran.
Para anggotanya dengan pakaian hitam-hitam langsung berhimpun, menyalakan ribuan lilin, dan mereka berbaris dengan muka muram memutari tugu Monas sampai pagi dalam keheningan. Bahkan mereka akan merencanakan melakukan long march serupa, Jakarta-Makassar pulang-pergi.
"Kekalahan Andi, yang digadang-gadang banyak orang untuk bisa maju sebagai kandidat presiden 2014, merupakan pukulan berat bagi kami. Komedian politik Indonesia benar-benar kehilangan salah satu target terbaiknya untuk dijadikan sebagai sumber lawakan. Untuk kualitas yang satu ini, Andi jelas lebih menarik dibanding Anas Urbaningrum yang tampil santun," ujar Herman "Joker" Hermawan, aktivis Akposi.
"Gara-gara Andi kalah, komedian politik Indonesia benar-benar menuju kebangkrutan yang serius. Kondisinya melebihi pengaruh resesi global 1930, 1997 dan 2007 di gabung sekaligus menjadi satu," imbuh Sofia Tegurasakya, sekretaris jenderal Akposi. Keduanya secara terpisah dihubungi melalui email oleh reporter Fake News Komedikus Erektus, beberapa hari yang lalu.
Rusaknya reputasi. "Kami juga tak kalah kuatir," timpal Dicky Amordani, ketua Indonesia Spin Doctors Association (ISDA), lembaga yang mewadahi kiprah konsultan politik di Indonesia.
"Kekalahan Andi benar-benar merusak reputasi bisnis kami. Dan multiplier effect-nya sangat serius. Angka pengangguran nasional akan meroket lagi," lanjut Dicky Amordani.
Ia lalu merinci betapa para pemikir komunikasi politik, tenaga survei, ahli statistik, penulis naskah, desainer logo, desainer grafis, pelaku industri percetakan digital, wartawan-wartawan humas, tukang pasang spanduk sampai pelaku cheer leader dan demo bayaran, semuanya akan terancam kehilangan pekerjaan.
Salah satu solusi untuk terhindar dari bencana itu, menurutnya, konsultan politik FoxIndonesia yang menjadi mesin kampanye Andi Mallarangeng, yang dikelola dirinya bersaudara itu harus segera berganti nama. Menjadi : Lame FoxIndonesia.
Malah lebih baik, usulnya, mereka harus kembali menata model bisnisnya secara radikal. Misalnya berubah menjadi jasa penyedia sembako untuk menunjang sukses kandidat apa pun ketika terjun berkampanye dalam pemilihan apa pun.
"Back to basic ! Sebab itulah yang diharapkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia sejak era reformasi bergulir," tegas Dicky Amordani. Ia sendiri menyatakan niatnya segera lengser sebagai konsultan politik dan berganti profesi sebagai pemasok sembako.
Efek domino dikuatirkan berlanjut. "Iklan-iklan politik di media massa juga akan anjlok. Omsetnya diperkirakan hanya mampu mencapai 2 persen setelah kekalahan Andi itu," kata Leo S. Moronagua, pengamat bisnis media.
"Setelah kehadiran Internet, kekalahan Andi jelas semakin membuat rapuh eksistensi bisnis media-media utama yang mengandalkan iklan. Karena ia yakini, kaum politisi akan hanya tertarik memasang iklan bila ada politisi lain meninggal dunia. Itu pun bila yang meninggal dunia adalah para politisi saingan mereka. Itu pun hanya berupa iklan baris, iklan berita gembira yang ditulis dengan gaya alay pula. Benar-benar menyiutkan hati !"
Industri buku-buku otobiografi ikut pula dibekap meriang berat. Partai Demokrat adalah partai yang intensif menerbitkan buku untuk menunjang sukses kampanye revolusi sunyi mereka.
"Begitu menjabat sebagai tangan kanan presiden SBY selama enam tahun terakhir, kami mengharap sosok Andi Mallarangeng akan banyak menulis buku sehingga mampu menghidupkan roda industri kami," kata Rina Publikatadewata dari White Lies Publication, penerbit khusus otobiografi para tokoh politik.
"Kini, kami kuatirkan, tak ada lagi politisi yang mau menulis buku untuk kampanye politik mereka. Hal itu memang baik untuk mengurangi polusi informasi-informasi yang penuh puji-pujian palsu dan juga klaim-klaim yang sarat kebohongan. Tetapi itu jelas jelek banget bagi bisnis kami," keluh Rina dengan lesu.
Seperti diketahui, menjelang konggres Partai Demokrat ia meluncurkan buku berjudul Merebut Masa Depan (2010). Sebelumnya, ketika menjabat sebagai Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng telah menulis buku Dari Kilometer 0,0 (2007).
Orangtua dari Kenya. "Kegagalan Andi, antara lain karena ia tidak meneladani jejak hidup Obama," sahut Julius Sendangkalimat, penulis biografi terkenal. Ia membicarakan kegagalan Andi sambil merujuk isi biodata dalam buku-buku yang ditulis pemilik gelar Master of Science di bidang sosiologi dan Doctor of Philosophy di bidang ilmu politik dari Northern Illinois University (NIU) Dekalb, Illinois, Amerika Serikat itu.
"Seharusnya ada sedikit modifikasi dalam penulisan riwayat hidup Andi Mallarangeng. Sebaiknya ia mengaku memiliki orang tua yang berasal dari Kenya, lalu besar di Amerika Serikat, dan kemudian berjuang untuk berusaha menjadi presiden Republik Indonesia !"
Nasi memang sudah menjadi bubur.
Tetapi toh masih ada kabar baik. Menurut desas-desus, setelah kalah merebut kursi nomor satu Partai Demokrat, Andi Mallarangeng akan kembali menulis buku. Sambutan hangat pun segera terdengar. "Kalau isu buku itu benar, kami pantas tidak pesimis lagi terhadap masa depan profesi kami," tegas Herman "Joker" Hermawan, aktivis Asosiasi Komedian Politik Seluruh Indonesia (Akposi) dengan wajah berbinar.
"Karena kami akan merasa memiliki teman seiring dalam menghumori diri sendiri, berani menertawakan kekurangan diri sendiri atau self-deprecating, suatu kualitas kemanusiaan luhur yang nyaris hilang pada diri para penguasa dan bangsa Indonesia setelah Gus Dur meninggal dunia."
"Gesture yang langka itu pasti akan menjadi ilham untuk memperkuat tekad kami dalam membesarkan profesi langka ini di Indonesia di masa-masa mendatang. Syukur-syukur bila dengan gelar doktornya Bung Andi itu mampu mengajari kami untuk membuat lawakan-lawakan tingkat tinggi. Utamanya untuk menghumori sasaran tembak yang sulit bagi kami selama ini. Yaitu Presiden SBY, dan Anas Urbaningrum nantinya."
Buku yang dihebohkan kalangan komedian politik itu diperkirakan berjudul : Merebut Masa Depan Yang Gagal Kesampaian dan Kembali Ke Kilometer 0,0 Lagi.
Wonogiri, 27 Mei 2010
ke
Sunday, March 14, 2010
Ejek dan Tawa Dibalik Kunjungan Obama
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
“Obama Harus Jadi Humas Indonesia.”
Demikian harapan pengamat politik Anis Baswedan terkait rencana kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ke Indonesia. Kunjungan itu menurutnya, merupakan momen terpenting bagi bangsa Indonesia. Menurut Anis, pemerintah harus bisa memanfaatkan waktu kedatangan Obama ini dengan menjadikannya humas atau juru bicara bagi Indonesia.
"(Obama) harus bisa mengatakan, Indonesia memiliki potensi, ekonominya maju, kebhinekaannya dijamin. Kalau yang ngomong itu Obama, dia tentu menjadi public relation (PR) kita. Kalau kita tidak punya agenda itu, ya nanti kita malah menjadi PR-nya Obama," kata Anis Baswedan kepada para wartawan seusai menjadi pembicara Sarasehan Nasional ISNU Pra Muktamar NU ke-32 di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (13/3/2010).
Liar ! Liar ! Liar ! Humoris dan satiris terkenal Amerika Serikat Art Buchwald (1925-2007) yang tak pernah lulus SMA, punya lidah tajam mengenai humas. Ia pernah bilang, kalau dirinya tidak menjadi humoris pasti akan petugas humas. Dan itu, menurutnya, bakal tidak membahagiakan dirinya sepanjang hidupnya.
Karena, “tugas humas adalah mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin ia katakan.”
Bila Barack Obama benar-benar menjadi humasnya Indonesia, inilah sebagian hal yang kira-kira bakal ia katakan untuk memromosikan keadaan sebenarnya Indonesia, tempat ia pernah mengenyam kehidupan di masa kecilnya, kepada dunia :
Oleh-oleh dari Australia. Barack Obama dan Susilo Bambang Yudhoyono pernah saling ketemu. Tetapi kunjungan Obama ke Indonesia merupakan momentum terbaik bagi SBY untuk memulihkan citranya setelah babak-belur kena “gebuk” DPR terkait skandal Bank Century.
Jadi pertemuan itu sungguh dinanti oleh SBY. Termasuk keinginannya berbagi trik politik sebagai oleh-oleh saat ia berkunjung ke Australia, baru-baru saja. Di tanah leluhur suku Aborigin itu, begitu laporan intelijen yang bocor ke media, ternyata SBY secara khusus berlatih melempar bumerang.
Dengan spesialisasi, bagaimana melempar bumerang yang dijamin tidak akan bisa kembali lagi kepada dirinya !
Takut teror dokter. Obama akan menyatakan penyesalan karena istrinya, Michele Obama, tidak jadi ikut berkunjung ke Indonesia. Alasannya, sebagai first lady sekaligus public figure, istrinya kuatir terancam pelukan dan ciuman dari belakang secara tiba-tiba oleh dokter Rasyidin dari RSUD Labuang Baji, Sulawesi Selatan.
Modis, membangkrutkan. Pembatalan kehadiran Michele Obama diam-diam disyukuri para pebisnis tekstil dan pakaian jadi di Indonesia. Karena sosoknya sebagai ibu negara adi kuasa dan secara tidak resmi menjadi inspirasi, bahkan penentu selera banyak wanita dalam berbusana, liputan tentang Michele Obama justru mereka kuatirkan dampaknya.
Pebisnis tekstil menilai, selera berpakaian Michele Obama berpotensi menurunkan konsumsi rakyat Indonesia secara drastis terhadap produk-produk tekstil dan pakaian jadi, utamanya busana muslimah Indonesia. Karena di Amerika Serikat, Michele Obama sering tampil memakai baju tanpa lengan, bahkan pada pelbagai acara-acara resmi negara.
Protes umat. Obama dalam berpidato nanti isinya memahami aspirasi sebagian rakyat Indonesia yang menggalang kampanye melalui Facebook agar patung dirinya dipindah.
Yang semula berada di Taman Menteng, Jakarta Pusat, dan sekarang menempati lokasi baru di SDN 01 Menteng, di Jalan Besuki Nomor 4, Jakarta Pusat. Sebab, di sekolah itulah Obama kecil pernah mengenyam pendidikan sehingga patungnya akan dibuat permanen.
Tak lupa Obama akan nyeletuk bahwa patung itu berpindah ke kompleks sekolah dasar, karena ada sebagian golongan umat keberatan patung “Impian Barry” berada di taman umum. Utamanya, karena status sosok patung itu dalam keadaan belum pernah disunat.
Masa depan Gitmo. Dalam berpidato untuk merengkuh hati mayoritas negara yang penduduk muslimnya terbesar di dunia, Obama akan menegaskan sekali lagi janji kampanyenya dulu. Bahwa ia ingin menutup penjara kontroversial, Guantanamo, selama-lamanya.
“Penjara mengerikan itu akan kami sulap menjadi resor pariwisata,” katanya. Bahkan tempat itu nanti, katanya, dirancang menjadi spot istimewa bagi kalangan militer Indonesia yang diduga berat melakukan pelanggaran HAM berat sehingga mereka resmi dicekal masuk Amerika Serikat. Bahkan dicekal untuk sepanjang hidupnya.
“Kebijakan kami berubah. Mereka kelak kami terima di Guantanamo dengan sebaik-baiknya,” kata sumber terpercaya dari Gedung Putih. “Kami akan berusaha membuat mereka tidak tergiur lagi untuk kembali ke Indonesia. Sepanjang hidup mereka.”
Judul-judul lanjutannya seperti di bawah ini akan dicantumkan dalam buku Komedikus Erektus yang akan segera terbit.
Bertukar cenderamata.
Pasangan cocok.
Demagog di demokrat.
Pedagang kematian Paman Sam
Good advice for Tiger Woods.
Tarian presiden kita.
Wonogiri, 14/3/2010
Email : humorliner (at) yahoo.com
“Obama Harus Jadi Humas Indonesia.”
Demikian harapan pengamat politik Anis Baswedan terkait rencana kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ke Indonesia. Kunjungan itu menurutnya, merupakan momen terpenting bagi bangsa Indonesia. Menurut Anis, pemerintah harus bisa memanfaatkan waktu kedatangan Obama ini dengan menjadikannya humas atau juru bicara bagi Indonesia.
"(Obama) harus bisa mengatakan, Indonesia memiliki potensi, ekonominya maju, kebhinekaannya dijamin. Kalau yang ngomong itu Obama, dia tentu menjadi public relation (PR) kita. Kalau kita tidak punya agenda itu, ya nanti kita malah menjadi PR-nya Obama," kata Anis Baswedan kepada para wartawan seusai menjadi pembicara Sarasehan Nasional ISNU Pra Muktamar NU ke-32 di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (13/3/2010).
Liar ! Liar ! Liar ! Humoris dan satiris terkenal Amerika Serikat Art Buchwald (1925-2007) yang tak pernah lulus SMA, punya lidah tajam mengenai humas. Ia pernah bilang, kalau dirinya tidak menjadi humoris pasti akan petugas humas. Dan itu, menurutnya, bakal tidak membahagiakan dirinya sepanjang hidupnya.
Karena, “tugas humas adalah mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin ia katakan.”
Bila Barack Obama benar-benar menjadi humasnya Indonesia, inilah sebagian hal yang kira-kira bakal ia katakan untuk memromosikan keadaan sebenarnya Indonesia, tempat ia pernah mengenyam kehidupan di masa kecilnya, kepada dunia :
Oleh-oleh dari Australia. Barack Obama dan Susilo Bambang Yudhoyono pernah saling ketemu. Tetapi kunjungan Obama ke Indonesia merupakan momentum terbaik bagi SBY untuk memulihkan citranya setelah babak-belur kena “gebuk” DPR terkait skandal Bank Century.
Jadi pertemuan itu sungguh dinanti oleh SBY. Termasuk keinginannya berbagi trik politik sebagai oleh-oleh saat ia berkunjung ke Australia, baru-baru saja. Di tanah leluhur suku Aborigin itu, begitu laporan intelijen yang bocor ke media, ternyata SBY secara khusus berlatih melempar bumerang.
Dengan spesialisasi, bagaimana melempar bumerang yang dijamin tidak akan bisa kembali lagi kepada dirinya !
Takut teror dokter. Obama akan menyatakan penyesalan karena istrinya, Michele Obama, tidak jadi ikut berkunjung ke Indonesia. Alasannya, sebagai first lady sekaligus public figure, istrinya kuatir terancam pelukan dan ciuman dari belakang secara tiba-tiba oleh dokter Rasyidin dari RSUD Labuang Baji, Sulawesi Selatan.
Modis, membangkrutkan. Pembatalan kehadiran Michele Obama diam-diam disyukuri para pebisnis tekstil dan pakaian jadi di Indonesia. Karena sosoknya sebagai ibu negara adi kuasa dan secara tidak resmi menjadi inspirasi, bahkan penentu selera banyak wanita dalam berbusana, liputan tentang Michele Obama justru mereka kuatirkan dampaknya.
Pebisnis tekstil menilai, selera berpakaian Michele Obama berpotensi menurunkan konsumsi rakyat Indonesia secara drastis terhadap produk-produk tekstil dan pakaian jadi, utamanya busana muslimah Indonesia. Karena di Amerika Serikat, Michele Obama sering tampil memakai baju tanpa lengan, bahkan pada pelbagai acara-acara resmi negara.
Protes umat. Obama dalam berpidato nanti isinya memahami aspirasi sebagian rakyat Indonesia yang menggalang kampanye melalui Facebook agar patung dirinya dipindah.
