Wednesday, July 22, 2009

Naisbitt dan It’s a Comedy, Stupid !

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Miing, masihkah dia mengingat nama John Naisbitt ? Pelawak dari kelompok Bagito yang sudah bubar itu di tahun 1999, sepuluh tahun lalu, pernah sesumbar yang seolah menunjukkan bahwa bacaannya termasuk buku-buku karya futuris John Naisbitt kelahiran Utah, Amerika Serikat itu.

“Makanya jangan kaget, kalau pelawak pun tak salah membaca Alvin Toffler, Machiavelli, atau malah John Naisbitt”, kata si empunya nama asli Tubagus Dedi Suwandi Gumelar atau yang bernama komersial Miing Bagito.

Pernyataan dan omongan “kelas atas” ini termuat dalam wawancara yang dilakukan oleh wartawan Kompas Retno Bintarti, Agus Hermawan dan Rudy Badil, dan dimuat dalam Harian Kompas, 10 Oktober 1999.

Miing, ketika dirinya kini menjadi politisi, masihkah dia mengingat nama John Naisbitt tersebut ? Sekaligus isi buku-bukunya, terutama yang terbaru, Mind Set ! (2007), akankah menjadi panduan isi otaknya sebagai seorang politisi ? Pertanyaan ini menurut saya relevan diajukan.

Karena dulu, seingat saya sebagai penonton yang jelek untuk tayangan komedi di televisi, Miing dan kawan-kawan sepertinya tak pernah melawak yang materinya ada bau-bau isi buku, baik karya Toffler, Machiavelli atau John Naisbitt tadi.

Bahkan saya juga tidak pernah ingat apakah ia pernah mempraktekkan asas wajib self-deprecating yang lajim dilakoni para komedian terkenal dan intelektual. Misalnya dengan mengolok-olok kekurangan dirinya sendiri, termasuk melucukan pendidikannya di STM atau MBA (?)-nya. Saya memang penonton yang jelek untuk sajian komedi di televisi kita. Hingga saat ini.

Yang saya ingat, Miing suka bicara yang tinggi-tinggi. Mungkin karena hal itu ia sukses kini menjadi politisi. Melalui jalur PKS gagal, lalu berpindah partai, sehingga kini sukses melalui jalur PDIP untuk berkiprah di Senayan. Selamat bertugas menjadi politisi.

Semoga saja ia kelak mampu mengikuti jejak dan kiprah jenaka sekaligus cerdas dari Al Franken, komedian AS yang kini menjabat sebagai senator Partai Demokrat dari Minnesota.

Al Franken menjadi sorotan media baru-baru ini ketika melakukan hearing terkait proses pengangkatan hakim agung Sonia Sotomayor. Larry Neumeister, wartawan hukum kantor berita Associated Press dan sebagai trained comedian itu, menyebutkan bahwa aksi Al Franken dalam menginterogasi Sotomayor telah menerapkan comedic techniques (for) serious business dengan hasil bahwa : Al Franken memperoleh tawa besar di ujung sesinya.

Ia secara jitu memakai jurus yang oleh kalangan komedian disebut sebagai callback, keputusan untuk mengulang kembali subjek yang sebelumnya telah mengundang tawa dengan harapan memperoleh sambutan bahak yang lebih meledak lagi. Al Franken sukses dengan jurus callback itu.



[Maaf, tulisan ini belum selesai. Harap maklum].

ke

Wednesday, July 08, 2009

Pilpres 2009, Tirai Akhir Karier Politik Mega !

And now, the end is near
And so I face the final curtain

Frank Sinatra, “My Way.”


Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Dilema kita semua. “Ketika saya memasuki bilik suara,” demikian kata kartunis Amerika Serikat, Mike Peters, sebagaimana dikutip koran Wall Street Journal 20/1/1993, “apakah saya harus memilih seseorang yang terbaik untuk menjabat sebagai presiden ?

Ataukah memilih seember belangkrah yang membuat hidup saya sebagai kartunis menjadi lebih makmur dan indah ?”

