Tuesday, August 26, 2008

Kejujuran dan Komedian Baru di Senayan

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Olok-olok tulang tua. John McCain, 71 tahun, empuk jadi bulan-bulanan komedian Amerika Serikat. Terutama karena usia bakal calon presiden dari Partai Republik AS tersebut.

Pernah ia memasang iklan besar-besaran yang menyamakan saingannya, Barack Obama, dengan artis-artis pembuat heboh seperti Britney Spears atau pun Paris Hilton. Maksudnya, Obama memang populer, tetapi tidak berbobot, dan disangsikan mampu memimpin Amerika.

Para komedian AS segera menelikungnya. Misalnya, Jay Leno. “Apakah Anda telah melihat iklan baru ? Iklan kampanye McCain yang menyamakan Barack Obama dengan Britney Spears dan Paris Hilton. Dan sekarang kampanye Obama mengeluarkan iklan yang menyamakan John McCain dengan Zsa Zsa Gabor dan Bea Arthur.”

McCain tetap bersikukuh. Ia mempertahankan iklannya yang menyamakan Barack Obama dengan Paris Hilton sebagai terlalu banyak ngomong dan kurang action.. Jay Leno kembali mengolok McCain. “Apakah McCain telah menonton video seksnya Paris Hilton ? Di video itu tak ada kata-kata. Yang ada action semuanya,” tegasnya.

Masih terkait tentang seks. Usia tua, kita tahu, juga berpengaruh terhadap perubahan fisik. Termasuk organ reproduksi kita. Komedian Conan 0’Brien membidik McCain dari sisi itu. Oloknya, “Putri John McCain mengumumkan bahwa ia akan menulis buku anak-anak berdasarkan riwayat hidup ayahnya. Aku pikir bagus sekali. Buku anak-anak itu nantinya akan berjudul, ‘James dan Prostat Raksasa .’”

Usia tua juga dapat diperolok dari,perspektif sejarah sampai teknologi. Ketika Obama mengunjungi Irak, McCain merasa tidak mengenal Irak. Yang ia kenal bahwa daerah itu bernama Mesopotamia. Dikabarkan pula bahwa McCain itu gaptek. Ia tak pernah menggunakan email atau pun Internet. Jay Leno pun menembaknya : McCain merasa tak perlu menggunakan email karena orang dapat menghubunginya sekarang melalui radio CB-nya.

Konteks olokan serupa mari kita coba pindah ke Indonesia : ketika pemilihan presiden akan digelar tahun depan, mungkin kita akan disuguhi calon-calon berusia tua. Abdurachman Wahid, Amien Rais, Megawati, Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, sampai Sutiyoso.

Bagaimana kalau mereka itu didampingi calon wakil presiden yang berusia lebih muda ? Misalnya Rizal Ramli, Soetrisno Bachir, Yusril Ihza Mahendra, Yudi Chrisnandi, Rizal Mallarangeng, Fadjroel Rachman sampai Ratna Sarumpaet ? Saya pribadi tidak setuju. Untuk mendampingi calon-calon presiden kita yang tua-tua itu bisa dipilih siapa saja. Syarat pokoknya : asal mereka dokter !

Gosip politik yang baru kini juga terdengar. Selain Obama, kini Anwar Ibrahim juga menjadi inspirasi politisi muda kita untuk mengincar kursi RI-1. Kampanye hitam dengan uduhan sodomi dari kubu lawan politiknya tak mampu menghalangi Anwar Ibrahim ke kursi parlemen, konon para politisi kita juga ingin disiarkan media bahwa mereka telah siap-siap melakukan sodomi pula !

Kelucuan vs kejujuran. Apakah kita dapat memperoleh pelajaran dari parade lelucon politik di Amerika Serikat tersebut ? “Kita semua ada lemahnya,” begitu bunyi penggalan lirik dari lagu tema tayangan parodi politik Republik Mimpi. Artinya, calon pemimpin-pemimpin kita pun, sebenarnya dan sebaiknya, tidak ada yang terlalu suci untuk diperolok.