Yang semula berada di Taman Menteng, Jakarta Pusat, dan sekarang menempati lokasi baru di SDN 01 Menteng, di Jalan Besuki Nomor 4, Jakarta Pusat. Sebab, di sekolah itulah Obama kecil pernah mengenyam pendidikan sehingga patungnya akan dibuat permanen.
Tak lupa Obama akan nyeletuk bahwa patung itu berpindah ke kompleks sekolah dasar, karena ada sebagian golongan umat keberatan patung “Impian Barry” berada di taman umum. Utamanya, karena status sosok patung itu dalam keadaan belum pernah disunat.
Masa depan Gitmo. Dalam berpidato untuk merengkuh hati mayoritas negara yang penduduk muslimnya terbesar di dunia, Obama akan menegaskan sekali lagi janji kampanyenya dulu. Bahwa ia ingin menutup penjara kontroversial, Guantanamo, selama-lamanya.
“Penjara mengerikan itu akan kami sulap menjadi resor pariwisata,” katanya. Bahkan tempat itu nanti, katanya, dirancang menjadi spot istimewa bagi kalangan militer Indonesia yang diduga berat melakukan pelanggaran HAM berat sehingga mereka resmi dicekal masuk Amerika Serikat. Bahkan dicekal untuk sepanjang hidupnya.
“Kebijakan kami berubah. Mereka kelak kami terima di Guantanamo dengan sebaik-baiknya,” kata sumber terpercaya dari Gedung Putih. “Kami akan berusaha membuat mereka tidak tergiur lagi untuk kembali ke Indonesia. Sepanjang hidup mereka.”
Judul-judul lanjutannya seperti di bawah ini akan dicantumkan dalam buku Komedikus Erektus yang akan segera terbit.
Bertukar cenderamata.
Pasangan cocok.
Demagog di demokrat.
Pedagang kematian Paman Sam
Good advice for Tiger Woods.
Tarian presiden kita.
Wonogiri, 14/3/2010
Label:
anis baswedan,
bambang haryanto,
barack obama,
bo,
humor politik,
komedikus erektus,
lelucon politik,
michele obama,
nasional demokrat,
ruhut sitompul,
satir,
sby,
susilo bambang yudhoyono
Monday, September 28, 2009
Bir Obama, Polisi Korup dan Ketegasan SBY Kita
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Polisi yang brutal. Polisi kulit putih dan profesor Harvard berkulit hitam hampir saja memicu berkobarnya sentimen rasial di Amerika Serikat.
Peristiwa itu bermula ketika Henry Louis Gates, profesor dari Universitas Harvard dibekuk oleh seorang polisi berkulit putih, Sersan James Crowley, ketika sang guru besar itu mau masuk ke rumahnya sendiri.
Aneh tapi nyata. Mengingatkan kasus yang menjadi contoh dalam bukunya Malcolm Gladwell, Blink : The Power of Thinking without Thinking (2005) : pemuda 20 tahunan, Amadou Diallo, keturunan Guinea tewas setelah digerebeg oleh empat polisi kulit putih di New York, 3 Februari 1999.
Apa kesalahan Diallo ? Tak ada. Ia hanya mencari angin segar malam itu di luar rumahnya. Malam yang membawa sial baginya, gara-gara keempat polisi yang sebenarnya tidak tergolong rasis, melakukan serial terkaan, critical misjudgment yang fatal, sehingga ia tewas.
Peristiwa ini memicu demo warga kulit hitam, termasuk akhirnya berhasil mengganti nama jalan lokasi kejadian itu. Semula adalah Wheeler Avenue dan digantikan menjadi Amadou Diallo Place. Peristiwa itu mengilhami penyanyi rock AS, Bruce Springsteen menciptakan lagu berjudul “41 Shots” yang dalam refrennya tergurat lirik : “You can get killed just for living in your American skin.”
Bir perdamaian. Kembali ke masalah Gates versus Crowley. Kasusnya semakin memanas ketika Presiden Obama ikut berkomentar atas kejadian itu. Ia mengecam tindakan polisi yang gegabah. Langsung saja, komedian AS pun lalu ramai mengomentari peristiwa yang substansinya masih peka dalam sanubari rakyat Amerika.
Misalnya Bill Maher. “Maling macam apa yang hendak membobol rumah sambil membawa bagasi ? Itulah hal yang saya ingin tahu,” katanya. “Dan petugas polisi itu, Sersan Crowley bilang, bahwa Henry Louis Gate mengancam. Dan mengancam itu, yang ia maksud adalah : seorang berkulit hitam yang berpendidikan.”
Isu rasial lalu agak mereda ketika Presiden Obama mengambil prakarsa lanjutan, dengan mempertemukan keduanya, untuk mengobrol sambil minum bir di Gedung Putih (foto). Para komedian ribut lagi.
Komedian Conan O'Brien berkata bahwa dalam pertemuan perdamaian itu Obama menyuguhkan bir buatan Budweiser. Ledeknya kemudian : “Untuk mendorong semangat harmoni ras, pabrik bir Budweiser telah merubah julukannya. Dari semula King of Beers menjadi Martin Luther King of Beers.”
Lelucon tentang bir itu lalu menyikut sana-sini. Kali ini menyodok ingatan rakyat AS terkait peristiwa ketika George W. Bush yang pernah tersedak saat makan kue pretzel, seperti diungkap lagi oleh Conan O’Brien :
“Sungguh mengesankan, Presiden Obama menyuguhi Profesor Gates dan Sersan Crowley minuman bir dan pretzel. Pretzel. Ya, inilah saat kali pertama pretzel disuguhkan di Gedung Putih sejak kue itu menyerang Presiden Bush. Anda masih ingat, bukan ?.”
David Letterman menimpali : “Presiden Obama bukan satu-satunya presiden yang menikmati bir sesekali waktu. Bill Clinton juga. Menurut cerita, Bill Clinton masuk bar dan memesan segelas bir dingin. Lalu apa jawab sang pelayan ? ‘Oh, pulanglah, dan temui Hillary saja.’”
Andy Borowitz di kolomnya edisi 28/7/2009, ikut bergunjing bahwa hari minum-minum bir itu sebaiknya didaulat sebagai hari libur baru : Hari Minum Bir Bersama Seseorang Yang Anda Tangkap.
Untuk menjelaskan momen itu, Obama seperti direka-reka secara jenaka oleh Andy Borowitz, konon telah berkata kepada para wartawan : “Ketika kemarahan sedikit memuncak, maka akan selalu ada penolong agar seseorang mampu berpikir lebih rasional : bir.”
Presiden Obama berharap bahwa proklamasinya itu akan menggiring terselenggaranya pesta di seantero negeri yang melibatkan polisi dan orang-orang tidak bersalah yang baru saja mereka tangkap.
Lain di AS, lain di Indonesia. Pesta bir perdamaian di Gedung Putih itu mungkin sama sekali tidak pernah terdengar oleh telinga Presiden SBY. Bila saja ia mendengar, siapa tahu, Presiden SBY akan meneladani sikap Obama itu. Apalagi SBY yang temperamen budaya Jawanya masih kental dalam menjaga harmoni, sehingga mengesankan sebagai peragu, diharapkan mampu berlaku bijak dengan mengundang para petinggi Polisi dan KPK untuk bertemu dan minum-minum bersama.
Untuk mendamaikan konflik cicak melawan buaya.
Tetapi yang terpenting adalah menunjukkan ketegasan SBY di momen krusial ini. Dan bukan seolah tutup mata dan tutup telinga terhadap berubah-ubahnya sangkaan yang terkesan artifisial, seperti yang diajukan oleh polisi terhadap kedua pimpinan KPK yang mereka seret ke ranah hukum itu selama ini.
Ketegasan SBY kini disorot oleh nurani hukum bangsa ini. Saatnya ia menentukan secara jernih fihak mana yang menjadi biang kerok pengganjal angin perubahan aksi pemberantasan korupsi di negeri sarang para koruptor ini. Lalu dengan kuasanya, melakukan kebijakan untuk menghukum mereka yang sebenarnya bertindak korup. Tanpa pandang bulu !
Wonogiri, 28/9/2009
ke
Email : humorliner (at) yahoo.com
Polisi yang brutal. Polisi kulit putih dan profesor Harvard berkulit hitam hampir saja memicu berkobarnya sentimen rasial di Amerika Serikat.
Peristiwa itu bermula ketika Henry Louis Gates, profesor dari Universitas Harvard dibekuk oleh seorang polisi berkulit putih, Sersan James Crowley, ketika sang guru besar itu mau masuk ke rumahnya sendiri.
Aneh tapi nyata. Mengingatkan kasus yang menjadi contoh dalam bukunya Malcolm Gladwell, Blink : The Power of Thinking without Thinking (2005) : pemuda 20 tahunan, Amadou Diallo, keturunan Guinea tewas setelah digerebeg oleh empat polisi kulit putih di New York, 3 Februari 1999.
Apa kesalahan Diallo ? Tak ada. Ia hanya mencari angin segar malam itu di luar rumahnya. Malam yang membawa sial baginya, gara-gara keempat polisi yang sebenarnya tidak tergolong rasis, melakukan serial terkaan, critical misjudgment yang fatal, sehingga ia tewas.
Peristiwa ini memicu demo warga kulit hitam, termasuk akhirnya berhasil mengganti nama jalan lokasi kejadian itu. Semula adalah Wheeler Avenue dan digantikan menjadi Amadou Diallo Place. Peristiwa itu mengilhami penyanyi rock AS, Bruce Springsteen menciptakan lagu berjudul “41 Shots” yang dalam refrennya tergurat lirik : “You can get killed just for living in your American skin.”
Bir perdamaian. Kembali ke masalah Gates versus Crowley. Kasusnya semakin memanas ketika Presiden Obama ikut berkomentar atas kejadian itu. Ia mengecam tindakan polisi yang gegabah. Langsung saja, komedian AS pun lalu ramai mengomentari peristiwa yang substansinya masih peka dalam sanubari rakyat Amerika.
Misalnya Bill Maher. “Maling macam apa yang hendak membobol rumah sambil membawa bagasi ? Itulah hal yang saya ingin tahu,” katanya. “Dan petugas polisi itu, Sersan Crowley bilang, bahwa Henry Louis Gate mengancam. Dan mengancam itu, yang ia maksud adalah : seorang berkulit hitam yang berpendidikan.”
Isu rasial lalu agak mereda ketika Presiden Obama mengambil prakarsa lanjutan, dengan mempertemukan keduanya, untuk mengobrol sambil minum bir di Gedung Putih (foto). Para komedian ribut lagi.
Komedian Conan O'Brien berkata bahwa dalam pertemuan perdamaian itu Obama menyuguhkan bir buatan Budweiser. Ledeknya kemudian : “Untuk mendorong semangat harmoni ras, pabrik bir Budweiser telah merubah julukannya. Dari semula King of Beers menjadi Martin Luther King of Beers.”
Lelucon tentang bir itu lalu menyikut sana-sini. Kali ini menyodok ingatan rakyat AS terkait peristiwa ketika George W. Bush yang pernah tersedak saat makan kue pretzel, seperti diungkap lagi oleh Conan O’Brien :
“Sungguh mengesankan, Presiden Obama menyuguhi Profesor Gates dan Sersan Crowley minuman bir dan pretzel. Pretzel. Ya, inilah saat kali pertama pretzel disuguhkan di Gedung Putih sejak kue itu menyerang Presiden Bush. Anda masih ingat, bukan ?.”
David Letterman menimpali : “Presiden Obama bukan satu-satunya presiden yang menikmati bir sesekali waktu. Bill Clinton juga. Menurut cerita, Bill Clinton masuk bar dan memesan segelas bir dingin. Lalu apa jawab sang pelayan ? ‘Oh, pulanglah, dan temui Hillary saja.’”
Andy Borowitz di kolomnya edisi 28/7/2009, ikut bergunjing bahwa hari minum-minum bir itu sebaiknya didaulat sebagai hari libur baru : Hari Minum Bir Bersama Seseorang Yang Anda Tangkap.
Untuk menjelaskan momen itu, Obama seperti direka-reka secara jenaka oleh Andy Borowitz, konon telah berkata kepada para wartawan : “Ketika kemarahan sedikit memuncak, maka akan selalu ada penolong agar seseorang mampu berpikir lebih rasional : bir.”
Presiden Obama berharap bahwa proklamasinya itu akan menggiring terselenggaranya pesta di seantero negeri yang melibatkan polisi dan orang-orang tidak bersalah yang baru saja mereka tangkap.
Lain di AS, lain di Indonesia. Pesta bir perdamaian di Gedung Putih itu mungkin sama sekali tidak pernah terdengar oleh telinga Presiden SBY. Bila saja ia mendengar, siapa tahu, Presiden SBY akan meneladani sikap Obama itu. Apalagi SBY yang temperamen budaya Jawanya masih kental dalam menjaga harmoni, sehingga mengesankan sebagai peragu, diharapkan mampu berlaku bijak dengan mengundang para petinggi Polisi dan KPK untuk bertemu dan minum-minum bersama.
Untuk mendamaikan konflik cicak melawan buaya.
Tetapi yang terpenting adalah menunjukkan ketegasan SBY di momen krusial ini. Dan bukan seolah tutup mata dan tutup telinga terhadap berubah-ubahnya sangkaan yang terkesan artifisial, seperti yang diajukan oleh polisi terhadap kedua pimpinan KPK yang mereka seret ke ranah hukum itu selama ini.
Ketegasan SBY kini disorot oleh nurani hukum bangsa ini. Saatnya ia menentukan secara jernih fihak mana yang menjadi biang kerok pengganjal angin perubahan aksi pemberantasan korupsi di negeri sarang para koruptor ini. Lalu dengan kuasanya, melakukan kebijakan untuk menghukum mereka yang sebenarnya bertindak korup. Tanpa pandang bulu !
Wonogiri, 28/9/2009
ke
Label:
bambang haryanto,
barack obama,
blink,
cicak melawan buaya,
henry louis gates,
james crowley,
komedian,
kpk,
malcolm gladwell,
negeri koruptor,
pemberantasan korupsi,
peragu,
polisi,
satir,
sby
Wednesday, July 08, 2009
Pilpres 2009, Tirai Akhir Karier Politik Mega !
And now, the end is near
And so I face the final curtain
Frank Sinatra, “My Way.”
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Dilema kita semua. “Ketika saya memasuki bilik suara,” demikian kata kartunis Amerika Serikat, Mike Peters, sebagaimana dikutip koran Wall Street Journal 20/1/1993, “apakah saya harus memilih seseorang yang terbaik untuk menjabat sebagai presiden ?
Ataukah memilih seember belangkrah yang membuat hidup saya sebagai kartunis menjadi lebih makmur dan indah ?”
Dilema di atas, tabrakan kepentingan antara pilihan untuk bangsa atau untuk motif keuntungan pribadi, apakah juga menghantui isi kepala warga komunitas komedi di Indonesia saat berlangsung Pilpres 2009 ini ? Saya tidak tahu. Tetapi dari hasil perhitungan cepat yang menunjukkan kemenangan SBY-Boediono, seharusnya warga komunitas komedi Indonesia berduka.
Karena kemenangannya itu membuat panggung politik Indonesia serasa kehilangan sosok yang lebih warna-warni, yang selama ini nampak potensial dijadikan sebagai sasaran tembak kaum komedian. Dunia komedi masa depan Indonesia akan merasa kehilangan Megawati, Prabowo, Jusuf Kalla dan juga Wiranto. Apa pasal ?
Megawati, misalnya. Di situs Huffingtonpost.com (7/7/2009) ia menjadi sasaran pendapat “yudzz88” yang berbunyi : ”A vote for Megawati is a vote for Sarah Palin and Pauline Hanson.”
Anda tahu Sarah Palin ?
Juga si rambut merah, Pauline Hanson, tokoh ultranasionalis dari Australia ?
Bulan-bulanan komedian. Sarah Palin adalah Gubernur Alaska, AS. Ia calon wakil presiden yang mendampingi calon presiden John McCain dari kubu Partai Republik dalam Pilpres AS 2008. Palin terkenal sebagai objek ejekan karena antara lain pernah bilang dari depan rumahnya ia bisa melihat Rusia.
Tak ayal ketika saat ini Presiden Obama sedang berada di Rusia, komedian David Letterman (“musuh bebuyutan Sarah Palin”) meluncurkan tembakan : “Presiden Obama sedang di Rusia. Dan kita tahu hal itu karena Sarah Palin berkata ia dapat melihat Obama dari rumahnya.”
Komedian Conan O'Brien ikut menimpali : "Presiden Obama saat ini berada di Rusia. Obama pergi ke sini sebab dari Rusia Anda benar-benar dapat melihat Sarah Palin sedang mengemasi barang-barang untuk segera keluar dari kantornya di Alaska."
