Wednesday, April 29, 2009

Elvis Presley vs Frank Sinatra Di Pilpres 2009

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Masuk radar. Mahabintang bola basket dunia Michael Jordan punya kaitan erat dengan Indonesia. Walau jangan dulu dibayangkan seerat kaitan antara Barack Obama dengan negeri kita. Adalah seorang John Howkins dalam bukunya The Creative Economy : How People Make Money From Ideas (2001) yang punya cerita itu.

Ia mengutip isi majalah Fortune 22/6/1998, bahwa nilai ekonomi pribadi seorang Michael Jordan, utamanya yang diperoleh dari hak cipta dan bisnis merchandising melebihi GNP negara kerajaan Jordania.

Pengarang lainnya yang juga terkenal, Naomi Klein dalam bukunya No Logo (2000), punya perbandingan yang mengentak. Ia telah menghitung bahwa pada tahun 1992, Nike, perusahaan busana olahraga (termasuk sepatu) raksasa dunia, telah membayar Michael Jordan setara dengan gaji setahun 30.000 buruh tangguh Indonesia.

Selamat datang di jagad ekonomi kreatif. Kita baru saja membaca kisah spektakuler mengenai betapa tinggi nilai ekonomi suatu hak cipta. Bahkan ekspor hak cipta dari AS menempati peringkat pertama, melebihi nilai ekspor pakaian, kimia, mobil, komputer atau pun pesawat terbang.

Seorang teman saya dalam media sosial Facebook, David Parrish dari Inggris yang berstatus sebagai international business adviser for creative people, telah menulis : agar Anda tidak menjadi pionir yang melarat, don't be a 'poor pioneer’ maka setiap ciptaan kreatif Anda harus didaftarkan hak ciptanya. Hak karya intelektual Anda tersebut merupakan benteng pertahanan bagi Anda sebagai kaum entrepreneur kreatif untuk melawan para predator komersial.

Diktator selera. Industriawan sepatu Indonesia, baru-baru ini, sigap melakukan strategi yang sama. Kita tahu gebrakan wakil presiden Jusuf Kalla akhir-akhir ini, yang gencar menganjurkan para menteri sampai rakyat agar menggunakan sepatu produk dalam negeri. Momen ini segera ditangkap kalangan industriawan sepatu Indonesia dengan meluncurkan produk sepatu dengan merek JK Collection. Koleksi Jusuf Kalla.

Berita itu membuat Imelda Marcos, mantan Ibu Negara Filipina, tersentak. Konon ia segera mengirim ajudannya ke Cibaduyut, ingin mencari tahu apa JK Collection juga mengeluarkan koleksi sepatu untuk kaum perempuan. Khususnya yang mencocoki selera perempuan mantan istri dikator negeri Istana Malacanang yang tersohor punya koleksi ribuan sepatu itu.

“Saya sudah bosan dengan sepatu-sepatu buatan Manolo Blahnik atau Jimmy Choo. Apalagi buatan Nike atau Converse. Semuanya sudah ribuan pasang yang saya miliki. Saya kini ingin lebih merakyat. Sebagai sesama negeri pendiri Asean, kami mendukung usaha apa pun yang dilakukan oleh negeri sahabat. Apalagi hal ini termasuk urusan favorit saya di masa lalu,” demikian tulis Imelda di wall Facebook-nya. Ia kini juga cerita sedang mengoleksi jamu-jamuan agar terus awet muda.

Tak hanya Imelda Marcos, kalangan dunia industri dunia mode persepatuan, ikut geger. “Indonesia akhir-akhir ini selalu menyita dunia. Apa yang terjadi di sana, memengaruhi dunia. Runtuhnya Orde Baru merupakan contoh pertama penggunaan Internet sebagai senjata untuk menumbangkan diktator. Bencana tsunami 2004 merupakan kiprah pertama yang fenomenal dari kedahsyatan jurnalisme warga yang melebihi kemampuan jurnalisme konvensional.”

Lanjutnya, “Belum lagi flu burung, korban terbanyak tercatat di Indonesia. Belum lagi peringkat korupsinya. Apa serangan flu babi akan juga menaikkan prestasi Indonesia ? Kita selalu memantau Indonesia. Apalagi kini menyangkut hidup-mati industri kami,” tulis Roger Shoesmaker juru bicara dari World Shoes Council, badan persepatuan dunia, bermarkas di Zurich, Swiss, di situs blog mereka.

Diktator warna. Tokoh lain dari badan yang sama, yang menolak disebutkan jati dirinya berbicara, bahwa kalau kampanye penggunaan merek JK Collection itu efektif, dipatuhi oleh seluruh rakyat Indonesia, dikuatirkan industri sepatu dunia akan mengalami kolaps. Sebagian menteri Indonesia yang suka memakai sepatu merek terkenal, seperti Feragamo (lihat foto sepatu itu dari wartawan Kompas, Wisnu Nugroho), akan tak lagi tampil trendi. Dunia mode sepatu yang selalu menomorsatukan keragaman, ikut kuatir berat bahwa di Indonesia nanti akan terjadi kesewenang-wenangan karena meluasnya diktatorisasi selera. Utamanya diktatorisasi warna.

“Demokratisasi di Indonesia bisa berada di ujung tanduk. Bisa kembali ke era represif di jaman Orde Baru,” kata Virgina Olega Fashionesta, petugas humas rumah mode sepatu Red and Blue Swings di Paris.

