Catatan dari Gren Pinal Audisi Pelawak TPI (API)
Minggu, 29 Mei 2005
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner@yahoo.com
FAVORIT KUAT API MALAH GOSONG SENDIRI. Kelompok lawak Bajaj (Jakarta) yang sebelum malam gren pinal API selalu memimpin perolehan nominasi SMS, justru tampil tidak mengesankan di malam yang menentukan. Bajaj mengalami kecelakan dalam hal yang prinsip. Mereka akhirnya disalip di tikungan secara telak oleh SOS (Bandung). Sementara kelompok Limau (Jakarta) memang pantas untuk berada di urutan ketiga.
Kelompok Bajaj yang terdiri R. Asep Saefuloh, Meilia Balipa Emil dan Isa Wahyu Prastantyo yang alumni Komunikasi Universitas Indonusa Esa Unggul tahun 2004 dan punya senjata ungkapan (catchphrase) yang menggelitik, yaitu “konkrit, konkrit, konkrit”, ternyata malam itu mereka justru melawak secara benar-benar tidak konkrit.
Mengambil tema legenda terbangunnya candi Prambanan, berisi kisah tentang Bandung Bondowoso, seorang satria yang ditantang untuk membangun seribu candi oleh wanita yang ingin dipinangnya, Roro Jonggrang, Bajaj seperti kebingungan dalam menggubah cerita tersebut untuk dieksploitasi menjadi bahan lawakan.
Mungkin problem yang dihadapi Bajaj itu cocok dengan penilaian seorang pencela, Kang Ibing. Katanya, bahwa hampir semua peserta API itu nampak keberatan atau kerepotan dalam menerjemahkan tema yang disodorkan oleh fihak TPI. Usulnya, kata tokoh Sunda yang kalau melawak dulu selalu tampil sebagai Si Kabayan itu, biarlah para peserta API memilih temanya sendiri.
BAJAJ MALAM ITU MEMANG MELAWAK SECARA TIDAK KONKRIT. Mereka melakukan kesalahan yang fatal dalam melawak. Mungkin mereka seperti dibekap oleh rasa egoistis yang kental. Mereka berpikir lucu secara sefihak, yaitu hanya dalam bingkai pikiran mereka sendiri. Misalnya berakting sebagai setan mereka anggap lucu. Lalu berdialog dan bercanda dengan setan itu juga mereka anggap lucu pula. Apakah hal yang sama tersebut juga jadi lucu di mata audiens ?
“If you’re working in the wrong direction, it can be a disaster”. Bila Anda menempuh arah yang salah, akan menimbulkan bencana. Demikian resep dalam merancang lawakan dari Gene Perret, pemenang tiga Emmy Award sebagai penulis lawakan, dan juga kepala penulis lawakan komedian sohor Bob Hope.
Bajaj malam itu benar-benar salah arah. Punya slogan “konkrit, konkrit, konkrit” tetapi main mereka justru “abstrak, abstrak dan abstrak”. Hingga malam itu adalah malam bencana bagi Bajaj. Mengapa ? Karena mereka tidak memikirkan hal-hal lucu dari kacamata para penontonnya. Ini dosa besar para pelawak. Lihatlah, ketika personil Bajaj memosisikan berlakon sebagai setan-setan yang ingin membantu Bandung Bondowoso, dengan ditandai memakai tanduk di kepala mereka, bayangkanlah betapa para penonton kesulitan sangat berat dalam mengidentifikasi tokoh-tokoh setan itu sebagai sesuatu objek atau sosok yang sudah mereka ketahui dan akrabi. Berapa banyak orang yang sudah pernah melihat setan ?
SEKALI LAGI, GENE PEREET MEMBERI NASEHAT : Not all audiences have a sense of humor about all topics. You must know what they see, recognize, and accept before kidding them. Tidak semua penonton memiliki selera humor mengenai pelbagai macam topik. Anda harus tahu apa yang mereka lihat, mereka fahami dan apa yang mereka terima sebelum melucukan hal-hal tersebut.
Karena itulah, Bajaj, hati-hatilah. Semua yang tidak konkrit dan tidak dikenal oleh para penonton, JANGAN DIPAKSAKAN untuk menjadi bahan lawakan. Jadi, kesimpulannya, ya gitu deh, malam itu Bajaj mainnya sungguh tidak konkrit, tidak konkrit dan tidak konkrit !
Semoga malam Gren Pinal API malam itu, walau tak jadi juara, dapat menjadi modal berharga bagi melajunya Bajaj ke keberhasilan berikutnya. Selamat untuk Anda !
Wonogiri, 31 Mei 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ehm..ehm...walaupun lawakan bjaj malem itu gak konkrit,tapi fans bajaj masih banyak loh...
ReplyDeletepokoknya bajaj is the best laahh...
coz' mereka tuh beda bgt ma pelawak2 lain...
ini mah pelawak khusus anak muda gitu loohh..