Sarah Palin, memang bikin kejutan baru-baru saja ini. Ia mengundurkan diri sebagai gubernur Alaska, konon mempersiapkan diri sebagai capres 2012. Kontan komedian Andy Borowitz pun menulis dalam kolom fake news-nya yang terkenal, The Andy Borowitz Report :
“Begitu Sarah Palin mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya, komedian (AS) dari pantai barat sampai timur berjajar apel siaga membawa lilin sebagai tanda berduka yang oleh seseorang komedian disebut sebagai a devastating loss, kehilangan yang teramat besar sekali.”
“Mengatakan bahwa kami patah hati merupakan pernyataan yang sangat merendahkan,” timpal Shecky Sheinbaum, komedian dari klub komedi Laugh Hut di Cincinnati. “Saya seperti ayam yang melintas di jalan, lalu terlindas truk sebelum saya sampai ke seberang.”
Pernyataan Sheinbaum itu mengulang kata banyak komedian AS bahwa, “dunia komedi kehilangan salah satu sasaran terbesarnya. Kita akan mengalami masa-masa susah dalam jangka waktu lama. Pertama, kita kehilangan Michael Jackson, sekarang dia.”
Selamat jalan, Mega. Indonesia kini juga kehilangan. Kehilangan Megawati Sukarnoputri. Dalam Pilpres 2009, ia hanya nampak dominan di Bali dengan warna merahnya. Tetapi pada sebagian besar propinsi di Indonesia lainnya, warna biru, warna pasangan SBY-Boediono ibaratnya sebagai landslide yang mengubur para pesaingnya.
Kita saksikan misalnya, Jusuf Kalla di propinsi asalnya, Sulawesi Selatan, tidak juga unggul mutlak atas SBY-Boediono. Silent revolution a la SBY benar-benar meruyak ke seluruh Indonesia. Termasuk Nanggroe Aceh Darussalam yang semula diperkirakan menjadi pendulang suara bagi JK, tokoh yang gencar mengklaim sebagai pemrakarsa utama perdamaian di Aceh. Tetapi rakyat Aceh rupanya melihat adanya sosok Wiranto yang mantan jenderal sebagai mitra JK, membuat rakyat Serambi Mekah itu lebih memilih SBY-Boediono.
Mari kita bersangka baik untuk masa depan mereka-mereka yang kalah. Megawati, seperti lirik awal lagu kesayangannya, My Way-nya Frank Sinatra, harus legawa bahwa era tutup layar sekarang ini benar-benar menjadi kenyataan dalam karier politiknya. Selamat jalan, Mega.
PDIP harus segera mencari tokoh baru. Juga memakai gaya dan bahasa yang baru pula. Slogan pro-rakyat sampai pakaian mitranya Prabowo yang bergaya mentah-mentah mengimitasi ayahnya Soekarno, hanya menjadi sebuah relik yang tidak menjual lagi di era blog dan Facebook seperti saat ini.
Mau atau tidak mau, PDIP harus berubah. Karena rakyat Indonesia telah memutuskannya. Ketegaran Mega ketika kalah di Pilpres 2004, yang tetap kuat mendorongnya untuk berjuang tetapi tetap kalah lagi di tahun 2009 ini, sudah saatnya berubah menjadi sikap kenegarawanan yang sejati.
Menjadi lebih arif sebagai guru bangsa. Mega yang pernah juga menyatakan diri sebagai humoris, kini tiba saatnya pula untuk lebih terbuka sebagai manusia. Sering-seringlah kini melakukan self-deprecating, legawa untuk menertawai kekurangan dirinya. Insya Allah, humor akan mampu menyembuhkan lukanya, juga luka-luka pengikut fanatiknya yang kecewa.
Bagasi masa lalu. Majalah asing pernah menulis, sebelum momen reformasi meletus, dikabarkan bahwa Mega gemar belajar bahasa Spanyol secara otodidak. Ia bercita-cita merangkul bangsa Amerika Latin. Sementara dalam kajian psikografi, ia digambarkan tidak punya daya tahan lama untuk berpikir hal-hal yang rumit. Sumber lain lagi mengatakan, ia hanya suka menonton film-film kartun. Mungkin film kartun berbahasa Spanyol ?
Tes kita : menyambut perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-64 mendatang, 17 Agustus 2009, apakah Mega tetap tidak akan hadir di Istana Negara seperti ketika SBY memerintah selama ini ? Jangan keburu menvonis ketidakhadiran Mega itu sebagai cerminan sikap kenegarawanan yang rendah. Mungkin saja, mungkin, di hari itu di televisi sedang ditayangkan film-film kartun Spanyol favoritnya.
Kembali kepada Mike Peters, sosok kartunis AS dalam awal tulisan ini. Mungkin kita bisa memberinya nasehat : bila saja ia warga negara Indonesia dan ingin karier kartunisnya makmur dan indah, di bilik suara nampaknya Mike Peters cenderung mencontreng untuk Mega.
Nampaknya lagi, ia tidak sendirian. Karena sebagian pelaku dunia seni Indonesia juga melakukan hal yang sama. Misalnya, mungkin saja Butet Kertaradjasa, Rendra, bekas pelawak kini jadi politisi PDIP Miing dan artis-aktivis yang juga berubah jadi politisi, Rieke Dyah Pitaloka. Ternyata merujuk pada hasil perhitungan cepat, pilihan mereka salah. Mereka kalah.
Tetapi kekalahan itu justru membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi ? Semoga. Lima tahun mendatang. Semoga. Antara lain, utamanya, karena sosok-sosok yang membawa sisa-sisa bagasi besar berisi kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu kini berpeluang tidak wira-wiri lagi di panggung politik Indonesia. Syukurlah, rupanya rakyat Indonesia tidak lupa, walau segencar apa pun bujukan dalam keindahan patriotisme pada bungkus iklan-iklan mereka.
Walau pun demikian, pekerjaan rumah kita masih banyak. Termasuk bagi kaum komedian Indonesia. Mereka mau tak mau harus terus mengasah pisau humornya untuk lebih tajam dan lebih intelektual lagi.
Pasalnya, sosok SBY-Boediono yang kelihatan santun itu, relatif lebih susah untuk dijadikan sebagai sasaran tembak olok-olokan kita. Apalagi dalam masa pengabdiannya SBY yang terakhir, ia tidak bisa maju lagi di tahun 2014, godaan bagi diri dan keluarganya untuk menjadi tiran sangat besar sekali !
Komedian Indonesia, rakyat Indonesia, mulai panaskan lagi mesin-mesin kritismu !
Wonogiri, 8-9/7/2009
ke
And so I face the final curtain
Frank Sinatra, “My Way.”
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Dilema kita semua. “Ketika saya memasuki bilik suara,” demikian kata kartunis Amerika Serikat, Mike Peters, sebagaimana dikutip koran Wall Street Journal 20/1/1993, “apakah saya harus memilih seseorang yang terbaik untuk menjabat sebagai presiden ?
Ataukah memilih seember belangkrah yang membuat hidup saya sebagai kartunis menjadi lebih makmur dan indah ?”
Dilema di atas, tabrakan kepentingan antara pilihan untuk bangsa atau untuk motif keuntungan pribadi, apakah juga menghantui isi kepala warga komunitas komedi di Indonesia saat berlangsung Pilpres 2009 ini ? Saya tidak tahu. Tetapi dari hasil perhitungan cepat yang menunjukkan kemenangan SBY-Boediono, seharusnya warga komunitas komedi Indonesia berduka.
Karena kemenangannya itu membuat panggung politik Indonesia serasa kehilangan sosok yang lebih warna-warni, yang selama ini nampak potensial dijadikan sebagai sasaran tembak kaum komedian. Dunia komedi masa depan Indonesia akan merasa kehilangan Megawati, Prabowo, Jusuf Kalla dan juga Wiranto. Apa pasal ?
Megawati, misalnya. Di situs Huffingtonpost.com (7/7/2009) ia menjadi sasaran pendapat “yudzz88” yang berbunyi : ”A vote for Megawati is a vote for Sarah Palin and Pauline Hanson.”
Anda tahu Sarah Palin ?
Juga si rambut merah, Pauline Hanson, tokoh ultranasionalis dari Australia ?
Bulan-bulanan komedian. Sarah Palin adalah Gubernur Alaska, AS. Ia calon wakil presiden yang mendampingi calon presiden John McCain dari kubu Partai Republik dalam Pilpres AS 2008. Palin terkenal sebagai objek ejekan karena antara lain pernah bilang dari depan rumahnya ia bisa melihat Rusia.
Tak ayal ketika saat ini Presiden Obama sedang berada di Rusia, komedian David Letterman (“musuh bebuyutan Sarah Palin”) meluncurkan tembakan : “Presiden Obama sedang di Rusia. Dan kita tahu hal itu karena Sarah Palin berkata ia dapat melihat Obama dari rumahnya.”
Komedian Conan O'Brien ikut menimpali : "Presiden Obama saat ini berada di Rusia. Obama pergi ke sini sebab dari Rusia Anda benar-benar dapat melihat Sarah Palin sedang mengemasi barang-barang untuk segera keluar dari kantornya di Alaska."
Sarah Palin, memang bikin kejutan baru-baru saja ini. Ia mengundurkan diri sebagai gubernur Alaska, konon mempersiapkan diri sebagai capres 2012. Kontan komedian Andy Borowitz pun menulis dalam kolom fake news-nya yang terkenal, The Andy Borowitz Report :
“Begitu Sarah Palin mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya, komedian (AS) dari pantai barat sampai timur berjajar apel siaga membawa lilin sebagai tanda berduka yang oleh seseorang komedian disebut sebagai a devastating loss, kehilangan yang teramat besar sekali.”
“Mengatakan bahwa kami patah hati merupakan pernyataan yang sangat merendahkan,” timpal Shecky Sheinbaum, komedian dari klub komedi Laugh Hut di Cincinnati. “Saya seperti ayam yang melintas di jalan, lalu terlindas truk sebelum saya sampai ke seberang.”
Pernyataan Sheinbaum itu mengulang kata banyak komedian AS bahwa, “dunia komedi kehilangan salah satu sasaran terbesarnya. Kita akan mengalami masa-masa susah dalam jangka waktu lama. Pertama, kita kehilangan Michael Jackson, sekarang dia.”
Selamat jalan, Mega. Indonesia kini juga kehilangan. Kehilangan Megawati Sukarnoputri. Dalam Pilpres 2009, ia hanya nampak dominan di Bali dengan warna merahnya. Tetapi pada sebagian besar propinsi di Indonesia lainnya, warna biru, warna pasangan SBY-Boediono ibaratnya sebagai landslide yang mengubur para pesaingnya.
Kita saksikan misalnya, Jusuf Kalla di propinsi asalnya, Sulawesi Selatan, tidak juga unggul mutlak atas SBY-Boediono. Silent revolution a la SBY benar-benar meruyak ke seluruh Indonesia. Termasuk Nanggroe Aceh Darussalam yang semula diperkirakan menjadi pendulang suara bagi JK, tokoh yang gencar mengklaim sebagai pemrakarsa utama perdamaian di Aceh. Tetapi rakyat Aceh rupanya melihat adanya sosok Wiranto yang mantan jenderal sebagai mitra JK, membuat rakyat Serambi Mekah itu lebih memilih SBY-Boediono.
Mari kita bersangka baik untuk masa depan mereka-mereka yang kalah. Megawati, seperti lirik awal lagu kesayangannya, My Way-nya Frank Sinatra, harus legawa bahwa era tutup layar sekarang ini benar-benar menjadi kenyataan dalam karier politiknya. Selamat jalan, Mega.
PDIP harus segera mencari tokoh baru. Juga memakai gaya dan bahasa yang baru pula. Slogan pro-rakyat sampai pakaian mitranya Prabowo yang bergaya mentah-mentah mengimitasi ayahnya Soekarno, hanya menjadi sebuah relik yang tidak menjual lagi di era blog dan Facebook seperti saat ini.
Mau atau tidak mau, PDIP harus berubah. Karena rakyat Indonesia telah memutuskannya. Ketegaran Mega ketika kalah di Pilpres 2004, yang tetap kuat mendorongnya untuk berjuang tetapi tetap kalah lagi di tahun 2009 ini, sudah saatnya berubah menjadi sikap kenegarawanan yang sejati.
Menjadi lebih arif sebagai guru bangsa. Mega yang pernah juga menyatakan diri sebagai humoris, kini tiba saatnya pula untuk lebih terbuka sebagai manusia. Sering-seringlah kini melakukan self-deprecating, legawa untuk menertawai kekurangan dirinya. Insya Allah, humor akan mampu menyembuhkan lukanya, juga luka-luka pengikut fanatiknya yang kecewa.
Bagasi masa lalu. Majalah asing pernah menulis, sebelum momen reformasi meletus, dikabarkan bahwa Mega gemar belajar bahasa Spanyol secara otodidak. Ia bercita-cita merangkul bangsa Amerika Latin. Sementara dalam kajian psikografi, ia digambarkan tidak punya daya tahan lama untuk berpikir hal-hal yang rumit. Sumber lain lagi mengatakan, ia hanya suka menonton film-film kartun. Mungkin film kartun berbahasa Spanyol ?
Tes kita : menyambut perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-64 mendatang, 17 Agustus 2009, apakah Mega tetap tidak akan hadir di Istana Negara seperti ketika SBY memerintah selama ini ? Jangan keburu menvonis ketidakhadiran Mega itu sebagai cerminan sikap kenegarawanan yang rendah. Mungkin saja, mungkin, di hari itu di televisi sedang ditayangkan film-film kartun Spanyol favoritnya.
Kembali kepada Mike Peters, sosok kartunis AS dalam awal tulisan ini. Mungkin kita bisa memberinya nasehat : bila saja ia warga negara Indonesia dan ingin karier kartunisnya makmur dan indah, di bilik suara nampaknya Mike Peters cenderung mencontreng untuk Mega.
Nampaknya lagi, ia tidak sendirian. Karena sebagian pelaku dunia seni Indonesia juga melakukan hal yang sama. Misalnya, mungkin saja Butet Kertaradjasa, Rendra, bekas pelawak kini jadi politisi PDIP Miing dan artis-aktivis yang juga berubah jadi politisi, Rieke Dyah Pitaloka. Ternyata merujuk pada hasil perhitungan cepat, pilihan mereka salah. Mereka kalah.
Tetapi kekalahan itu justru membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi ? Semoga. Lima tahun mendatang. Semoga. Antara lain, utamanya, karena sosok-sosok yang membawa sisa-sisa bagasi besar berisi kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu kini berpeluang tidak wira-wiri lagi di panggung politik Indonesia. Syukurlah, rupanya rakyat Indonesia tidak lupa, walau segencar apa pun bujukan dalam keindahan patriotisme pada bungkus iklan-iklan mereka.
Walau pun demikian, pekerjaan rumah kita masih banyak. Termasuk bagi kaum komedian Indonesia. Mereka mau tak mau harus terus mengasah pisau humornya untuk lebih tajam dan lebih intelektual lagi.
Pasalnya, sosok SBY-Boediono yang kelihatan santun itu, relatif lebih susah untuk dijadikan sebagai sasaran tembak olok-olokan kita. Apalagi dalam masa pengabdiannya SBY yang terakhir, ia tidak bisa maju lagi di tahun 2014, godaan bagi diri dan keluarganya untuk menjadi tiran sangat besar sekali !
Komedian Indonesia, rakyat Indonesia, mulai panaskan lagi mesin-mesin kritismu !
Wonogiri, 8-9/7/2009
ke
Thursday, July 02, 2009
Pilpres 2009 : The Good, The Bad and The Ugly
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Politik goblog dan degil. Anda kenal nama Jimmy Wales ? Tidak ? Saya maklum. Tetapi Anda mengenal Wikipedia ?
Jimmy Wales adalah penemu ensiklopedia dunia maya, Wikipedia tersebut. “Saya bukan orang yang cakap dan orang yang mampu menjelaskan mengapa Wikipedia itu berhasil. Para kontributor Wikipedia itulah yang mengetahui,” katanya kepada Ethan Zuckerman dengan rendah hati.
Jimmy Wales kemudian melontarkan gagasan revolusioner berikutnya. Ia berambisi memperbaiki kehidupan politik. Kembali, memakai metode wiki juga. Mungkin ide ini ide edan, tetapi Ethan Zuckerman berpendapat bahwa Jimmy Wales telah jitu dalam membidik problem utama dalam perpolitikan selama ini, yaitu tentang bagaimana warganegara memperoleh informasi mengenai beragam isu dan tentang para kandidat.
