Friday, October 28, 2011

Pojok Gus Dur, Warisan Guru Bangsa dan Komedikus Erektus

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com



If today there are people calling Islam bad names, we will teach them that Islam is peaceful.

“Islam janganlah dihayati sebagai ideologi alternatif. Ia harus dilihat sebagai hanya salah satu elemen ideologis yang melengkapi bangunan keindonesiaan yang telah terbentuk.”

“Demokrasi harus berlandaskan kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara tanpa membedakan latar belakang ras, suku, agama dan asal muasal, di muka undang-undang.”

“Demokrasi itu bukan hanya tak haram, tapi wajib dalam Islam. Menegakkan demokrasi itu salah satu prinsip Islam, yaitu syuro.”

Demikian isi beberapa banner yang menyambut Anda bila hendak memasuki ruang Pojok Gus Dur, di gedung PB NU di kawasan Kramat Jakarta. Semua itu meruapan kutipan ucapan Gus Dur sebagai negarawan, budayawan, tokoh Islam, tokoh demokrasi, dan juga tokoh perdamaian dunia.

Ruang guru bangsa. Hari Jumat (28/10/2011) sesudah sholat Jumat di Masjid Arif Rahman Hakim Kampus UI Salemba (“kunjungan terakhir di tahun 1998, saat hendak menyerahkan biaya transport bagi Dr. Sri Mulyani Indrawati untuk berbicara dalam seminar ekonomi 14/8/1998 di Solo”), saya bisa melongoki ruang Pojok Gus Dur (PGD) tersebut.

Kalau dalam tradisi kepresidenan di Amerika Serikat, Pojok Gus Dur mungkin seperti Presidential Library, yaitu warisan perpustakaan dari presiden yang pernah menjabat. Tetapi seorang Gus Dur, bangsa Indonesia dan dunia tidak hanya mengenangnya sebagai seorang mantan presiden. Beliau adalah juga guru bangsa. Dari daftar buku tamu, tidak sedikit pengunjung yang berlatar belakang organisasi atau perorangan yang bukan umat muslim.

Pojok Gus Dur ini masih dalam pengembangan. Belum ada brosur. Bahkan koleksi buku yang ada juga belum ditata layaknya koleksi perpustakaan. Tersedia akses Internet. Juga beberapa kali pernah diselenggarakan diskusi. Ketika saya memberikan kartu nama, malah Mas Mustiko Dwipoyono dan Yudi Yono sebagai relawan pengelola PGD, sempat mencetuskan niat untuk mengundang saya sebagai pembicara bertopik humor.

Sebuah kehormatan, kata saya.

Hanya beberapa menit saya berada di PGD, karena harus meluncur ke Ratu Plaza, saya minta pamit. Saya harus mengunjungi lagi tempat ini. Untuk melihat secara detil koleksi buku yang ada di ruangan peninggalan mantan presiden yang humoris itu.

Dan bukan sebuah kebetulan karena warisan pemikirannya ikut pula menjadi isi buku humor politik saya, Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau (2010) dan juga Komedikus Erektus 2 : Dagelan Republik Semangkin Kacau Balau (Segera terbit, 2011).


Kramat Jaya Baru,Jakarta, 29/10/2011

Monday, October 17, 2011

SBY : Heboh Reshuffle, Masokhis, Mak Plekethis !

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Cliff hanging.
Menggantung di tepian jurang.
Kata-kata itu justru mungkin malah mengingatkan Anda akan judul filmnya Sylvester Stallone ?

Dalam dunia kepenulisan, istilah itu merupakan teknik untuk mengakhiri cerita yang mengundang penasaran para pembaca terkait nasib selanjutnya dari pelaku utama cerita.

Teknik ini sekarang dipakai SBY menjelang hari pengumuman reshuffle kabinetnya. Hari demi hari masyarakat dibuat penasaran atas pelbagai pemunculan dirinya, aktivitas orang-orang yang datang dan pergi dari rumah Cikeasnya, juga berita-berita yang teruar dari sana.

Menyikapi suasana itu, penyair dan esais terkenal Goenawan Mohamad telah menuliskan uneg-uneg di akun Twitternya :

Laporan cuaca Indonesia: Politik menyebalkan. Musik, teater, film, puisi, mencerahkan

Selamat pagi, wahai orang2 yg bahagia! Selamat pagi kpd mereka yg tak peduli soal reshuffle!

Nampak pada diri SBY mencuat sikap masokhis, suatu kelainan psikologis bagi mereka yang gemar melakukan penyiksaaan. Tentu saja kali ini terhadap benak warga Indonesia dengan melakukan pemanggungan isu reshuffle yang diulur-ulur dan dipoles sana-sini agar lebih panjang jalannya cerita. Ia sebagai selebritas, tentu hari-hari ini ia sangat menikmati dirinya sebagai pusat perhatian.

Jangan berharap banyak.

Orang Jawa punya istilah betapa harapan yang melambung dari wacana-wacana yang selama ini ia lontarkan, tetapi realitasnya jauh dari kenyataan.
Istilah itu adalah : Mak plekethis.


Wonogiri, 18/10/2011