Dilema di atas, tabrakan kepentingan antara pilihan untuk bangsa atau untuk motif keuntungan pribadi, apakah juga menghantui isi kepala warga komunitas komedi di Indonesia saat berlangsung Pilpres 2009 ini ? Saya tidak tahu. Tetapi dari hasil perhitungan cepat yang menunjukkan kemenangan SBY-Boediono, seharusnya warga komunitas komedi Indonesia berduka.

Karena kemenangannya itu membuat panggung politik Indonesia serasa kehilangan sosok yang lebih warna-warni, yang selama ini nampak potensial dijadikan sebagai sasaran tembak kaum komedian. Dunia komedi masa depan Indonesia akan merasa kehilangan Megawati, Prabowo, Jusuf Kalla dan juga Wiranto. Apa pasal ?

Megawati, misalnya. Di situs Huffingtonpost.com (7/7/2009) ia menjadi sasaran pendapat “yudzz88” yang berbunyi : ”A vote for Megawati is a vote for Sarah Palin and Pauline Hanson.”

Anda tahu Sarah Palin ?
Juga si rambut merah, Pauline Hanson, tokoh ultranasionalis dari Australia ?


Bulan-bulanan komedian. Sarah Palin adalah Gubernur Alaska, AS. Ia calon wakil presiden yang mendampingi calon presiden John McCain dari kubu Partai Republik dalam Pilpres AS 2008. Palin terkenal sebagai objek ejekan karena antara lain pernah bilang dari depan rumahnya ia bisa melihat Rusia.

Tak ayal ketika saat ini Presiden Obama sedang berada di Rusia, komedian David Letterman (“musuh bebuyutan Sarah Palin”) meluncurkan tembakan : “Presiden Obama sedang di Rusia. Dan kita tahu hal itu karena Sarah Palin berkata ia dapat melihat Obama dari rumahnya.”

Komedian Conan O'Brien ikut menimpali : "Presiden Obama saat ini berada di Rusia. Obama pergi ke sini sebab dari Rusia Anda benar-benar dapat melihat Sarah Palin sedang mengemasi barang-barang untuk segera keluar dari kantornya di Alaska."

Sarah Palin, memang bikin kejutan baru-baru saja ini. Ia mengundurkan diri sebagai gubernur Alaska, konon mempersiapkan diri sebagai capres 2012. Kontan komedian Andy Borowitz pun menulis dalam kolom fake news-nya yang terkenal, The Andy Borowitz Report :

“Begitu Sarah Palin mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya, komedian (AS) dari pantai barat sampai timur berjajar apel siaga membawa lilin sebagai tanda berduka yang oleh seseorang komedian disebut sebagai a devastating loss, kehilangan yang teramat besar sekali.”

“Mengatakan bahwa kami patah hati merupakan pernyataan yang sangat merendahkan,” timpal Shecky Sheinbaum, komedian dari klub komedi Laugh Hut di Cincinnati. “Saya seperti ayam yang melintas di jalan, lalu terlindas truk sebelum saya sampai ke seberang.”

Pernyataan Sheinbaum itu mengulang kata banyak komedian AS bahwa, “dunia komedi kehilangan salah satu sasaran terbesarnya. Kita akan mengalami masa-masa susah dalam jangka waktu lama. Pertama, kita kehilangan Michael Jackson, sekarang dia.”

Selamat jalan, Mega. Indonesia kini juga kehilangan. Kehilangan Megawati Sukarnoputri. Dalam Pilpres 2009, ia hanya nampak dominan di Bali dengan warna merahnya. Tetapi pada sebagian besar propinsi di Indonesia lainnya, warna biru, warna pasangan SBY-Boediono ibaratnya sebagai landslide yang mengubur para pesaingnya.