“Media broadcast (selama ini) membawa kita ke politik broadcast. Secara gampangan dan terus terang tentangnya, baik itu kubu kanan atau kiri, kubu konservatif atau liberal, politik broadcast itu dungu, goblog dan degil Broadcast politics are dumb,dumb, dumb !,” tegas Jimmy Wales. [Untuk info lebih lanjut tentang isu krusial ini silakan klik disini].
Menjaga harmoni. Saya tidak tahu apa juga demikian pendapatnya tentang lima seri debat capres-cawapres di Indonesia di Pilpres 2009 ini. Tetapi yang paling banyak menyeruak adalah keluhan betapa audiens tidak memperoleh pembeda yang jelas dan tajam dari pembeberan visi-misi antara satu kandidat dengan kandidat lainnya.
Rekan-rekan sesama bangsa Indonesia, itulah Indonesia kita. Simak analisis Freek Colombijn, antropolog lulusan Leiden, mantan pemain Harlemsche Football Club Belanda, yang menarik ketika mengungkap jati diri bangsa kita, walau dalam hal ini terkait dengan sepakbola.
Dalam artikel berjudul "View from the Periphery : Football in Indonesia" dalam buku Garry Armstrong dan Richard Giulianotti (ed.), Football Cultures and Identities (1999), ia memakai pisau bedah dari perspektif budaya dan politik untuk menggarisbawahi keterpurukan prestasi sepakbola Indonesia sebagai akibat masih meruyaknya budaya kekerasan dan belum kokohnya budaya demokrasi di negeri ini.
Ditilik dari kajian budaya, Indonesia kuat dipengaruhi budaya suku mayoritas, Jawa. Budaya Jawa memiliki pandangan ketat mengenai pentingnya keselarasan. Perasaan yang terinternalisasi secara mendalam dalam jiwa orang Jawa adalah kepekaan untuk tidak dipermalukan di muka umum. Perasaan demikian memupuk konformitas, pengendalian tingkah laku dan menjaga ketat harmoni sosial. Konflik yang terjadi diredam sekuat tenaga.
Reaksi normal setiap orang Jawa dalam menanggapi konflik adalah penghindaran, wegah rame, dan mediasi oleh fihak ketiga. Apabila meletus konflik, terutama ketika saling ejek dan saling hina terjadi, maka yang muncul adalah perasaan malu dan kehilangan muka. Para kandidat itu rupanya tidak tega untuk sampai ke tahap konflik semacam ini. Sehingga tak ayal kepala berita di media massa nasional tentang peristiwa di televisi itu sebagai “debat tanpa perdebatan.”
Film koboi. Rekan-rekan bangsa Indonesia, ijinkanlah saya membantu. Kalau Anda belum mampu menjatuhkan pilihan untuk kandidat yang tertentu, ikutilah akal sehat atau naluri dasar Anda.
Untuk calon wakil presiden, simak rekam jejak mereka terkait dengan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian pilihlah mereka sesuai judul film koboi Clint Eastwood yang terkenal itu : the good, the bad, and the ugly.
Untuk calon presiden, Anda bebas memilih : apakah kandidat yang lelaki, atau yang perempuan, atau yang banci !
Pilpres satu putaran. Untuk menghemat biaya, juga agar pemerintahan yang terpilih segera bekerja, kubu SBY-Boediono gencar mengembuskan wacana agar Pilpres 2009 dapat berlangsung dalam satu putaran. “Apakah kampanye semacam itu mencerminkan sikap seseorang yang menjunjung tinggi demokrasi ?,” demikian serang kubu Jusuf Kalla-Wiranto. Siapa yang benar ?
Sesudah tangggal 8 Juli 2009 kita baru akan memperoleh bukti. Tetapi merasa memperoleh inspirasi yang kuat dari apa yang terjadi di Iran, kubu incumbent terus menggencarkan isu pilpres satu putaran. Bahkan seperti ujar komedian David Letterman bahwa Mahmoud Ahmadinejad telah mengaku menang besar dengan perolehan suara hingga 148 persen, kubu SBY-Boediono juga berkeyakinan serupa.
Kunci untuk meraih sukses spektakuler itu dengan memacu keras kinerja partai koalisi sayap kanannya, yaitu PKS. Apalagi sebelumnya ucapan salah satu pimpinan PKS yang mempersoalkan istri capres-cawapres yang mereka dukung tidak mengenakan jilbab, dianggap melemahkan kinerja mesin politik partai yang gemar tampil mengusung warna putih-putih itu. Kini dukungan dari PKS harus dimaksimalkan.
Tim sukses SBY-Boediono yang terkenal dengan aksi silent revolution itu segera bergerak diam-diam. Mereka embuskan isu ke seluruh jajaran anggota partai PKS, bahwa agar warga PKS sepenuh hati mendukung sukses pilpres satu putaran untuk kemenangan SBY-Boediono, dikabarkan SBY telah mengganti namanya dengan SBYA. Susilo Bambang Yudhoyono Ahmadinejad.
Inspirasi Michael Jackson. Apakah penyanyi legendaris MJ yang konon berganti nama menjadi Mikhail itu akan dimakamkan secara Islam ? Di Neverland ? Apakah hal itu juga tertulis dalam surat wasiatnya, selain ia menyebut-nyebut nama penyanyi Diana Ross yang ia pilih untuk membesarkan ketiga anaknya bila ibunya tidak sanggup mengasuhnya ?
Bila Anda penasaran, ikutilah terus program Larry King Live di CNN. Termasuk berita mengenai tiga album lagu-lagu lama MJ yang melonjak, dan kini menempati peringkat teratas. Album-album itu menggusur album Black Eyed Peas yang semula nangkring di tangga Billboard yang pertama.
MJ memang fenomenal. Kemasyhurannya yang meroket bahkan ketika ia meninggal dunia telah menjadi inspirasi kubu JK-Wiranto dalam menggebrak kampanye mereka di tahap akhir ini. Wiranto yang pandai menyanyi nampak menggembleng keras agar JK segera pula pintar menyanyi. Mereka berencana mengeluarkan album yang akan diputar selama minggu tenang nanti.
Judul albumnya :”Relakan MJ Pergi.Sambut Kini MJK Sebagai Pengganti.”
SBY Presidenkuuuuu.. “Lagu-lagu pop manis, sweet song, sesuai dengan gaya politik Partai Demokrat,” demikian kata SBY di depan pendukungnya di tahun 2007 ketika berkonsolidasi menuju Pilpres 2009.
Itulah sekelumit catatan wartawan Kompas, Wisnu Nugroho, yang sejak lama mengikuti aktivitas sehari-hari presiden SBS dalam blognya. Lanjutnya, bahwa “gaya politik pak BY dan demokrat adalah gaya politik yang manis seperti lagu-lagu pop manis kegemaran Pak BY..Karena itu, jarang mendapati pernyataan-pernyataan bersifat menyerang atau provokatif dari pak BY atau Partai Demokrat kepada lawan politik atau kompetitornya.”
Terima kasih, Mas Inu. Berdasar rujukan itu, apakah lagu “manis” yang aslinya merupakan jingle iklan mi instan dan lalu dipakai untuk kampanye di televisi itu, sebenarnya merupakan ide dan pilihan SBY pribadi ? Anda silakan menebak.
Tetapi menurut Kompas, penggagas ide lagu mi instan itu adalah Choel Mallarangeng. Ia yang termuda di antara tiga sosok Mallarangeng yang pimpinan FoxIndonesia, biro jasa penanggung jawab kampanye kubu SBY-Boediono.
Iklan itu konon berdampak luar biasa. Presiden Obama dikabarkan meminta bantuan FoxIndonesia untuk mengarang lagu guna kampanyenya pada tahun 2013 mendatang. Presiden Iran yang baru-baru ini terpilih kembali secara kontroversial, Mahmoud Ahmadinejad, merencanakan juga meminta lagu darinya untuk senjata memenangkan pilpresnya yang ketiga.
Konon kubu Choel Mallarangeng segera bergerak cepat. Ia dikabarkan segera memperoleh lisensi dari Sony Corporation untuk menggunakan lagunya Michael Jackson. Isi lirik lagu itu akan digunakan sebagai ilham bagi polisi dan anggota milisi garda revolusi dalam membubarkan aksi kubu reformis yang berunjuk rasa :
But my friend, you have seen nothin'
just wait 'til I get through...
Because I'm bad, I'm bad, come on
You know I'm bad, I'm bad, you know it
You know I'm bad, I'm bad, come on, you know
Sementara itu kalangan lobi bisnis gandum internasional, International Wheat Flour Consortium (IWC) yang berbasis di Brussel, menganugerahi bintang tertinggi kepadanya. Dalam situs webnya tertulis pernyataan :
“Sesuai keluhuran dari asas-asas ekonomi neoliberal, ia kami anggap telah berjasa memasukkan ide-ide baru sampai gaya hidup baru bagi ratusan juta penduduk Indonesia pada momen yang sangat menentukan, agar mereka semakin akrab dengan diversifikasi produk-produk gandum yang terbuka untuk diolah dan disajikan secara kreatif dan bergengsi, yang oleh karenanya dengan pelahan tetapi pasti mendorong warga meninggalkan konsumsi beras, sagu, jagung dan umbi-umbian, sehingga semakin meningkatkan homogenitas sumber makanan tunggal di masa depan bagi bangsa Indonesia yang pada akhirnya membuka peluang lebih prospektif bagi bisnis kami di masa depan.”
Badan internasional lain juga memberi penghargaan serupa. Misalnya Brakot Burgers Brotherhood International (BBBI), World’s Chicken Noodle Enthusiasts (WCNE), White Wheat Wagon (WWW), Italiano Spaghetti Clandestino (ISC) sampai Malaysian’s Mihon Maniacs (MMC).
Night at the Museum. Bagaimana aksi kubu Mega-Prabowo ? Dikabarkan mereka akan meluncurkan dua film untuk menyukseskan kampanyenya. Film pertama adalah cerita klasik yang menjadi film seri di televisi tahun 1987, Beauty and The Beast. Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Si Jelita dan Si Buasas.
Kisah yang juga konon menjadi ilham bagi buku terkenal Women Who Love Too Much (1985, foto di atas) karya Robin Norwood itu berisikan angan-angan utopis seorang perempuan yang bersenjatakan cinta, juga penderitaan, yakin dirinya mampu mengubah perangai buruk pria yang ia cintai untuk menjadi pria berkepribadian lebih baik.
Film kedua yang direncanakan diproduksi oleh kubu Mega-Prabowo adalah Night at the Museum III. Seri pertama dan kedua film ini dibintangi Ben Stiller diproduksi tahun 2006 dan 2009. Film campuran komedi dan fiksi-ilmiah ini menceritakan tentang seorang duda, yang pengangguran, dengan satu anak lelaki yang tidak begitu menaruh hormat kepadanya, terjun dalam petualangan yang mendebarkan.
Ia menerima pekerjaan tidak bergengsi, sebagai penjaga malam suatu museum. Keajaiban terjadi, ketika isi museum itu menjadi hidup di malam hari. Ada singa berkeliaran, ulah kera julig, Tyranosaurus Rex yang mengajaknya main-main, sampai boneka tokoh koboi kuno Jedediah yang berantem melawan boneka panglima tentara Romawi, Octavus.
Mengulang alur cerita di seri pertama, tokoh penjaga malam itu akhirnya mampu mengatasi masalah berkat nasehat dari boneka lilin yang hidup, yaitu tokoh presiden AS ke 26, Theodore Roosevelt (1858–1919). Dalam Night at the Museum III, tokoh presiden yang kembali hidup, tentu saja, adalah Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Juga mereka yang hilang akibat diculik atau terbunuh menjelang meletusnya reformasi tahun 1998, semuanya, sungguh ajaib, bisa hidup kembali. Almarhum Hery Hartanto, Elang Mulyana, Hafidin Royan dan Hendriawan Lesmana yang terenggut nyawanya di Universitas Trisakti, juga mahasiswa lainya di insiden Semanggi I-II, semuanya hidup kembali.
Tokoh-tokoh masa lalu itu, yang sebelumnya dalam beberapa hal berseberangan atau berseteru, kini menjadi rukun. Mereka semuanya bersatu-padu, bahu-membahu, bekerja sama berusaha memenangkan kandidat Megawati-Prabowo dalam Pilpres 2009.
Orang-orang presiden. Kubu SBY-Boediono tak mau kalah dalam menggunakan film sebagai kampanyenya. Mereka telah memperoleh ijin kontrak untuk membuat sekuel film yang melambungkan nama dua wartawan dari The Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein, All the President's Men (1976).
Kalau dalam versi aslinya dikisahkan kedua wartawan itu berhasil mengungkap aksi rahasia kubu Partai Republik yang menyadap gedung Watergate yang pusat aktivitas Partai Demokrat AS saat itu, cerita film versi kubu SBY-Boediono itu lebih seru. Intinya terpusat kepada gerak-gerik aktivitas tiga pembantu setianya, yaitu Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng dan Choel Mallarangeng.
Termasuk berita heboh terakhir tentang mereka, bahwa di Makassar muncul demo besar yang mencekal Mallarangeng Bersaudara. Andi Mallarangeng dituding mengucapkan kalimat bermuatan SARA yang dinilai merendahkan sukunya sendiri. Dirinya dilarang menginjakkan kaki di tanah kelahiran ayah-ibunya, di Makassar, sebelum meminta maaf kepada masyarakat yang didominasi warga Bugis itu atas ucapan yang dilontarkan Andi sebelumnya.
Konon akhir film ini menunjukkan Mallarangeng Bersaudara minta suaka. Ada tiga alternatif. Ke Grobogan, Purwodadi, tempat almarhum ayahnya pernah menjabat sebagai bupati. Ke Yogya tempat Andi dan Rizal berkuliah sekaligus memperoleh istri. Atau alternatif ketiga : di kota bossnya berasal.
Pacitan.
Wonogiri, 3/7/2009
ke
Email : humorliner (at) yahoo.com
Politik goblog dan degil. Anda kenal nama Jimmy Wales ? Tidak ? Saya maklum. Tetapi Anda mengenal Wikipedia ?
Jimmy Wales adalah penemu ensiklopedia dunia maya, Wikipedia tersebut. “Saya bukan orang yang cakap dan orang yang mampu menjelaskan mengapa Wikipedia itu berhasil. Para kontributor Wikipedia itulah yang mengetahui,” katanya kepada Ethan Zuckerman dengan rendah hati.
Jimmy Wales kemudian melontarkan gagasan revolusioner berikutnya. Ia berambisi memperbaiki kehidupan politik. Kembali, memakai metode wiki juga. Mungkin ide ini ide edan, tetapi Ethan Zuckerman berpendapat bahwa Jimmy Wales telah jitu dalam membidik problem utama dalam perpolitikan selama ini, yaitu tentang bagaimana warganegara memperoleh informasi mengenai beragam isu dan tentang para kandidat.
“Media broadcast (selama ini) membawa kita ke politik broadcast. Secara gampangan dan terus terang tentangnya, baik itu kubu kanan atau kiri, kubu konservatif atau liberal, politik broadcast itu dungu, goblog dan degil Broadcast politics are dumb,dumb, dumb !,” tegas Jimmy Wales. [Untuk info lebih lanjut tentang isu krusial ini silakan klik disini].
Menjaga harmoni. Saya tidak tahu apa juga demikian pendapatnya tentang lima seri debat capres-cawapres di Indonesia di Pilpres 2009 ini. Tetapi yang paling banyak menyeruak adalah keluhan betapa audiens tidak memperoleh pembeda yang jelas dan tajam dari pembeberan visi-misi antara satu kandidat dengan kandidat lainnya.
Rekan-rekan sesama bangsa Indonesia, itulah Indonesia kita. Simak analisis Freek Colombijn, antropolog lulusan Leiden, mantan pemain Harlemsche Football Club Belanda, yang menarik ketika mengungkap jati diri bangsa kita, walau dalam hal ini terkait dengan sepakbola.
Dalam artikel berjudul "View from the Periphery : Football in Indonesia" dalam buku Garry Armstrong dan Richard Giulianotti (ed.), Football Cultures and Identities (1999), ia memakai pisau bedah dari perspektif budaya dan politik untuk menggarisbawahi keterpurukan prestasi sepakbola Indonesia sebagai akibat masih meruyaknya budaya kekerasan dan belum kokohnya budaya demokrasi di negeri ini.