Apalagi kini di negara kita sedang terjadi “arus besar,” ketika para selebritis atau mantan selebritis ramai-ramai memasuki ranah politik, kiranya semakin banyak dibutuhkan komedian-komedian cerdas baru Indonesia untuk mengkritisi mereka. Atau justru para wakil rakyat wajah baru itu mau membawa ruh kejujuran seorang komedian sebagai bekal misi suci mereka di gedung para wakil rakyat di Senayan.

Ini bukan himbauan lucu. Atau untuk lucu-lucuan. Karena komedi senyatanya merupakan bisnis atau binatang yang serius. Terlebih lagi, intisari komedi adalah kejujuran, di mana makhluk satu ini serasa makin langka keberadaannya di bumi Indonesia. Karena komedi di Indonesia selama ini senantiasa mengejar kelucuan, bukan kejujuran. Hanya puas bermain-main di permukaan, tidak mau capek-capek menyuruk ke kedalaman.

Sekadar ilustrasi, simaklah pendapat Brahmanto Anindito yang menulis betapa sebagian orang yang dilahirkan normal sekarang ini justru berlomba-lomba membencongkan diri di televisi. Gugatnya lebih lanjut :


“Kepada yang terhormat penulis skenario komedi dan aktor komedi. Kalau boleh, ijinkanlah saya di sini berpesan sedikit kepada Anda. Sebuah pesan sederhana dari lubuk hati yang terdalam :

Tolong, melawaklah sebagai lelaki sejati. Kocoklah perut kami, penggemar kalian, dengan silat logika yang kreatif. Bukan dengan tokoh pria yang didandani perempuan. Bukan dengan adegan-adegan “jeruk” mengejar “jeruk”.

Masih kurangkah tokoh waria (wanita pria), alias wadam (wanita adam), alias banci, alias bencong, di pertelevisian kita? Di film fiksi. Di reality show. Baik pemerannya bencong sungguhan, atau dibuat-buat. Masih kurangkah? Berapa tokoh waria lagi yang harus disajikan sampai Anda puas? “

Pembaca Kompas, Tri Haryanto, Jatimulya, Depok, Jawa Barat, menulis surat pembaca di Kompas (22/1/ Januari 2007) menyatakan diri muak terhadap acara yang yang melecehkan perempuan. Di komedi parodi, variety show, kini tak hanya pada acara lawak saja ketika tokoh-tokoh banci itu muncul di televisi. Sebagai penonton televisi di Singapura, Malaysia, Australia, Taipei sd UEA, ia mengatakan bahwa sedikit sekali acara seperti itu. Tetapi di Indonesia, tokoh yang memerankan banci malah didaulat sebagai aktor terbaik untuk kategori tertentu.

"Comedy is about truth,” kata Shazia Mirza, komedian wanita Inggris keturunan Pakistan. Menurutnya, komedi senyatanya berakar dari realitas, kesejatian, kebenaran. Anda tidak perlu mereka-rekanya, karena semua bahan itu sudah terpendam dalam diri Anda. Komedian akan tampil terbaik bila ia menulis atau mengungkapkan mengenai penderitaan, kemalangan dan kesepiannya.

Komedian kita belum mampu berkiblat kesana. Apalagi melangkah untuk memasukinya. Sehingga ketika bercermin dari pendapat di Shazia Mirza diatas, kiranya kita dapat menguak betapa komedi Indonesia selama ini didominasi oleh kepalsuan dan kepalsuan semata. Pria menjadi wanita palsu. Wanita menjadi pria palsu.

Bayangkan kemudian betapa sebagian para pengusung kepalsuan itu kini sedang berbaris dan berusaha untuk memasuki gedung di Senayan, untuk kelak bisa didaulat sebagai wakil-wakil rakyat Indonesia. Dalam dunia komputer ada lingo atau bahasa prokem yang berbunyi garbage in, garbage out. Bila yang masuk Senayan kelak adalah sampah, maka luarannya pun juga sampah, bukan ?



Wonogiri, 27/8-8/9/2008

ke