Kita saksikan misalnya, Jusuf Kalla di propinsi asalnya, Sulawesi Selatan, tidak juga unggul mutlak atas SBY-Boediono. Silent revolution a la SBY benar-benar meruyak ke seluruh Indonesia. Termasuk Nanggroe Aceh Darussalam yang semula diperkirakan menjadi pendulang suara bagi JK, tokoh yang gencar mengklaim sebagai pemrakarsa utama perdamaian di Aceh. Tetapi rakyat Aceh rupanya melihat adanya sosok Wiranto yang mantan jenderal sebagai mitra JK, membuat rakyat Serambi Mekah itu lebih memilih SBY-Boediono.

Mari kita bersangka baik untuk masa depan mereka-mereka yang kalah. Megawati, seperti lirik awal lagu kesayangannya, My Way-nya Frank Sinatra, harus legawa bahwa era tutup layar sekarang ini benar-benar menjadi kenyataan dalam karier politiknya. Selamat jalan, Mega.

PDIP harus segera mencari tokoh baru. Juga memakai gaya dan bahasa yang baru pula. Slogan pro-rakyat sampai pakaian mitranya Prabowo yang bergaya mentah-mentah mengimitasi ayahnya Soekarno, hanya menjadi sebuah relik yang tidak menjual lagi di era blog dan Facebook seperti saat ini.

Mau atau tidak mau, PDIP harus berubah. Karena rakyat Indonesia telah memutuskannya. Ketegaran Mega ketika kalah di Pilpres 2004, yang tetap kuat mendorongnya untuk berjuang tetapi tetap kalah lagi di tahun 2009 ini, sudah saatnya berubah menjadi sikap kenegarawanan yang sejati.

Menjadi lebih arif sebagai guru bangsa. Mega yang pernah juga menyatakan diri sebagai humoris, kini tiba saatnya pula untuk lebih terbuka sebagai manusia. Sering-seringlah kini melakukan self-deprecating, legawa untuk menertawai kekurangan dirinya. Insya Allah, humor akan mampu menyembuhkan lukanya, juga luka-luka pengikut fanatiknya yang kecewa.

Bagasi masa lalu. Majalah asing pernah menulis, sebelum momen reformasi meletus, dikabarkan bahwa Mega gemar belajar bahasa Spanyol secara otodidak. Ia bercita-cita merangkul bangsa Amerika Latin. Sementara dalam kajian psikografi, ia digambarkan tidak punya daya tahan lama untuk berpikir hal-hal yang rumit. Sumber lain lagi mengatakan, ia hanya suka menonton film-film kartun. Mungkin film kartun berbahasa Spanyol ?

Tes kita : menyambut perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-64 mendatang, 17 Agustus 2009, apakah Mega tetap tidak akan hadir di Istana Negara seperti ketika SBY memerintah selama ini ? Jangan keburu menvonis ketidakhadiran Mega itu sebagai cerminan sikap kenegarawanan yang rendah. Mungkin saja, mungkin, di hari itu di televisi sedang ditayangkan film-film kartun Spanyol favoritnya.

Kembali kepada Mike Peters, sosok kartunis AS dalam awal tulisan ini. Mungkin kita bisa memberinya nasehat : bila saja ia warga negara Indonesia dan ingin karier kartunisnya makmur dan indah, di bilik suara nampaknya Mike Peters cenderung mencontreng untuk Mega.

Nampaknya lagi, ia tidak sendirian. Karena sebagian pelaku dunia seni Indonesia juga melakukan hal yang sama. Misalnya, mungkin saja Butet Kertaradjasa, Rendra, bekas pelawak kini jadi politisi PDIP Miing dan artis-aktivis yang juga berubah jadi politisi, Rieke Dyah Pitaloka. Ternyata merujuk pada hasil perhitungan cepat, pilihan mereka salah. Mereka kalah.

Tetapi kekalahan itu justru membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi ? Semoga. Lima tahun mendatang. Semoga. Antara lain, utamanya, karena sosok-sosok yang membawa sisa-sisa bagasi besar berisi kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu kini berpeluang tidak wira-wiri lagi di panggung politik Indonesia. Syukurlah, rupanya rakyat Indonesia tidak lupa, walau segencar apa pun bujukan dalam keindahan patriotisme pada bungkus iklan-iklan mereka.