Ditilik dari kajian budaya, Indonesia kuat dipengaruhi budaya suku mayoritas, Jawa. Budaya Jawa memiliki pandangan ketat mengenai pentingnya keselarasan. Perasaan yang terinternalisasi secara mendalam dalam jiwa orang Jawa adalah kepekaan untuk tidak dipermalukan di muka umum. Perasaan demikian memupuk konformitas, pengendalian tingkah laku dan menjaga ketat harmoni sosial. Konflik yang terjadi diredam sekuat tenaga.
Reaksi normal setiap orang Jawa dalam menanggapi konflik adalah penghindaran, wegah rame, dan mediasi oleh fihak ketiga. Apabila meletus konflik, terutama ketika saling ejek dan saling hina terjadi, maka yang muncul adalah perasaan malu dan kehilangan muka. Para kandidat itu rupanya tidak tega untuk sampai ke tahap konflik semacam ini. Sehingga tak ayal kepala berita di media massa nasional tentang peristiwa di televisi itu sebagai “debat tanpa perdebatan.”
Film koboi. Rekan-rekan bangsa Indonesia, ijinkanlah saya membantu. Kalau Anda belum mampu menjatuhkan pilihan untuk kandidat yang tertentu, ikutilah akal sehat atau naluri dasar Anda.
Untuk calon wakil presiden, simak rekam jejak mereka terkait dengan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian pilihlah mereka sesuai judul film koboi Clint Eastwood yang terkenal itu : the good, the bad, and the ugly.
Untuk calon presiden, Anda bebas memilih : apakah kandidat yang lelaki, atau yang perempuan, atau yang banci !
Pilpres satu putaran. Untuk menghemat biaya, juga agar pemerintahan yang terpilih segera bekerja, kubu SBY-Boediono gencar mengembuskan wacana agar Pilpres 2009 dapat berlangsung dalam satu putaran. “Apakah kampanye semacam itu mencerminkan sikap seseorang yang menjunjung tinggi demokrasi ?,” demikian serang kubu Jusuf Kalla-Wiranto. Siapa yang benar ?
Sesudah tangggal 8 Juli 2009 kita baru akan memperoleh bukti. Tetapi merasa memperoleh inspirasi yang kuat dari apa yang terjadi di Iran, kubu incumbent terus menggencarkan isu pilpres satu putaran. Bahkan seperti ujar komedian David Letterman bahwa Mahmoud Ahmadinejad telah mengaku menang besar dengan perolehan suara hingga 148 persen, kubu SBY-Boediono juga berkeyakinan serupa.
Kunci untuk meraih sukses spektakuler itu dengan memacu keras kinerja partai koalisi sayap kanannya, yaitu PKS. Apalagi sebelumnya ucapan salah satu pimpinan PKS yang mempersoalkan istri capres-cawapres yang mereka dukung tidak mengenakan jilbab, dianggap melemahkan kinerja mesin politik partai yang gemar tampil mengusung warna putih-putih itu. Kini dukungan dari PKS harus dimaksimalkan.
Tim sukses SBY-Boediono yang terkenal dengan aksi silent revolution itu segera bergerak diam-diam. Mereka embuskan isu ke seluruh jajaran anggota partai PKS, bahwa agar warga PKS sepenuh hati mendukung sukses pilpres satu putaran untuk kemenangan SBY-Boediono, dikabarkan SBY telah mengganti namanya dengan SBYA. Susilo Bambang Yudhoyono Ahmadinejad.
Inspirasi Michael Jackson. Apakah penyanyi legendaris MJ yang konon berganti nama menjadi Mikhail itu akan dimakamkan secara Islam ? Di Neverland ? Apakah hal itu juga tertulis dalam surat wasiatnya, selain ia menyebut-nyebut nama penyanyi Diana Ross yang ia pilih untuk membesarkan ketiga anaknya bila ibunya tidak sanggup mengasuhnya ?
Bila Anda penasaran, ikutilah terus program Larry King Live di CNN. Termasuk berita mengenai tiga album lagu-lagu lama MJ yang melonjak, dan kini menempati peringkat teratas. Album-album itu menggusur album Black Eyed Peas yang semula nangkring di tangga Billboard yang pertama.
MJ memang fenomenal. Kemasyhurannya yang meroket bahkan ketika ia meninggal dunia telah menjadi inspirasi kubu JK-Wiranto dalam menggebrak kampanye mereka di tahap akhir ini. Wiranto yang pandai menyanyi nampak menggembleng keras agar JK segera pula pintar menyanyi. Mereka berencana mengeluarkan album yang akan diputar selama minggu tenang nanti.
Judul albumnya :”Relakan MJ Pergi.Sambut Kini MJK Sebagai Pengganti.”
SBY Presidenkuuuuu.. “Lagu-lagu pop manis, sweet song, sesuai dengan gaya politik Partai Demokrat,” demikian kata SBY di depan pendukungnya di tahun 2007 ketika berkonsolidasi menuju Pilpres 2009.
Itulah sekelumit catatan wartawan Kompas, Wisnu Nugroho, yang sejak lama mengikuti aktivitas sehari-hari presiden SBS dalam blognya. Lanjutnya, bahwa “gaya politik pak BY dan demokrat adalah gaya politik yang manis seperti lagu-lagu pop manis kegemaran Pak BY..Karena itu, jarang mendapati pernyataan-pernyataan bersifat menyerang atau provokatif dari pak BY atau Partai Demokrat kepada lawan politik atau kompetitornya.”
Terima kasih, Mas Inu. Berdasar rujukan itu, apakah lagu “manis” yang aslinya merupakan jingle iklan mi instan dan lalu dipakai untuk kampanye di televisi itu, sebenarnya merupakan ide dan pilihan SBY pribadi ? Anda silakan menebak.
Tetapi menurut Kompas, penggagas ide lagu mi instan itu adalah Choel Mallarangeng. Ia yang termuda di antara tiga sosok Mallarangeng yang pimpinan FoxIndonesia, biro jasa penanggung jawab kampanye kubu SBY-Boediono.
Iklan itu konon berdampak luar biasa. Presiden Obama dikabarkan meminta bantuan FoxIndonesia untuk mengarang lagu guna kampanyenya pada tahun 2013 mendatang. Presiden Iran yang baru-baru ini terpilih kembali secara kontroversial, Mahmoud Ahmadinejad, merencanakan juga meminta lagu darinya untuk senjata memenangkan pilpresnya yang ketiga.
Konon kubu Choel Mallarangeng segera bergerak cepat. Ia dikabarkan segera memperoleh lisensi dari Sony Corporation untuk menggunakan lagunya Michael Jackson. Isi lirik lagu itu akan digunakan sebagai ilham bagi polisi dan anggota milisi garda revolusi dalam membubarkan aksi kubu reformis yang berunjuk rasa :
But my friend, you have seen nothin'
just wait 'til I get through...
Because I'm bad, I'm bad, come on
You know I'm bad, I'm bad, you know it
You know I'm bad, I'm bad, come on, you know
Sementara itu kalangan lobi bisnis gandum internasional, International Wheat Flour Consortium (IWC) yang berbasis di Brussel, menganugerahi bintang tertinggi kepadanya. Dalam situs webnya tertulis pernyataan :
“Sesuai keluhuran dari asas-asas ekonomi neoliberal, ia kami anggap telah berjasa memasukkan ide-ide baru sampai gaya hidup baru bagi ratusan juta penduduk Indonesia pada momen yang sangat menentukan, agar mereka semakin akrab dengan diversifikasi produk-produk gandum yang terbuka untuk diolah dan disajikan secara kreatif dan bergengsi, yang oleh karenanya dengan pelahan tetapi pasti mendorong warga meninggalkan konsumsi beras, sagu, jagung dan umbi-umbian, sehingga semakin meningkatkan homogenitas sumber makanan tunggal di masa depan bagi bangsa Indonesia yang pada akhirnya membuka peluang lebih prospektif bagi bisnis kami di masa depan.”
Badan internasional lain juga memberi penghargaan serupa. Misalnya Brakot Burgers Brotherhood International (BBBI), World’s Chicken Noodle Enthusiasts (WCNE), White Wheat Wagon (WWW), Italiano Spaghetti Clandestino (ISC) sampai Malaysian’s Mihon Maniacs (MMC).
Night at the Museum. Bagaimana aksi kubu Mega-Prabowo ? Dikabarkan mereka akan meluncurkan dua film untuk menyukseskan kampanyenya. Film pertama adalah cerita klasik yang menjadi film seri di televisi tahun 1987, Beauty and The Beast. Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Si Jelita dan Si Buasas.
Kisah yang juga konon menjadi ilham bagi buku terkenal Women Who Love Too Much (1985, foto di atas) karya Robin Norwood itu berisikan angan-angan utopis seorang perempuan yang bersenjatakan cinta, juga penderitaan, yakin dirinya mampu mengubah perangai buruk pria yang ia cintai untuk menjadi pria berkepribadian lebih baik.
Film kedua yang direncanakan diproduksi oleh kubu Mega-Prabowo adalah Night at the Museum III. Seri pertama dan kedua film ini dibintangi Ben Stiller diproduksi tahun 2006 dan 2009. Film campuran komedi dan fiksi-ilmiah ini menceritakan tentang seorang duda, yang pengangguran, dengan satu anak lelaki yang tidak begitu menaruh hormat kepadanya, terjun dalam petualangan yang mendebarkan.
Ia menerima pekerjaan tidak bergengsi, sebagai penjaga malam suatu museum. Keajaiban terjadi, ketika isi museum itu menjadi hidup di malam hari. Ada singa berkeliaran, ulah kera julig, Tyranosaurus Rex yang mengajaknya main-main, sampai boneka tokoh koboi kuno Jedediah yang berantem melawan boneka panglima tentara Romawi, Octavus.
Mengulang alur cerita di seri pertama, tokoh penjaga malam itu akhirnya mampu mengatasi masalah berkat nasehat dari boneka lilin yang hidup, yaitu tokoh presiden AS ke 26, Theodore Roosevelt (1858–1919). Dalam Night at the Museum III, tokoh presiden yang kembali hidup, tentu saja, adalah Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Juga mereka yang hilang akibat diculik atau terbunuh menjelang meletusnya reformasi tahun 1998, semuanya, sungguh ajaib, bisa hidup kembali. Almarhum Hery Hartanto, Elang Mulyana, Hafidin Royan dan Hendriawan Lesmana yang terenggut nyawanya di Universitas Trisakti, juga mahasiswa lainya di insiden Semanggi I-II, semuanya hidup kembali.
Tokoh-tokoh masa lalu itu, yang sebelumnya dalam beberapa hal berseberangan atau berseteru, kini menjadi rukun. Mereka semuanya bersatu-padu, bahu-membahu, bekerja sama berusaha memenangkan kandidat Megawati-Prabowo dalam Pilpres 2009.
Orang-orang presiden. Kubu SBY-Boediono tak mau kalah dalam menggunakan film sebagai kampanyenya. Mereka telah memperoleh ijin kontrak untuk membuat sekuel film yang melambungkan nama dua wartawan dari The Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein, All the President's Men (1976).
Kalau dalam versi aslinya dikisahkan kedua wartawan itu berhasil mengungkap aksi rahasia kubu Partai Republik yang menyadap gedung Watergate yang pusat aktivitas Partai Demokrat AS saat itu, cerita film versi kubu SBY-Boediono itu lebih seru. Intinya terpusat kepada gerak-gerik aktivitas tiga pembantu setianya, yaitu Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng dan Choel Mallarangeng.
Termasuk berita heboh terakhir tentang mereka, bahwa di Makassar muncul demo besar yang mencekal Mallarangeng Bersaudara. Andi Mallarangeng dituding mengucapkan kalimat bermuatan SARA yang dinilai merendahkan sukunya sendiri. Dirinya dilarang menginjakkan kaki di tanah kelahiran ayah-ibunya, di Makassar, sebelum meminta maaf kepada masyarakat yang didominasi warga Bugis itu atas ucapan yang dilontarkan Andi sebelumnya.
Konon akhir film ini menunjukkan Mallarangeng Bersaudara minta suaka. Ada tiga alternatif. Ke Grobogan, Purwodadi, tempat almarhum ayahnya pernah menjabat sebagai bupati. Ke Yogya tempat Andi dan Rizal berkuliah sekaligus memperoleh istri. Atau alternatif ketiga : di kota bossnya berasal.
Pacitan.
Wonogiri, 3/7/2009
ke
Wednesday, June 10, 2009
General Elections 2009’s Guffaw
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com
Politik berisik. Meksiko negeri dirundung malang. Belum surut perbincangan tentang negeri sombrero sebagai asal-muasal menyebarnya virus flu babi, musibah muncul lagi.
Sebuah panti penitipan anak-anak terbakar. Sekitar 30 balita meninggal dunia, sebagian besar tercekik oleh asap beracun. Penyebab kebakaran diduga dari hubungan arus pendek listrik.
Masih tentang Meksiko yang terkait dengan arus listrik dan hawa panas, seorang Len Deighton dalam bukunya Mexico Set (1985) pernah berujar tentang hal yang relevan dengan lanskap dunia perpolitikan kita hari-hari ini. Katanya, di Meksiko mesin pendingin ruangan disebut sebagai politikus karena mereka hanya mampu mengeluarkan banyak sekali keberisikan sementara kinerjanya sangatlah tidak memuaskan.
Di Indonesia, mesin-mesin pendingin itu kini sedang meraung-raung mengisi udara hidup kita kini. Panggungnya adalah pemilihan umum presiden. Ada tiga pasang. Mereka sengit berkompetisi dalam menebar pesona, menebar janji, juga berusaha mengingkari, menutup-nutupi sampai mengubur kejelekan masing-masing di masa lalu.
Rakyat yang punya ingatan kuat melihat akrobat politik dengan rasa teraduk-aduk. Mereka mengasyikkan untuk diamati, dicatat, dan banyak sekali yang mampu memancing gelak tawa kita secara beramai-ramai.
Kita tidak sendirian. Simak kata komedian dan aktor terkenal, Will Rogers (1879–1935) dari AS. Ia punya kredo yang juga terkenal untuk aksi kita : I don’t make jokes; I just watch the government and report the facts. .
Ia tidak membuat lelucon, tetapi hanya menyimak tingkah laku atau kinerja pemerintah dan kemudian melaporkan segala fakta yang ada. Yang dimaksud pemerintah itu, tentu saja, diwakili para pejabatnya. Juga calon-calonnya.
Bukan pemilu. Lelucon pertama : pemilihan umum di Indonesia harus dan sebaiknya disebut sebagai general elections saja. Tidak usah diterjemahkan. Titik. Pemilihan para jenderal. Tak kurang dan tak lebih. Sebab sejak era Soeharto yang selalu menang berkali-kali itu, bahkan sebutannya pun harus general elections with his family and cronies. Titik.
Sebut saja, siapa anak Soeharto yang tidak terpilih sebagai anggota MPR saat itu ?. Istri dan anak Jenderal Wiranto, pernah juga masuk sebagai anggota MPR, bukan ? Sementara itu di tahun 2009 saat ini, separo dari mereka yang bertarung adalah para (mantan) jenderal.
Ingin lebih banyak bukti yang valid ? Simak saja data tim sukses masing-masing pasangan itu. Bertaburan di sana para mantan jenderal. Pemilihan umum sepertinya menjadi ajang reuni terbaik bagi mereka. Personalia tim-tim sukses itu tak lebih dari organisasi-organisasi olahraga kita. Entah KONI sebelum Rita Subowo sampai PB PBSI, misalnya, di mana banyak mantan petinggi tentara berhimpun di sana.
Tak ada yang salah dengan itu semua. Tetapi ada yang lucu karena ironi. Seorang jenius periklanan David Ogilvy ketika menjalani masa sepuh, dalam bukunya Confessions of an Advertising Man (1963), jujur berucap : like everyone my age, I talk to much about the past. Sebagaimana tiap-tiap orang seumuran saya, saya akan banyak berbicara mengenai masa lalu.
Para mantan-mantan jenderal itu bila berkumpul, pasti juga lebih suka saling bercerita mengenai masa lalu. Padahal pemilihan umum berfokus merencanakan peta jalan bangsa untuk berorientasi ke masa depan.
Insan analog. Masih tentang tim-tim sukses yang berjubelan mantan jenderal itu. Tak banyak dari mereka yang seperti Marsekal Chappy Hakim, yang masih aktif menulis dan dan bahkan mengelola blog. Dapat diduga, sebagian besar mereka bisa diberi label sebagai insan-insan analog yang hidup di era digital.