“Seperti halnya Henry Ford dulu yang pernah bilang tentang mobil buatannya, bahwa apa pun warnanya yang Anda pilih asal berwarna hitam, bagaimana bila hal itu kini diterapkan oleh Vice President Anda tersebut ?,” tanyanya dengan menambahkan emotikon :-( dalam emailnya.

Jelasnya, perempuan blasteran Spanyol, Madagaskar dan Rusia itu menguatirkan bila JK Collection nantinya hanya mengeluarkan satu jenis sepatu dengan satu warna : kuning, kuning dan kuning semata.

Syukurlah kekuatirannya itu belum dan tidak terjadi di ranah politik. Karena partai JK yang mengusung warna kuning sepanjang laporan dari televisi, ternyata menduduki nomor dua dalam pemilu legislatif 9 April 2009 yang lalu. Sementara warna biru berada di puncak dan warna merah berada di peringkat ketiga.

Melejitnya sebanyak 300 persen dari partai berwarna dasar biru itu memicu rumor politik yang sama, lagi-lagi tentang sepatu. Konon pasangan industriawan sepatu Indonesia terkenal, yang memiliki pabrik Nike di Indonesia, dan pendukung setia kampanyenya SBY, yaitu suami-istri PM dan HM, akan mengeluarkan sepatu dengan merek SBY Collection. Warna dominannya biru.

Bahkan jutaan kader partai pendukung SBY kini sedang berlatih bertepuk tangan dan menari yang nanti semuanya mengenakan seragam sepatu biru itu. Di bawah supervisi ketat dari penasehat kampanye SBY, yaitu FoxIndonesia, latihan-latihan semi militerisme itu merupakan strategi ampuh Partai Demokrat untuk memenangkan pemilihan umum presiden nanti. Tagline sementara untuk kampanye yang beredar di milis-milis politik adalah berbunyi : Dengan Biru Indonesia Melangkah Maju.

Tema besar kampanyenya tetap sama : perubahan, dan tetap lanjutkan. Artinya, kalau dulu SBY sebelum Pilpres 2004 sering menyanyikan lagu favoritnya dari album The Bee Gees, yaitu “Words,” yang oleh para pengritik disebut cerminan dirinya yang hanya mengandalkan kepada citra dan kesantunan kata-kata untuk memikat hati rakyat (“It's only words, and words are all I have, to take your heart away ”), di kampanye Pilpres 2009 ia akan berubah. Akan lebih punya aksi.

“Gaya panggung The Bee Gees itu kuno. Gaya Elvis Presley yang harus jadi pilihan gaya SBY masa kini. Apalagi bila ia mau meraup suara dari kalangan muda yang kini menggemari aliran retro. Belajarlah dari fenomena Ridho Irama,” begitu kata ahli strategi komunikasi pemasaran yang dekat dengan kalangan istana tetapi menolak untuk disebut jati dirinya.

Dalam detil rancangan strategi kampanye yang bocor ke media, SBY dan putra keduanya Edhie Baskoro, nanti setiap kampanye memang akan berdandan seperti Elvis Presley. Duo Elvis.

Luar biasa !

Mereka akan mengajak seluruh kader dan simpatisannya, dengan ratusan gadis penari latar mengenakan rok mini biru yang dikomandani oleh Angelina Sondakh, untuk ramai-ramai menari sambil menyanyikan lagu sohornya Elvis Presley : Blue Suede Shoes !

You can knock me down, step on my face
Slam my name all over the place
Do anything that you're going to do
But uh uh honey lay off of my shoes


Menggerayangi melankolia. Sementara itu di kubu Blok M (Megawati) konon justru berlatih menyanyikan lagu favoritnya, yaitu “My Way” dari Frank Sinatra : And now, the end is near /And so I face the final curtain. Lagu sedih, yang sekaligus menunjukkan ketegaran.

“Masyarakat Indonesia itu pengidap melankolia, suka hal yang sedih-sedih. Dengan menyentuh lubuk terdalam yang satu itu, yang menunjukkan bahwa Pilpres 2009 ini merupakan pertempuran terakhir bagi karier politik Mega, maka lagunya Frank Sinatra itu diharapkan punya pengaruh yang positif. Rakyat akan menaruh empati kepada Mega dan memilihnya. Kita lihat saja nanti. Ring back tone lagu ini akan kami bagikan secara gratis. Bahkan pendukung mantan PM Thaksin di Thailand yang selalu berdemo dengan kaos merah, bila mereka minta, akan kami layani juga. Tunggu saja.” Demikian penjelasan salah satu juru kampanye Blok M yang minta tak diungkap namanya.

Ia pun juga wanti-wanti berpesan. Bila layar politik Mega nanti benar-benar turun, toh anaknya Puan Maharani telah sukses sebagai anggota DPR. “Karier politik Trah Bung Karno akan sinambung, terus berlanjut,” tegasnya. Panggung politik Indonesia memang akan segera heboh : menyaksikan pertarungan antara Elvis Presley melawan Frank Sinatra !

Bagaimana dengan strategi dua pensiunan jenderal yang pernah berseteru menjelang kejatuhan Soeharto, tetapi kini sama-sama mengincar sebagai orang nomor satu atau dua di negeri ini mendatang ? Menurut kabar burung mereka sangat risau karena tiba-tiba banyak radio mahasiswa memutar lagu lamanya Kate Bush, “Army Dreamers” dan lagunya Queen, “We Will, We Will, Rock You” :


What could he do ?
Should have been a politician ?
But he never had a proper education
What a waste, army dreamers, army dreamers.


Wonogiri, 25-30/4/2009


ke