Walau pun demikian, pekerjaan rumah kita masih banyak. Termasuk bagi kaum komedian Indonesia. Mereka mau tak mau harus terus mengasah pisau humornya untuk lebih tajam dan lebih intelektual lagi.

Pasalnya, sosok SBY-Boediono yang kelihatan santun itu, relatif lebih susah untuk dijadikan sebagai sasaran tembak olok-olokan kita. Apalagi dalam masa pengabdiannya SBY yang terakhir, ia tidak bisa maju lagi di tahun 2014, godaan bagi diri dan keluarganya untuk menjadi tiran sangat besar sekali !

Komedian Indonesia, rakyat Indonesia, mulai panaskan lagi mesin-mesin kritismu !


Wonogiri, 8-9/7/2009

ke

Thursday, July 02, 2009

Pilpres 2009 : The Good, The Bad and The Ugly

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com



Politik goblog dan degil. Anda kenal nama Jimmy Wales ? Tidak ? Saya maklum. Tetapi Anda mengenal Wikipedia ?

Jimmy Wales adalah penemu ensiklopedia dunia maya, Wikipedia tersebut. “Saya bukan orang yang cakap dan orang yang mampu menjelaskan mengapa Wikipedia itu berhasil. Para kontributor Wikipedia itulah yang mengetahui,” katanya kepada Ethan Zuckerman dengan rendah hati.

Jimmy Wales kemudian melontarkan gagasan revolusioner berikutnya. Ia berambisi memperbaiki kehidupan politik. Kembali, memakai metode wiki juga. Mungkin ide ini ide edan, tetapi Ethan Zuckerman berpendapat bahwa Jimmy Wales telah jitu dalam membidik problem utama dalam perpolitikan selama ini, yaitu tentang bagaimana warganegara memperoleh informasi mengenai beragam isu dan tentang para kandidat.


“Media broadcast (selama ini) membawa kita ke politik broadcast. Secara gampangan dan terus terang tentangnya, baik itu kubu kanan atau kiri, kubu konservatif atau liberal, politik broadcast itu dungu, goblog dan degil Broadcast politics are dumb,dumb, dumb !,” tegas Jimmy Wales. [Untuk info lebih lanjut tentang isu krusial ini silakan klik disini].


Menjaga harmoni. Saya tidak tahu apa juga demikian pendapatnya tentang lima seri debat capres-cawapres di Indonesia di Pilpres 2009 ini. Tetapi yang paling banyak menyeruak adalah keluhan betapa audiens tidak memperoleh pembeda yang jelas dan tajam dari pembeberan visi-misi antara satu kandidat dengan kandidat lainnya.

Rekan-rekan sesama bangsa Indonesia, itulah Indonesia kita. Simak analisis Freek Colombijn, antropolog lulusan Leiden, mantan pemain Harlemsche Football Club Belanda, yang menarik ketika mengungkap jati diri bangsa kita, walau dalam hal ini terkait dengan sepakbola.

Dalam artikel berjudul "View from the Periphery : Football in Indonesia" dalam buku Garry Armstrong dan Richard Giulianotti (ed.), Football Cultures and Identities (1999), ia memakai pisau bedah dari perspektif budaya dan politik untuk menggarisbawahi keterpurukan prestasi sepakbola Indonesia sebagai akibat masih meruyaknya budaya kekerasan dan belum kokohnya budaya demokrasi di negeri ini.

Ditilik dari kajian budaya, Indonesia kuat dipengaruhi budaya suku mayoritas, Jawa. Budaya Jawa memiliki pandangan ketat mengenai pentingnya keselarasan. Perasaan yang terinternalisasi secara mendalam dalam jiwa orang Jawa adalah kepekaan untuk tidak dipermalukan di muka umum. Perasaan demikian memupuk konformitas, pengendalian tingkah laku dan menjaga ketat harmoni sosial. Konflik yang terjadi diredam sekuat tenaga.