Simak saja tim sukses SBY-Boediono, yang keduanya memiliki gelar doktor. Dan di sekelilingnya juga banyak doktor. Tetapi, lihatlah, nama-nama tim sukses mereka memakai kode-kode era jaman radio CB. Era komunikasi jadul, masa lalu.
Menurut Kompas (23/52009), ada tim Echo dikepalai mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, tim Delta dikomandani Mayjen (Purn) Abikusno, tim Romeo dipimpin Mayjen (Purn) Sardan Marbun, sampai tim Foxtrot yang punya sebutan sebagai Bravo Media dengan pengasuh utamanya Choel Mallarangeng yang juga direktur Utama Fox Indonesia.
“Sierra Bravo Yankee, Sierra Bravo Yankee, kontak Delta Papa Delta, bisa dikopi ? Ganti !” Grrrk. Grrrk. Grrrk. “OK, Sierra Bravo Yankee, bisa dikopi. Delta Papa Delta menunggu instruksi. Ganti !”
Itulah contoh obrolan di udara antara SBY dan juru bicaranya, Dino Patti Djalal. Bahasa dan kode serupa malah juga dipakai untuk komunikasi via sms, Twitter dan email mereka. Untuk email contohnya :
“Yang terhormat Bapak Sierra Bravo Yankee dan Ibu Alpha November India Sierra Bravo Yankee. Bagaimana kabar cucu tersayang Anda, Alpha Mike India Romeo Alpha ?”
Intelijen militer. Operasi Senyap Diantisipasi : Tim Kampanye Calon Presiden Libatkan Pensiunan Jenderal. Selain merupakan pertempuran para calon presiden dan calon wakil presiden, Pemilu Presiden 2009 juga pertarungan antartim sukses. Perang intelijen pun tak bisa dielakkan akan terjadi. (Kompas, 23/5/09 : 4).
Perang intelijen militer akan terjadi ? Komedian jenius George Carlin menyikut istilah itu. Katanya, intelijen militer merupakan istilah yang kontradiktif. Intelijen militer adalah oxymoron, dan intelijen militer merupakan kombinasi dua kata yang tidak masuk akal.
Kasihanilah, Indonesiaku. Masa depannya sekarang ini bakal ditentukan oleh aksi-aksi dan peperangan yang tidak masuk akal itu !
Siapa menguntit siapa. Jerman Timur sebelum runtuh, dikenal sebagai negara polisi. Di bawah kekuasaan Stasi, dinas polisi rahasia atau intelijen yang cakarnya menjarah kemana-mana, setiap orang bahkan direkrut untuk menjadi intelijen guna mengawasi orang lain. Itukah yang sekarang terjadi menjelang Pemilu Pilpres 2009 ? Medan perang intelijen dalam senyap itu tergambar sebagai berikut :
Intel-intel kubu SBY-Boediono akan selalu diawasi oleh intel bloknya JK-Wiranto dan juga intel front Mega-Prabowo. Intel-intel blok JK-Wiranto akan diinteli intel front Mega-Prabowo dan intel-intel kubu SBY-Boediono. Intel-intel front Mega-Pabowo juga tidak akan luput dari intaian intel kubu SBY-Boediono dan intel blok JK-Wiranto.
Ada fenomena luar biasa terjadi. Intel-intel kubu SBY-Boediono kali ini bisa bekerja sama dengan intel bloknya JK-Wiranto, bahkan juga merangkul intel front Mega-Prabowo. Gabungan ketiganya bahu-membahu siang dan malam selalu menguntit gerak-gerik musuh bersama mereka : Sri Bintang Pamungkas dan gerakan Golputnya !
Operasi senyap. Kata operasi sangat akrab untuk dunia militer. Membayangkan banyaknya pensiunan-pensiunan jenderal itu saling sering ketemuan di markas masing-masing kubu antartim sukses, pasti kata operasi tersebut tidak jarang keluar dalam percakapan mereka.
Tetapi mengingat usia-usia mereka pasti akan sering muncul juga kata-kata operasi yang bermakna lain dalam obrolan mereka : Operasi prostat. Operasi jantung. Operasi ginjal. Operasi kanker.
Jenderal vs Facebook. Anda sudah punya akun media jaringan sosial, Facebook ? Sudahkah Anda bergabung di cause ini, http://apps.facebook.com/causes/290597, untuk mendukung pembebasan Prita Mulyasari ?
Diilhami oleh sukses Barack Obama, pasangan yang bertarung dalam Pemilu Presiden 2009tak ketinggalan memanfaatkan Facebook itu pula. Lihatlah, para pensiunan jenderal yang berbaris dalam masing-masing tim sukses itu dikabarkan memiliki akun Facebook juga. Bahkan mereka setiap hari selalu memperbaiki isi status-nya dengan data mutakhir pribadi mereka :
Data tekanan darah, denyut jantung, kadar gula darah, kadar kolesterol, sampai kadar PSA dari prostat masing-masing !
Janji sorga. Markas besar kampanyenya Bill Clinton tahun 1992, oleh manajer kampanyenya James Carville, dipasangi banner besar. Isinya slogan : It's the economy, stupid. Memang itulah jantung persoalan Amerika saat itu, dan Clinton memenangkan pilpresnya.
Slogan serupa harusnya juga dipasang di markas besar ketiga pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2009. Syukur-syukur juga dipasangi angka-angka persentase pertumbuhan ekonomi yang mereka janjikan, entah satu digit atau dua digit.
Rakyat akan mencatatnya. Di tengah situasi ekonomi global yang suram, perusahaan bertumbangan dan PHK meruyak dimana-mana, siapa tahu angka-angka janji sorga mereka itu kelak hanya cerminan dari kenaikan tensi darah mereka !
Run, generals, run ! Pencipta lagu dan penyanyi rok Amerika Bruce Springsteen dalam lagunya Born to Run (1974) berisi lirik “cause tramps like us, baby, we were born to run.”
Politisi Indonesia sebagai petualang kiranya cocok pula masuk dalam deskripsi itu. Mereka terlahir untuk selalu ngacir. Dalam Pilpres 2009, semua kandidat bahkan berebutan mencuri start agar lebih dulu bisa ngacir. Bungkus, alasan dan pembenaran untuk aksi pengaciran itu mudah dicari-cari.
Hari Minggu pagi, 7 Juni 2009, dengan bergabung dalam kegiatan komunitas Bike to Work, SBY dan istri ikut ramai-ramai mengayuh sepeda di Jakarta. Agak luput dari liputan media, di sepanjang jalan yang dilewati SBY terhimpun ribuan warga berbagai bangsa keras berseru sambil mengacung-acungkan spanduk berbunyi : Run, run, SBY, run, run ! Run, run, SBY, run, run ! Run, run, SBY, run, run !
Sebelumnya mereka juga pernah memenuhi badan jalan di Jl. Teuku Umar, Jakarta, untuk berseru pula : Run, run, Mega, run, run ! Run, run, Mega, run, run ! Run, run, Mega, run, run !
Juru bicara kampanye masing-masing kubu kemudian dengan bangga mengklaim bahwa calon presiden mereka telah di-endorse oleh komunitas internasional. Mereka tidak tahu bahwa kelompok itu bernama International Runners Brotherhood Against Overweight and Obesity. Misi mereka mengajak SBY dan Mega untuk rajin olahraga lari, guna mengurangi kegemukan mereka.
Tokoh-tokoh calon wakil presiden juga mengalami demo yang sama. Ketika utusan khusus, special envoy dari Komisi HAM PBB datang ke Indonesia untuk menyelidiki secara lebih detil dugaan pelanggaran HAM di Indonesia 1998 dan Timor Timur 1999, teriakan serupa juga muncul.
Tetapi kali ini bukan dari kelompok International Runners Brotherhood Against Overweight and Obesity. Teriakan dan spanduk kelompok sangat besar satu ini berbunyi :
“Lari, jenderal ! Lari !”
Sepeda dan politisi. Politisi konservatif Inggris, Norman Tebbit, punya cerita tentang sepeda. Seperti dikutip koran Daily Telegraph (15/10/1981) ia bercerita saat ia hidup ditahun 1930-an dengan ayah yang pengangguran. “Ia tidak membuat huru-hara, ia hanya naik sepeda untuk berangkat mencari kerja,” cetusnya.
Di Indonesia kini, kondisinya mungkinkah lebih baik ? Sepeda kini gencar dikampanyekan sebagai kendaraan untuk menuju tempat kerja. Komunitas Bike to Work, adalah contohnya. Kehadiran SBY di tengah komunitas ini merupakan tanda empati bagi mereka.
Empati bagi mereka yang sejatinya merupakan warga Indonesia yang terpaksa menyimpan mobil atau sepeda motor karena harga BBM mahal. Mereka yang takut sakit akibat stres di saat macet dan macet di jalanan yang dipicu biaya pengobatan mahal. Mereka yang bila naik mobil atau motor di jalanan jengkel terkena pungli. Juga bagi mereka yang naik sepeda untuk nglembur kerja di hari Minggu agar bisa makan dengan keluarganya.
Suntikan SBY itu memicu inspirasi lain. Komunitas ini sekarang sangat-sangat mengharap Gede Prama, penulis laris buku-buku motivasi, untuk segera bisa bergabung di dalam komunitas mereka. Alasannya, warga komunitas ini ingin memperoleh suntikan motivasi, sambil bareng-bareng bersepeda, karena terkesan isi artikel-artikel inspiratif dari Gede Prama di harian Kompas.
Dorongan paling utama komunitas ini bersemangat mengajak Gede Prama untuk bergabung karena pada bagian akhir artikelnya selalu tertulis keterangan : Gede Prama, tinggal di Bali, bekerja di Jakarta.
Kabar lain. Seorang teman, juga anggota komunitas itu mengeluh, karena berkali-kali sepeda mahalnya dicuri orang. Ia kini membentuk komunitas baru untuk rekan senasibnya, bernama : Bike to Walk !
Menu sang presiden. Ini bukan lelucon. Prof. DR. Ir Made Astawan, dosen IPB, dalam bukunya Kandungan Gizi Aneka Bahan Makanan (2004) punya pendapat tentang mi instan. Bahan baku utamanya adalah tepung terigu, menjadikan mi bukan merupakan makanan asli Indonesia.
Sebungkus mi instan 75 gram, tulisnya, menghasilkan total energi sekitar 350 kilo kalori. Sementara kebutuhan energi orang dewasa 2.500 kilo kalori dan anak balita 1.300 kilokalori per harinya. Jadi sumbangan energi dari semangkuk mi instan hanya 14 persen untuk orang dewasa dan 27 persen anak balita per harinya.
Jadi : mengandalkan hanya sebungkus mi instan sebagai sumber energi utama dalam kehidupan sehari-hari harus dihindari karena hal tersebut cepat atau lambat akan berpengaruh terhadap stamina tubuh dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, terlalu sering menggunakan mi sebagai “pengganjal perut” satu-satunya setelah seharian bekerja keras adalah tindakan yang sangat keliru.
Mi instan saat ini memasuki ranah nutripolitico complex, persilangan antara komersialisasi gizi dan interes politik. Selain penduduk Indonesia digencarkan untuk mengonsumsi pangan dari bahan terigu itu, sesuai tuntutan pasar bebas yang dianut neoliberalisme, asupan sesering mungkin dari pangan yang nilai gizinya tidak adekuat ini, akan membuat daya tahan pikir bangsa kita menjadi melemah, tidak kritis, sehingga rentan terhadap bujukan dan rayuan bermotif politik.
Peringatan ini sebaiknya didengar oleh seluruh warga negara Indonesia. Perhatikanlah, seorang doktor yang juga lulusan IPB akhir-akhir ini sosoknya setiap saat selalu membombardir benak warga Indonesia dengan pesan-pesan nutripolitico complex itu melalui iklan-iklan di televisi.
“Ketika menghidupkan komputer, otak Anda bekerja. Ketika menghidupkan televisi, otak Anda berhenti.” Demikian kata pendiri Apple Corps., Steve Jobs.
Tanda lampu merah ini sebaiknya menyala dalam kesadaran publik kita saat mendengar bujukan, ajakan, dan rayuan agar warga Indonesia mau beramai-ramai mengonsumsi “mi instan politik” sesering mungkin, setiap hari, sampai tanggal 8 Juli 2009 nanti !
Bertabur doktor. Politisi Partai Buruh Inggris, Neil Kinnock, dalam pidato partainya yang disiarkan televisi telah mengunggulkan makna pendidikan. Ia melempar retorika : “Mengapa saya merupakan Kinnock pertama di antara ribuan generasi Kinnock yang mampu berkuliah di perguruan tinggi ?” Pidato ini kemudian dijiplak oleh Joe Biden, yang kini merupakan Wakil Presiden Amerika Serikat.
Di Indonesia, status lulusan vs bukan lulusan perguruan tinggi pernah menjadi isu perdebatan untuk calon presiden. Kini, lihatlah sekarang, calon-calon presiden dan calon-calon wakilnya yang maju dalam Pilpres 2009. Kalau saja SBY-Boediono nanti terpilih, Indonesia kita memiliki petinggi yang sama-sama bergelar doktor.
Tetapi untuk wakil presiden, bila terpilih, Boediono tak boleh menepuk dada. Sebab di era presiden Megawati kita pernah memiliki wakil presiden yang juga bergelar doktor. Doktor (HC) Hamzah Haz.
Penculikan Rengasdengklok. Megawati juga bergelar doktor honoris causa. Ayahnya, Ir. Soekarno, bahkan banyak mengumpulkan gelar doktor kehormatan dari banyak universitas. Bukan karena gelar-gelar akademis kehormatan semata bila tanggal lahir Bung Karno diperingati pada tanggal 6 Juni 2009 di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Kota ini memang bersejarah. Tanggal 16 Agustus 1945, para pemuda dipimpin Sukarni sengaja menculik Soekarno dan Hatta. Keduanya dibawa ke Rengasdengklok ini, didesak agar segera memproklamirkan bangsa Indonesia saat itu juga. Namun Bung Karno menolak.
Ketika kembali ke Jakarta malam harinya, keduanya langsung merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamada Maeda, Jalan Imam Bonjol. Naskah inilah yang akan dibacakan esok harinya.
Semula proklamasi akan dibacakan di Lapangan Ikada (Monas). Tapi, demi menghindari bentrokan dengan tentara Jepang, akhirnya teks proklamasi itu dibacakan –sekitar pukul 09.00 pagi—di kediaman Bung Karno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta Pusat.
Peringatan hari ulang tahun Bung Karno ke-108 itu, tentu saja, juga dihadiri oleh pasangan calon presiden Megawati, juga calon wakil presidennya, Prabowo Subianto. Milis pembela HAM ada yang nyeletuk : Kalau bicara tentang peristiwa penculikan, mengapa nama Prabowo Subianto selalu bisa saja terkait di dalamnya ?
Pura-pura orang kecil. Pasangan Mega-Prabowo mendeklarasikan pencalonannya untuk maju dalam Pilpres 2009 di lokasi pembuangan sampah, Bantargebang. Lalu saat memperingati harlah Bung Karno ke-108 di Rengasdengklok. Termasuk aksi SBY mengunjungi pabrik tempe di Malang atau pun Jusuf Kalla rajin mengunjung pasar-pasar tradisional.
Masih ingatkah Anda, Harmoko menggendong seorang tukang becak di Solo ? Soeharto dan anggota kabinetnya makan thiwul beramai-ramai. mBak Tutut saat menjabat sebagai Menteri Sosial makan di warung tegal. Wiranto bahkan makan nasi aking baru-baru ini pula.
Sunu Wasono, pengajar Fakultas Ilmu Pengtahuan Budaya Universitas Indonesia, dalam bukunya Sastra Propaganda (2007) menyebut ulah para petinggi tadi sebagai aksi propaganda yang memanfaatkan jurus pura-pura sebagai orang kecil.Disorot oleh televisi, aksi mereka itu untuk membangun citra bahwa mereka merakyat, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat kecil, mencoba menarik simpati dan dukungan massa dengan cara menempatkan dirinya (seolah-olah) mereka juga.
Para kontestan Pilpres 2009 dalam liputan media ada yang konsisten menunjukkan kedekatannya pada rakyat kecil. Tetapi kebanyakan tidak. Megawati, tidak. Jusuf Kalla, tidak. Wiranto, tidak. Boediono, juga tidak. Apalagi Prabowo.
Yang nampak paling dekat dengan rakyat kecil adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Rakyat kecil yang paling dekat dengan dirinya bernama : Amira.