Reaksi normal setiap orang Jawa dalam menanggapi konflik adalah penghindaran, wegah rame, dan mediasi oleh fihak ketiga. Apabila meletus konflik, terutama ketika saling ejek dan saling hina terjadi, maka yang muncul adalah perasaan malu dan kehilangan muka. Para kandidat itu rupanya tidak tega untuk sampai ke tahap konflik semacam ini. Sehingga tak ayal kepala berita di media massa nasional tentang peristiwa di televisi itu sebagai “debat tanpa perdebatan.”

Film koboi. Rekan-rekan bangsa Indonesia, ijinkanlah saya membantu. Kalau Anda belum mampu menjatuhkan pilihan untuk kandidat yang tertentu, ikutilah akal sehat atau naluri dasar Anda.

Untuk calon wakil presiden, simak rekam jejak mereka terkait dengan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian pilihlah mereka sesuai judul film koboi Clint Eastwood yang terkenal itu : the good, the bad, and the ugly.

Untuk calon presiden, Anda bebas memilih : apakah kandidat yang lelaki, atau yang perempuan, atau yang banci !


Pilpres satu putaran. Untuk menghemat biaya, juga agar pemerintahan yang terpilih segera bekerja, kubu SBY-Boediono gencar mengembuskan wacana agar Pilpres 2009 dapat berlangsung dalam satu putaran. “Apakah kampanye semacam itu mencerminkan sikap seseorang yang menjunjung tinggi demokrasi ?,” demikian serang kubu Jusuf Kalla-Wiranto. Siapa yang benar ?

Sesudah tangggal 8 Juli 2009 kita baru akan memperoleh bukti. Tetapi merasa memperoleh inspirasi yang kuat dari apa yang terjadi di Iran, kubu incumbent terus menggencarkan isu pilpres satu putaran. Bahkan seperti ujar komedian David Letterman bahwa Mahmoud Ahmadinejad telah mengaku menang besar dengan perolehan suara hingga 148 persen, kubu SBY-Boediono juga berkeyakinan serupa.

Kunci untuk meraih sukses spektakuler itu dengan memacu keras kinerja partai koalisi sayap kanannya, yaitu PKS. Apalagi sebelumnya ucapan salah satu pimpinan PKS yang mempersoalkan istri capres-cawapres yang mereka dukung tidak mengenakan jilbab, dianggap melemahkan kinerja mesin politik partai yang gemar tampil mengusung warna putih-putih itu. Kini dukungan dari PKS harus dimaksimalkan.

Tim sukses SBY-Boediono yang terkenal dengan aksi silent revolution itu segera bergerak diam-diam. Mereka embuskan isu ke seluruh jajaran anggota partai PKS, bahwa agar warga PKS sepenuh hati mendukung sukses pilpres satu putaran untuk kemenangan SBY-Boediono, dikabarkan SBY telah mengganti namanya dengan SBYA. Susilo Bambang Yudhoyono Ahmadinejad.


Inspirasi Michael Jackson. Apakah penyanyi legendaris MJ yang konon berganti nama menjadi Mikhail itu akan dimakamkan secara Islam ? Di Neverland ? Apakah hal itu juga tertulis dalam surat wasiatnya, selain ia menyebut-nyebut nama penyanyi Diana Ross yang ia pilih untuk membesarkan ketiga anaknya bila ibunya tidak sanggup mengasuhnya ?

Bila Anda penasaran, ikutilah terus program Larry King Live di CNN. Termasuk berita mengenai tiga album lagu-lagu lama MJ yang melonjak, dan kini menempati peringkat teratas. Album-album itu menggusur album Black Eyed Peas yang semula nangkring di tangga Billboard yang pertama.

MJ memang fenomenal. Kemasyhurannya yang meroket bahkan ketika ia meninggal dunia telah menjadi inspirasi kubu JK-Wiranto dalam menggebrak kampanye mereka di tahap akhir ini. Wiranto yang pandai menyanyi nampak menggembleng keras agar JK segera pula pintar menyanyi. Mereka berencana mengeluarkan album yang akan diputar selama minggu tenang nanti.

Judul albumnya :”Relakan MJ Pergi.Sambut Kini MJK Sebagai Pengganti.”


SBY Presidenkuuuuu.. “Lagu-lagu pop manis, sweet song, sesuai dengan gaya politik Partai Demokrat,” demikian kata SBY di depan pendukungnya di tahun 2007 ketika berkonsolidasi menuju Pilpres 2009.

Itulah sekelumit catatan wartawan Kompas, Wisnu Nugroho, yang sejak lama mengikuti aktivitas sehari-hari presiden SBS dalam blognya. Lanjutnya, bahwa “gaya politik pak BY dan demokrat adalah gaya politik yang manis seperti lagu-lagu pop manis kegemaran Pak BY..Karena itu, jarang mendapati pernyataan-pernyataan bersifat menyerang atau provokatif dari pak BY atau Partai Demokrat kepada lawan politik atau kompetitornya.”

Terima kasih, Mas Inu. Berdasar rujukan itu, apakah lagu “manis” yang aslinya merupakan jingle iklan mi instan dan lalu dipakai untuk kampanye di televisi itu, sebenarnya merupakan ide dan pilihan SBY pribadi ? Anda silakan menebak.

Tetapi menurut Kompas, penggagas ide lagu mi instan itu adalah Choel Mallarangeng. Ia yang termuda di antara tiga sosok Mallarangeng yang pimpinan FoxIndonesia, biro jasa penanggung jawab kampanye kubu SBY-Boediono.

Iklan itu konon berdampak luar biasa. Presiden Obama dikabarkan meminta bantuan FoxIndonesia untuk mengarang lagu guna kampanyenya pada tahun 2013 mendatang. Presiden Iran yang baru-baru ini terpilih kembali secara kontroversial, Mahmoud Ahmadinejad, merencanakan juga meminta lagu darinya untuk senjata memenangkan pilpresnya yang ketiga.

Konon kubu Choel Mallarangeng segera bergerak cepat. Ia dikabarkan segera memperoleh lisensi dari Sony Corporation untuk menggunakan lagunya Michael Jackson. Isi lirik lagu itu akan digunakan sebagai ilham bagi polisi dan anggota milisi garda revolusi dalam membubarkan aksi kubu reformis yang berunjuk rasa :

But my friend, you have seen nothin'
just wait 'til I get through...

Because I'm bad, I'm bad, come on
You know I'm bad, I'm bad, you know it
You know I'm bad, I'm bad, come on, you know

Sementara itu kalangan lobi bisnis gandum internasional, International Wheat Flour Consortium (IWC) yang berbasis di Brussel, menganugerahi bintang tertinggi kepadanya. Dalam situs webnya tertulis pernyataan :

“Sesuai keluhuran dari asas-asas ekonomi neoliberal, ia kami anggap telah berjasa memasukkan ide-ide baru sampai gaya hidup baru bagi ratusan juta penduduk Indonesia pada momen yang sangat menentukan, agar mereka semakin akrab dengan diversifikasi produk-produk gandum yang terbuka untuk diolah dan disajikan secara kreatif dan bergengsi, yang oleh karenanya dengan pelahan tetapi pasti mendorong warga meninggalkan konsumsi beras, sagu, jagung dan umbi-umbian, sehingga semakin meningkatkan homogenitas sumber makanan tunggal di masa depan bagi bangsa Indonesia yang pada akhirnya membuka peluang lebih prospektif bagi bisnis kami di masa depan.”

Badan internasional lain juga memberi penghargaan serupa. Misalnya Brakot Burgers Brotherhood International (BBBI), World’s Chicken Noodle Enthusiasts (WCNE), White Wheat Wagon (WWW), Italiano Spaghetti Clandestino (ISC) sampai Malaysian’s Mihon Maniacs (MMC).

Night at the Museum. Bagaimana aksi kubu Mega-Prabowo ? Dikabarkan mereka akan meluncurkan dua film untuk menyukseskan kampanyenya. Film pertama adalah cerita klasik yang menjadi film seri di televisi tahun 1987, Beauty and The Beast. Si Cantik dan Si Buruk Rupa. Si Jelita dan Si Buasas.