Kerbau dicocok hidung. George Burns almarhum, komedian sepuh dan dihormati, yang biografinya (foto di atas) ditulis Martin Gottfried berjudul George Burns and The Hundred Years Dash (1996), mengakui kemuliaan rakyat kecil.
Seperti dikutip majalah Life (Desember 1979) ia berujar, “too bad that all people who know how to run the country are busy driving taxicabs and cutting hair ”. Sangat disayangkan bahwa mereka-mereka yang tahu bagaimana mengelola negeri ini sibuk sebagai sopir taksi dan tukang cukur.
Orang-orang kecil tersebut di Indonesia saat menjelang Pilpres 2009 ini, sekarang ini lagi gencar didekati para kandidat. Dengan beragam jurus propaganda. Di antaranya adalah jurus umpatan. Jurus umpatan yang lagi laris manis dijajakan antara lain sebutan neoliberalisme dan pengungkapan mengenai pembengkakan utang negara.
Istilah-istilah itu diucapkan untuk menyerang fihak lain guna mendapatkan simpati. Tetapi dasar dari semua itu, ketika menggunakan jurus umpatan tersebut si pengguna tidak menginginkan kita berpikir, tetapi hanya bereaksi, membabi buta, dan tidak memiliki keraguan.
Kita sebagai rakyat mereka harapkan berlaku seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Menerima begitu saja isu tersebut, tanpa mempermasalahkan atau mengujinya dengan sikap kritis. Propaganda jurus satu ini sudah kita akrabi sejak jaman Orde Lama, Orde Baru, dan sampai saat ini pula. Termasuk slogan “Ganyang Malaysia !” yang muncul kembali di televisi ketika kasus Ambalat akhir-akhir ini mengemuka.
Tak ada lagi rumah angin. Novelis dan penyair Inggris D. H. Lawrence (1885–1930) pernah berujar : Never trust the artist. Trust the tale. Jangan mempercayai sang seniman, tetapi percayai karya-karyanya. Nasehat ini relevan di tengah hiruk-pikuk Pilpres 2009 yang nampak ramai-ramai melibatkan para seniman.
Effendi Gazali dan Sujiwo Tejo memproklamasikan dukungannya untuk pasangan Jusuf Kalla-Wiranto ketika nonton bareng film Capres (Calo Presiden). Butet ikut berbaris di kubu Mega-Prabowo ketika disewa untuk melontarkan bom-bom kritik untuk pemerintahan SBY. Dan lihatlah, Rendra membaca puisi dan menyatakan dukungan dalam acara deklarasi Mega-Prabowo di Bantargebang.
Seniman kini memang tak lagi betah tinggal di atas angin. Ketika umur semakin menua, atau ketika idealisme memudar, mereka memilih turun untuk semakin dekat dengan tanah. Bahkan tanah tempat Rendra membacakan sajak Krawang-Bekasi-nya Chairil Anwar itu adalah tanah tempat pembuangan sampah.
Agenda rahasia Butet. Malam Deklarasi Pemilu Damai yang diselenggarakan KPU di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, Rabu 10 Juni 2009, memicu kontroversi. Acara yang seharusnya penuh suasana persahabatan berubah jadi tegang lantaran sajian monolog Butet Kartaredjasa.
Butet menyampaikan monolog mewakili tim kesenian pasangan capres Mega-Prabowo dalam Deklarasi Pemilu Damai. Butet tampil memukau, tapi menyentil salah satu capres, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia memberondongkan sindiran terhadap pemerintah yang berkuasa, SBY, dan dilontarkan di depan SBY sendiri.
Tanpa tendeng aling-aling. Kritikan Butet membombardir mulai dari masalah utang negara, korupsi, hingga banyaknya pesawat Indonesia yang sering jatuh sebelum perang terjadi.
Mengapa Butet berani melakukan aksi itu ? Seorang pengamat politik, Dr. Sukardi Hambali dari Politika Humorista Institut Jakarta, memberikan analisisnya. Pertama, Butet berani melakukan hal itu untuk kubu Mega-Prabowo karena ia ketakutan. Takut menjadi korban aksi penculikan.
Kedua, Butet lagi terkena Omni-Prita Syndrome. Butet sebenarnya menginginkan sesudah melakukan orasi itu akan ditangkap, lalu diinterogasi fihak keamanan. Dengan modus ini, ia akan semakin terkenal di dunia Internasional.
Ketiga, dengan menyerang SBY, ia memang berharap tokoh yang menyewanya akan memenangkan Pilpres 2009. Sebagai aktivis kebudayaan, bila Mega-Prabowo menang, Butet mampu memiliki link khusus yang ia kira akan membantunya dalam merampungkan agenda kebudayaan yang ia pendam selama ini.
Semoga agenda kebudayaan Butet itu sukses. Antara lain mampu mencari kejelasan tentang nasib penyair Wiji Thukul, aktivis era reformasi sampai Deddy Hamdun, suami aktris cantik Eva Arnaz, yang tidak ada kabarnya sampai kini.
Polusi demokrasi. Agenda Butet di atas hanyalah fiksi. Ia yang mengaku sebagai profesional, yang siap disewa oleh pasangan mana saja, boleh jadi merupakan sejimpit gambaran bagaimana kekuatan uang mampu berbicara dalam sebuah pesta demokrasi.
Untuk fenomena satu ini, penulis dan wartawan Amerika Serikat, Theodore H. White (1915–1986) pernah bilang wanti-wanti, bahwa banjir uang yang digelontorkan dalam kancah perpolitikan dewasa ini merupakan polusi bagi demokrasi. Sepertinya, ancaman polusi itu kini sedang pula terjadi di tanah air kita. Termasuk fenomena lembaga survei yang dibayar oleh kandidat. Kita lihat dan saksikan semuanya harus dengan waspada.
Sebab bila polusi demokrasi itu meruyak kemana-mana, maka kita kelak akan hanya mendapati apa yang pernah disinyalir oleh tokoh serba bisa, ya ilmuwan, penemu dan juga politisi Amerika serikat, Benjamin Franklin (1706–1790), yang bersabda :
Di aliran sungai dan pemerintahan yang jelek, benda yang paling ringan saja yang mengapung di atasnya !
Wonogiri, 11-15/6/2009
ke
Email : humorliner (at) yahoo.com
Politik berisik. Meksiko negeri dirundung malang. Belum surut perbincangan tentang negeri sombrero sebagai asal-muasal menyebarnya virus flu babi, musibah muncul lagi.
Sebuah panti penitipan anak-anak terbakar. Sekitar 30 balita meninggal dunia, sebagian besar tercekik oleh asap beracun. Penyebab kebakaran diduga dari hubungan arus pendek listrik.
Masih tentang Meksiko yang terkait dengan arus listrik dan hawa panas, seorang Len Deighton dalam bukunya Mexico Set (1985) pernah berujar tentang hal yang relevan dengan lanskap dunia perpolitikan kita hari-hari ini. Katanya, di Meksiko mesin pendingin ruangan disebut sebagai politikus karena mereka hanya mampu mengeluarkan banyak sekali keberisikan sementara kinerjanya sangatlah tidak memuaskan.
Di Indonesia, mesin-mesin pendingin itu kini sedang meraung-raung mengisi udara hidup kita kini. Panggungnya adalah pemilihan umum presiden. Ada tiga pasang. Mereka sengit berkompetisi dalam menebar pesona, menebar janji, juga berusaha mengingkari, menutup-nutupi sampai mengubur kejelekan masing-masing di masa lalu.
Rakyat yang punya ingatan kuat melihat akrobat politik dengan rasa teraduk-aduk. Mereka mengasyikkan untuk diamati, dicatat, dan banyak sekali yang mampu memancing gelak tawa kita secara beramai-ramai.
Kita tidak sendirian. Simak kata komedian dan aktor terkenal, Will Rogers (1879–1935) dari AS. Ia punya kredo yang juga terkenal untuk aksi kita : I don’t make jokes; I just watch the government and report the facts. .
Ia tidak membuat lelucon, tetapi hanya menyimak tingkah laku atau kinerja pemerintah dan kemudian melaporkan segala fakta yang ada. Yang dimaksud pemerintah itu, tentu saja, diwakili para pejabatnya. Juga calon-calonnya.
Bukan pemilu. Lelucon pertama : pemilihan umum di Indonesia harus dan sebaiknya disebut sebagai general elections saja. Tidak usah diterjemahkan. Titik. Pemilihan para jenderal. Tak kurang dan tak lebih. Sebab sejak era Soeharto yang selalu menang berkali-kali itu, bahkan sebutannya pun harus general elections with his family and cronies. Titik.
Sebut saja, siapa anak Soeharto yang tidak terpilih sebagai anggota MPR saat itu ?. Istri dan anak Jenderal Wiranto, pernah juga masuk sebagai anggota MPR, bukan ? Sementara itu di tahun 2009 saat ini, separo dari mereka yang bertarung adalah para (mantan) jenderal.
Ingin lebih banyak bukti yang valid ? Simak saja data tim sukses masing-masing pasangan itu. Bertaburan di sana para mantan jenderal. Pemilihan umum sepertinya menjadi ajang reuni terbaik bagi mereka. Personalia tim-tim sukses itu tak lebih dari organisasi-organisasi olahraga kita. Entah KONI sebelum Rita Subowo sampai PB PBSI, misalnya, di mana banyak mantan petinggi tentara berhimpun di sana.
Tak ada yang salah dengan itu semua. Tetapi ada yang lucu karena ironi. Seorang jenius periklanan David Ogilvy ketika menjalani masa sepuh, dalam bukunya Confessions of an Advertising Man (1963), jujur berucap : like everyone my age, I talk to much about the past. Sebagaimana tiap-tiap orang seumuran saya, saya akan banyak berbicara mengenai masa lalu.
Para mantan-mantan jenderal itu bila berkumpul, pasti juga lebih suka saling bercerita mengenai masa lalu. Padahal pemilihan umum berfokus merencanakan peta jalan bangsa untuk berorientasi ke masa depan.
Insan analog. Masih tentang tim-tim sukses yang berjubelan mantan jenderal itu. Tak banyak dari mereka yang seperti Marsekal Chappy Hakim, yang masih aktif menulis dan dan bahkan mengelola blog. Dapat diduga, sebagian besar mereka bisa diberi label sebagai insan-insan analog yang hidup di era digital.
Simak saja tim sukses SBY-Boediono, yang keduanya memiliki gelar doktor. Dan di sekelilingnya juga banyak doktor. Tetapi, lihatlah, nama-nama tim sukses mereka memakai kode-kode era jaman radio CB. Era komunikasi jadul, masa lalu.
Menurut Kompas (23/52009), ada tim Echo dikepalai mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, tim Delta dikomandani Mayjen (Purn) Abikusno, tim Romeo dipimpin Mayjen (Purn) Sardan Marbun, sampai tim Foxtrot yang punya sebutan sebagai Bravo Media dengan pengasuh utamanya Choel Mallarangeng yang juga direktur Utama Fox Indonesia.
“Sierra Bravo Yankee, Sierra Bravo Yankee, kontak Delta Papa Delta, bisa dikopi ? Ganti !” Grrrk. Grrrk. Grrrk. “OK, Sierra Bravo Yankee, bisa dikopi. Delta Papa Delta menunggu instruksi. Ganti !”
Itulah contoh obrolan di udara antara SBY dan juru bicaranya, Dino Patti Djalal. Bahasa dan kode serupa malah juga dipakai untuk komunikasi via sms, Twitter dan email mereka. Untuk email contohnya :
“Yang terhormat Bapak Sierra Bravo Yankee dan Ibu Alpha November India Sierra Bravo Yankee. Bagaimana kabar cucu tersayang Anda, Alpha Mike India Romeo Alpha ?”
Intelijen militer. Operasi Senyap Diantisipasi : Tim Kampanye Calon Presiden Libatkan Pensiunan Jenderal. Selain merupakan pertempuran para calon presiden dan calon wakil presiden, Pemilu Presiden 2009 juga pertarungan antartim sukses. Perang intelijen pun tak bisa dielakkan akan terjadi. (Kompas, 23/5/09 : 4).
Perang intelijen militer akan terjadi ? Komedian jenius George Carlin menyikut istilah itu. Katanya, intelijen militer merupakan istilah yang kontradiktif. Intelijen militer adalah oxymoron, dan intelijen militer merupakan kombinasi dua kata yang tidak masuk akal.
Kasihanilah, Indonesiaku. Masa depannya sekarang ini bakal ditentukan oleh aksi-aksi dan peperangan yang tidak masuk akal itu !
Siapa menguntit siapa. Jerman Timur sebelum runtuh, dikenal sebagai negara polisi. Di bawah kekuasaan Stasi, dinas polisi rahasia atau intelijen yang cakarnya menjarah kemana-mana, setiap orang bahkan direkrut untuk menjadi intelijen guna mengawasi orang lain. Itukah yang sekarang terjadi menjelang Pemilu Pilpres 2009 ? Medan perang intelijen dalam senyap itu tergambar sebagai berikut :
Intel-intel kubu SBY-Boediono akan selalu diawasi oleh intel bloknya JK-Wiranto dan juga intel front Mega-Prabowo. Intel-intel blok JK-Wiranto akan diinteli intel front Mega-Prabowo dan intel-intel kubu SBY-Boediono. Intel-intel front Mega-Pabowo juga tidak akan luput dari intaian intel kubu SBY-Boediono dan intel blok JK-Wiranto.
Ada fenomena luar biasa terjadi. Intel-intel kubu SBY-Boediono kali ini bisa bekerja sama dengan intel bloknya JK-Wiranto, bahkan juga merangkul intel front Mega-Prabowo. Gabungan ketiganya bahu-membahu siang dan malam selalu menguntit gerak-gerik musuh bersama mereka : Sri Bintang Pamungkas dan gerakan Golputnya !
Operasi senyap. Kata operasi sangat akrab untuk dunia militer. Membayangkan banyaknya pensiunan-pensiunan jenderal itu saling sering ketemuan di markas masing-masing kubu antartim sukses, pasti kata operasi tersebut tidak jarang keluar dalam percakapan mereka.
Tetapi mengingat usia-usia mereka pasti akan sering muncul juga kata-kata operasi yang bermakna lain dalam obrolan mereka : Operasi prostat. Operasi jantung. Operasi ginjal. Operasi kanker.
Jenderal vs Facebook. Anda sudah punya akun media jaringan sosial, Facebook ? Sudahkah Anda bergabung di cause ini, http://apps.facebook.com/causes/290597, untuk mendukung pembebasan Prita Mulyasari ?
Diilhami oleh sukses Barack Obama, pasangan yang bertarung dalam Pemilu Presiden 2009tak ketinggalan memanfaatkan Facebook itu pula. Lihatlah, para pensiunan jenderal yang berbaris dalam masing-masing tim sukses itu dikabarkan memiliki akun Facebook juga. Bahkan mereka setiap hari selalu memperbaiki isi status-nya dengan data mutakhir pribadi mereka :
Data tekanan darah, denyut jantung, kadar gula darah, kadar kolesterol, sampai kadar PSA dari prostat masing-masing !
Janji sorga. Markas besar kampanyenya Bill Clinton tahun 1992, oleh manajer kampanyenya James Carville, dipasangi banner besar. Isinya slogan : It's the economy, stupid. Memang itulah jantung persoalan Amerika saat itu, dan Clinton memenangkan pilpresnya.
Slogan serupa harusnya juga dipasang di markas besar ketiga pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2009. Syukur-syukur juga dipasangi angka-angka persentase pertumbuhan ekonomi yang mereka janjikan, entah satu digit atau dua digit.
Rakyat akan mencatatnya. Di tengah situasi ekonomi global yang suram, perusahaan bertumbangan dan PHK meruyak dimana-mana, siapa tahu angka-angka janji sorga mereka itu kelak hanya cerminan dari kenaikan tensi darah mereka !
Run, generals, run ! Pencipta lagu dan penyanyi rok Amerika Bruce Springsteen dalam lagunya Born to Run (1974) berisi lirik “cause tramps like us, baby, we were born to run.”
Politisi Indonesia sebagai petualang kiranya cocok pula masuk dalam deskripsi itu. Mereka terlahir untuk selalu ngacir. Dalam Pilpres 2009, semua kandidat bahkan berebutan mencuri start agar lebih dulu bisa ngacir. Bungkus, alasan dan pembenaran untuk aksi pengaciran itu mudah dicari-cari.
Hari Minggu pagi, 7 Juni 2009, dengan bergabung dalam kegiatan komunitas Bike to Work, SBY dan istri ikut ramai-ramai mengayuh sepeda di Jakarta. Agak luput dari liputan media, di sepanjang jalan yang dilewati SBY terhimpun ribuan warga berbagai bangsa keras berseru sambil mengacung-acungkan spanduk berbunyi : Run, run, SBY, run, run ! Run, run, SBY, run, run ! Run, run, SBY, run, run !