Kisah yang juga konon menjadi ilham bagi buku terkenal Women Who Love Too Much (1985, foto di atas) karya Robin Norwood itu berisikan angan-angan utopis seorang perempuan yang bersenjatakan cinta, juga penderitaan, yakin dirinya mampu mengubah perangai buruk pria yang ia cintai untuk menjadi pria berkepribadian lebih baik.

Film kedua yang direncanakan diproduksi oleh kubu Mega-Prabowo adalah Night at the Museum III. Seri pertama dan kedua film ini dibintangi Ben Stiller diproduksi tahun 2006 dan 2009. Film campuran komedi dan fiksi-ilmiah ini menceritakan tentang seorang duda, yang pengangguran, dengan satu anak lelaki yang tidak begitu menaruh hormat kepadanya, terjun dalam petualangan yang mendebarkan.

Ia menerima pekerjaan tidak bergengsi, sebagai penjaga malam suatu museum. Keajaiban terjadi, ketika isi museum itu menjadi hidup di malam hari. Ada singa berkeliaran, ulah kera julig, Tyranosaurus Rex yang mengajaknya main-main, sampai boneka tokoh koboi kuno Jedediah yang berantem melawan boneka panglima tentara Romawi, Octavus.

Mengulang alur cerita di seri pertama, tokoh penjaga malam itu akhirnya mampu mengatasi masalah berkat nasehat dari boneka lilin yang hidup, yaitu tokoh presiden AS ke 26, Theodore Roosevelt (1858–1919). Dalam Night at the Museum III, tokoh presiden yang kembali hidup, tentu saja, adalah Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Juga mereka yang hilang akibat diculik atau terbunuh menjelang meletusnya reformasi tahun 1998, semuanya, sungguh ajaib, bisa hidup kembali. Almarhum Hery Hartanto, Elang Mulyana, Hafidin Royan dan Hendriawan Lesmana yang terenggut nyawanya di Universitas Trisakti, juga mahasiswa lainya di insiden Semanggi I-II, semuanya hidup kembali.

Tokoh-tokoh masa lalu itu, yang sebelumnya dalam beberapa hal berseberangan atau berseteru, kini menjadi rukun. Mereka semuanya bersatu-padu, bahu-membahu, bekerja sama berusaha memenangkan kandidat Megawati-Prabowo dalam Pilpres 2009.

Orang-orang presiden. Kubu SBY-Boediono tak mau kalah dalam menggunakan film sebagai kampanyenya. Mereka telah memperoleh ijin kontrak untuk membuat sekuel film yang melambungkan nama dua wartawan dari The Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein, All the President's Men (1976).

Kalau dalam versi aslinya dikisahkan kedua wartawan itu berhasil mengungkap aksi rahasia kubu Partai Republik yang menyadap gedung Watergate yang pusat aktivitas Partai Demokrat AS saat itu, cerita film versi kubu SBY-Boediono itu lebih seru. Intinya terpusat kepada gerak-gerik aktivitas tiga pembantu setianya, yaitu Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng dan Choel Mallarangeng.

Termasuk berita heboh terakhir tentang mereka, bahwa di Makassar muncul demo besar yang mencekal Mallarangeng Bersaudara. Andi Mallarangeng dituding mengucapkan kalimat bermuatan SARA yang dinilai merendahkan sukunya sendiri. Dirinya dilarang menginjakkan kaki di tanah kelahiran ayah-ibunya, di Makassar, sebelum meminta maaf kepada masyarakat yang didominasi warga Bugis itu atas ucapan yang dilontarkan Andi sebelumnya.

Konon akhir film ini menunjukkan Mallarangeng Bersaudara minta suaka. Ada tiga alternatif. Ke Grobogan, Purwodadi, tempat almarhum ayahnya pernah menjabat sebagai bupati. Ke Yogya tempat Andi dan Rizal berkuliah sekaligus memperoleh istri. Atau alternatif ketiga : di kota bossnya berasal.

Pacitan.


Wonogiri, 3/7/2009

ke