Sebelumnya mereka juga pernah memenuhi badan jalan di Jl. Teuku Umar, Jakarta, untuk berseru pula : Run, run, Mega, run, run ! Run, run, Mega, run, run ! Run, run, Mega, run, run !
Juru bicara kampanye masing-masing kubu kemudian dengan bangga mengklaim bahwa calon presiden mereka telah di-endorse oleh komunitas internasional. Mereka tidak tahu bahwa kelompok itu bernama International Runners Brotherhood Against Overweight and Obesity. Misi mereka mengajak SBY dan Mega untuk rajin olahraga lari, guna mengurangi kegemukan mereka.
Tokoh-tokoh calon wakil presiden juga mengalami demo yang sama. Ketika utusan khusus, special envoy dari Komisi HAM PBB datang ke Indonesia untuk menyelidiki secara lebih detil dugaan pelanggaran HAM di Indonesia 1998 dan Timor Timur 1999, teriakan serupa juga muncul.
Tetapi kali ini bukan dari kelompok International Runners Brotherhood Against Overweight and Obesity. Teriakan dan spanduk kelompok sangat besar satu ini berbunyi :
“Lari, jenderal ! Lari !”
Sepeda dan politisi. Politisi konservatif Inggris, Norman Tebbit, punya cerita tentang sepeda. Seperti dikutip koran Daily Telegraph (15/10/1981) ia bercerita saat ia hidup ditahun 1930-an dengan ayah yang pengangguran. “Ia tidak membuat huru-hara, ia hanya naik sepeda untuk berangkat mencari kerja,” cetusnya.
Di Indonesia kini, kondisinya mungkinkah lebih baik ? Sepeda kini gencar dikampanyekan sebagai kendaraan untuk menuju tempat kerja. Komunitas Bike to Work, adalah contohnya. Kehadiran SBY di tengah komunitas ini merupakan tanda empati bagi mereka.
Empati bagi mereka yang sejatinya merupakan warga Indonesia yang terpaksa menyimpan mobil atau sepeda motor karena harga BBM mahal. Mereka yang takut sakit akibat stres di saat macet dan macet di jalanan yang dipicu biaya pengobatan mahal. Mereka yang bila naik mobil atau motor di jalanan jengkel terkena pungli. Juga bagi mereka yang naik sepeda untuk nglembur kerja di hari Minggu agar bisa makan dengan keluarganya.
Suntikan SBY itu memicu inspirasi lain. Komunitas ini sekarang sangat-sangat mengharap Gede Prama, penulis laris buku-buku motivasi, untuk segera bisa bergabung di dalam komunitas mereka. Alasannya, warga komunitas ini ingin memperoleh suntikan motivasi, sambil bareng-bareng bersepeda, karena terkesan isi artikel-artikel inspiratif dari Gede Prama di harian Kompas.
Dorongan paling utama komunitas ini bersemangat mengajak Gede Prama untuk bergabung karena pada bagian akhir artikelnya selalu tertulis keterangan : Gede Prama, tinggal di Bali, bekerja di Jakarta.
Kabar lain. Seorang teman, juga anggota komunitas itu mengeluh, karena berkali-kali sepeda mahalnya dicuri orang. Ia kini membentuk komunitas baru untuk rekan senasibnya, bernama : Bike to Walk !
Menu sang presiden. Ini bukan lelucon. Prof. DR. Ir Made Astawan, dosen IPB, dalam bukunya Kandungan Gizi Aneka Bahan Makanan (2004) punya pendapat tentang mi instan. Bahan baku utamanya adalah tepung terigu, menjadikan mi bukan merupakan makanan asli Indonesia.
Sebungkus mi instan 75 gram, tulisnya, menghasilkan total energi sekitar 350 kilo kalori. Sementara kebutuhan energi orang dewasa 2.500 kilo kalori dan anak balita 1.300 kilokalori per harinya. Jadi sumbangan energi dari semangkuk mi instan hanya 14 persen untuk orang dewasa dan 27 persen anak balita per harinya.
Jadi : mengandalkan hanya sebungkus mi instan sebagai sumber energi utama dalam kehidupan sehari-hari harus dihindari karena hal tersebut cepat atau lambat akan berpengaruh terhadap stamina tubuh dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, terlalu sering menggunakan mi sebagai “pengganjal perut” satu-satunya setelah seharian bekerja keras adalah tindakan yang sangat keliru.
Mi instan saat ini memasuki ranah nutripolitico complex, persilangan antara komersialisasi gizi dan interes politik. Selain penduduk Indonesia digencarkan untuk mengonsumsi pangan dari bahan terigu itu, sesuai tuntutan pasar bebas yang dianut neoliberalisme, asupan sesering mungkin dari pangan yang nilai gizinya tidak adekuat ini, akan membuat daya tahan pikir bangsa kita menjadi melemah, tidak kritis, sehingga rentan terhadap bujukan dan rayuan bermotif politik.
Peringatan ini sebaiknya didengar oleh seluruh warga negara Indonesia. Perhatikanlah, seorang doktor yang juga lulusan IPB akhir-akhir ini sosoknya setiap saat selalu membombardir benak warga Indonesia dengan pesan-pesan nutripolitico complex itu melalui iklan-iklan di televisi.
“Ketika menghidupkan komputer, otak Anda bekerja. Ketika menghidupkan televisi, otak Anda berhenti.” Demikian kata pendiri Apple Corps., Steve Jobs.
Tanda lampu merah ini sebaiknya menyala dalam kesadaran publik kita saat mendengar bujukan, ajakan, dan rayuan agar warga Indonesia mau beramai-ramai mengonsumsi “mi instan politik” sesering mungkin, setiap hari, sampai tanggal 8 Juli 2009 nanti !
Bertabur doktor. Politisi Partai Buruh Inggris, Neil Kinnock, dalam pidato partainya yang disiarkan televisi telah mengunggulkan makna pendidikan. Ia melempar retorika : “Mengapa saya merupakan Kinnock pertama di antara ribuan generasi Kinnock yang mampu berkuliah di perguruan tinggi ?” Pidato ini kemudian dijiplak oleh Joe Biden, yang kini merupakan Wakil Presiden Amerika Serikat.
Di Indonesia, status lulusan vs bukan lulusan perguruan tinggi pernah menjadi isu perdebatan untuk calon presiden. Kini, lihatlah sekarang, calon-calon presiden dan calon-calon wakilnya yang maju dalam Pilpres 2009. Kalau saja SBY-Boediono nanti terpilih, Indonesia kita memiliki petinggi yang sama-sama bergelar doktor.
Tetapi untuk wakil presiden, bila terpilih, Boediono tak boleh menepuk dada. Sebab di era presiden Megawati kita pernah memiliki wakil presiden yang juga bergelar doktor. Doktor (HC) Hamzah Haz.
Penculikan Rengasdengklok. Megawati juga bergelar doktor honoris causa. Ayahnya, Ir. Soekarno, bahkan banyak mengumpulkan gelar doktor kehormatan dari banyak universitas. Bukan karena gelar-gelar akademis kehormatan semata bila tanggal lahir Bung Karno diperingati pada tanggal 6 Juni 2009 di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Kota ini memang bersejarah. Tanggal 16 Agustus 1945, para pemuda dipimpin Sukarni sengaja menculik Soekarno dan Hatta. Keduanya dibawa ke Rengasdengklok ini, didesak agar segera memproklamirkan bangsa Indonesia saat itu juga. Namun Bung Karno menolak.
Ketika kembali ke Jakarta malam harinya, keduanya langsung merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamada Maeda, Jalan Imam Bonjol. Naskah inilah yang akan dibacakan esok harinya.
Semula proklamasi akan dibacakan di Lapangan Ikada (Monas). Tapi, demi menghindari bentrokan dengan tentara Jepang, akhirnya teks proklamasi itu dibacakan –sekitar pukul 09.00 pagi—di kediaman Bung Karno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta Pusat.
Peringatan hari ulang tahun Bung Karno ke-108 itu, tentu saja, juga dihadiri oleh pasangan calon presiden Megawati, juga calon wakil presidennya, Prabowo Subianto. Milis pembela HAM ada yang nyeletuk : Kalau bicara tentang peristiwa penculikan, mengapa nama Prabowo Subianto selalu bisa saja terkait di dalamnya ?
Pura-pura orang kecil. Pasangan Mega-Prabowo mendeklarasikan pencalonannya untuk maju dalam Pilpres 2009 di lokasi pembuangan sampah, Bantargebang. Lalu saat memperingati harlah Bung Karno ke-108 di Rengasdengklok. Termasuk aksi SBY mengunjungi pabrik tempe di Malang atau pun Jusuf Kalla rajin mengunjung pasar-pasar tradisional.
Masih ingatkah Anda, Harmoko menggendong seorang tukang becak di Solo ? Soeharto dan anggota kabinetnya makan thiwul beramai-ramai. mBak Tutut saat menjabat sebagai Menteri Sosial makan di warung tegal. Wiranto bahkan makan nasi aking baru-baru ini pula.
Sunu Wasono, pengajar Fakultas Ilmu Pengtahuan Budaya Universitas Indonesia, dalam bukunya Sastra Propaganda (2007) menyebut ulah para petinggi tadi sebagai aksi propaganda yang memanfaatkan jurus pura-pura sebagai orang kecil.Disorot oleh televisi, aksi mereka itu untuk membangun citra bahwa mereka merakyat, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat kecil, mencoba menarik simpati dan dukungan massa dengan cara menempatkan dirinya (seolah-olah) mereka juga.
Para kontestan Pilpres 2009 dalam liputan media ada yang konsisten menunjukkan kedekatannya pada rakyat kecil. Tetapi kebanyakan tidak. Megawati, tidak. Jusuf Kalla, tidak. Wiranto, tidak. Boediono, juga tidak. Apalagi Prabowo.
Yang nampak paling dekat dengan rakyat kecil adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Rakyat kecil yang paling dekat dengan dirinya bernama : Amira.
Kerbau dicocok hidung. George Burns almarhum, komedian sepuh dan dihormati, yang biografinya (foto di atas) ditulis Martin Gottfried berjudul George Burns and The Hundred Years Dash (1996), mengakui kemuliaan rakyat kecil.
Seperti dikutip majalah Life (Desember 1979) ia berujar, “too bad that all people who know how to run the country are busy driving taxicabs and cutting hair ”. Sangat disayangkan bahwa mereka-mereka yang tahu bagaimana mengelola negeri ini sibuk sebagai sopir taksi dan tukang cukur.
Orang-orang kecil tersebut di Indonesia saat menjelang Pilpres 2009 ini, sekarang ini lagi gencar didekati para kandidat. Dengan beragam jurus propaganda. Di antaranya adalah jurus umpatan. Jurus umpatan yang lagi laris manis dijajakan antara lain sebutan neoliberalisme dan pengungkapan mengenai pembengkakan utang negara.
Istilah-istilah itu diucapkan untuk menyerang fihak lain guna mendapatkan simpati. Tetapi dasar dari semua itu, ketika menggunakan jurus umpatan tersebut si pengguna tidak menginginkan kita berpikir, tetapi hanya bereaksi, membabi buta, dan tidak memiliki keraguan.
Kita sebagai rakyat mereka harapkan berlaku seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Menerima begitu saja isu tersebut, tanpa mempermasalahkan atau mengujinya dengan sikap kritis. Propaganda jurus satu ini sudah kita akrabi sejak jaman Orde Lama, Orde Baru, dan sampai saat ini pula. Termasuk slogan “Ganyang Malaysia !” yang muncul kembali di televisi ketika kasus Ambalat akhir-akhir ini mengemuka.
Tak ada lagi rumah angin. Novelis dan penyair Inggris D. H. Lawrence (1885–1930) pernah berujar : Never trust the artist. Trust the tale. Jangan mempercayai sang seniman, tetapi percayai karya-karyanya. Nasehat ini relevan di tengah hiruk-pikuk Pilpres 2009 yang nampak ramai-ramai melibatkan para seniman.
Effendi Gazali dan Sujiwo Tejo memproklamasikan dukungannya untuk pasangan Jusuf Kalla-Wiranto ketika nonton bareng film Capres (Calo Presiden). Butet ikut berbaris di kubu Mega-Prabowo ketika disewa untuk melontarkan bom-bom kritik untuk pemerintahan SBY. Dan lihatlah, Rendra membaca puisi dan menyatakan dukungan dalam acara deklarasi Mega-Prabowo di Bantargebang.
Seniman kini memang tak lagi betah tinggal di atas angin. Ketika umur semakin menua, atau ketika idealisme memudar, mereka memilih turun untuk semakin dekat dengan tanah. Bahkan tanah tempat Rendra membacakan sajak Krawang-Bekasi-nya Chairil Anwar itu adalah tanah tempat pembuangan sampah.
Agenda rahasia Butet. Malam Deklarasi Pemilu Damai yang diselenggarakan KPU di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, Rabu 10 Juni 2009, memicu kontroversi. Acara yang seharusnya penuh suasana persahabatan berubah jadi tegang lantaran sajian monolog Butet Kartaredjasa.
Butet menyampaikan monolog mewakili tim kesenian pasangan capres Mega-Prabowo dalam Deklarasi Pemilu Damai. Butet tampil memukau, tapi menyentil salah satu capres, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia memberondongkan sindiran terhadap pemerintah yang berkuasa, SBY, dan dilontarkan di depan SBY sendiri.
Tanpa tendeng aling-aling. Kritikan Butet membombardir mulai dari masalah utang negara, korupsi, hingga banyaknya pesawat Indonesia yang sering jatuh sebelum perang terjadi.
Mengapa Butet berani melakukan aksi itu ? Seorang pengamat politik, Dr. Sukardi Hambali dari Politika Humorista Institut Jakarta, memberikan analisisnya. Pertama, Butet berani melakukan hal itu untuk kubu Mega-Prabowo karena ia ketakutan. Takut menjadi korban aksi penculikan.
Kedua, Butet lagi terkena Omni-Prita Syndrome. Butet sebenarnya menginginkan sesudah melakukan orasi itu akan ditangkap, lalu diinterogasi fihak keamanan. Dengan modus ini, ia akan semakin terkenal di dunia Internasional.
Ketiga, dengan menyerang SBY, ia memang berharap tokoh yang menyewanya akan memenangkan Pilpres 2009. Sebagai aktivis kebudayaan, bila Mega-Prabowo menang, Butet mampu memiliki link khusus yang ia kira akan membantunya dalam merampungkan agenda kebudayaan yang ia pendam selama ini.
Semoga agenda kebudayaan Butet itu sukses. Antara lain mampu mencari kejelasan tentang nasib penyair Wiji Thukul, aktivis era reformasi sampai Deddy Hamdun, suami aktris cantik Eva Arnaz, yang tidak ada kabarnya sampai kini.
Polusi demokrasi. Agenda Butet di atas hanyalah fiksi. Ia yang mengaku sebagai profesional, yang siap disewa oleh pasangan mana saja, boleh jadi merupakan sejimpit gambaran bagaimana kekuatan uang mampu berbicara dalam sebuah pesta demokrasi.
Untuk fenomena satu ini, penulis dan wartawan Amerika Serikat, Theodore H. White (1915–1986) pernah bilang wanti-wanti, bahwa banjir uang yang digelontorkan dalam kancah perpolitikan dewasa ini merupakan polusi bagi demokrasi. Sepertinya, ancaman polusi itu kini sedang pula terjadi di tanah air kita. Termasuk fenomena lembaga survei yang dibayar oleh kandidat. Kita lihat dan saksikan semuanya harus dengan waspada.
Sebab bila polusi demokrasi itu meruyak kemana-mana, maka kita kelak akan hanya mendapati apa yang pernah disinyalir oleh tokoh serba bisa, ya ilmuwan, penemu dan juga politisi Amerika serikat, Benjamin Franklin (1706–1790), yang bersabda :
Di aliran sungai dan pemerintahan yang jelek, benda yang paling ringan saja yang mengapung di atasnya !
Wonogiri, 11-15/6/2009
ke
Label:
boediono,
butet kartaredjasa,
effendi gazali,
george burns,
hamzah haz,
jusuf kalla,
megawati,
pilpres 2009,
polusi demokrasi,
prabowo,
rendra,
satir,
sby,
soeharto,
soekarno,
sunu wasono,
wiranto
Subscribe to:
Posts (Atom)