Tuesday, October 18, 2005

Ketika Komedian Melawak Tanpa Kejujuran : Catatan Kecil dari Reality Show Meteor Kampus di AnTV

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner@yahoo.com




Perempuan Diintip Di Kamar Mandi. Mahasiswi itu sedang melawak. Ia mengenakan jilbab. Bercelana panjang jin dan berkacamata. Wajahnya biasa saja. Tetapi saat di panggung, rupanya ia sedang memanggungkan monolog yang punya titik ledak, punchline-nya, berujung pada lelucon seputar seks.

Bagi saya, ini sebuah kejutan !

Mahasiswi itu merupakan salah satu peserta acara bertajuk Meteor Kampus, yaitu acara reality show yang digulirkan oleh stasiun televisi swasta AnTV, dalam upaya merekrut bibit-bibit pelawak baru dari dunia mahasiswa. Tujuan yang mulia dan pantas didukung.

Mahasiswi yang berasal dari perguruan tinggi pendidikan asal Bandung itu memanggungkan monolog bertema “biografi”. Riwayat hidup tentang dirinya macam apa yang hendak ia tuturkan pada pentasnya tersebut ? Bagi saya, sungguh mengagetkan lagi, ketika dirinya justru tidak menceritakan riwayat hidupnya sebagai seorang mahasiswa. Melainkan sebagai buruh perempuan !

Ia berkisah tentang nasib dirinya sebagai buruh yang terpaksa harus berpindah-pindah pekerjaan. Pasalnya, karena menjadi korban tindakan pelecehan seksual. Semula bekerja di pabrik coklat, pabrik krupuk dan akhirnya pada pabrik bantal. Ia terpaksa berpindah-pindah bekerja karena setiap dirinya ke kamar kecil, ia merasa selalu diintip oleh mandornya.

Pada dua pekerjaan sebelumnya, begitu ceritanya, ia tentu saja marah atas tindakan itu. Dirinya sempat mendobrak dinding yang dipakai mandornya untuk mengintip. Pada tempat kerjanya yang terakhir, ia melakukan hal yang sama, tetapi tidak ada insiden dengan mandornya. Kali ini, ia mengaku, justru menyerah untuk mau dan rela di-“apa-apa”-kan oleh sang mandor lelaki, sang pengintipnya tersebut.

L u c u ?
Terserah Anda.


Seks Dan Kebohongan. Lelucon mengenai seks memang terus saja menggiurkan didaulat sebagai topik yang populer untuk dipanggungkan. Para pemula dalam dunia komedi atau lawakan sepertinya suka terjerumus untuk melakoni aksi yang satu ini.

Hal ini bisa dimaklumi. Karena jam terbang mereka belum banyak. Pengalaman masih hijau. Mesin kreativitas dalam menggali lelucon belum menemukan formula atau langkah yang pas. Karena mungkin tertodong guna memenuhi target utama setiap pemanggungan, yaitu bagaimana memperoleh tawa dari audiensnya, maka lelucon seputar seks mereka pilih sebagai jalan pintas yang mudah digasak.

Tetapi ada satu hal vital yang mungkin mereka lupakan. Lawakan seputar seks, atau dalam komunitas komedi luar negeri disebut sebagai dick jokes, memang objek menggiurkan untuk dipanggungkan. Tetapi itu hanya laku untuk audiens lawakan yang berumur 13 tahunan.

Yang bilang ini adalah Judy Carter, mentor atau suhu pelawak terkenal di Amerika Serikat. Bahayanya lagi, menurut pengalaman Judy, para komedian muda yang melulu menjual lelucon-lelucon blue material itu terancam tergusur habis lebih awal dalam perjalanan karier melawak mereka.

Kemudian yang terkait dengan materi monolog berbau lelucon seksual yang dipanggungkan oleh mahasiswi berjilbab tadi, Judy Carter pernah bercerita tentang salah satu peserta workshop melawaknya di California. Peserta itu seorang perempuan, tampil melawak dengan menggali topik seputar perempuan yang bila bertambah usianya akan semakin kesulitan membina hubungan dengan kaum pria.

Menurut Judy, materinya lucu. Tetapi di antara peserta workshop lainnya, lawakan si perempuan itu disambut dingin-dingin saja. Mengapa materi lucu itu justru bernasib flop, alias gagal ? Judy Carter baru tahu alasannya setelah beberapa saat kemudian ia mendapatkan informasi bahwa perempuan itu telah menikah, kehidupannya berbahagia selama 25 tahun dan memiliki dua putri.

Jadi pemanggungan lawakan si perempuan itu berdasar pada cerita boongan di mana sebagian dari teman workshopnya tahu akan hal itu. Saran tegas Judy : “Singkirkan topik-topik lawakan yang berdasarkan kebohongan, maka kau akan memperoleh sambutan gelak tawa yang lebih menggegerkan !”

Dari pemanggunan lawakan yang dilakoni oleh mahasiswi berjilbab tadi, Anda dapat menilai sendiri seberapa kental kadar kebohongan, atau ketidakjujuran, yang terdapat di dalamnya.

Yang pasti : ia seorang mahasiswi, bukan buruh pabrik. Penampilannya yang berjilbab tentu mengasumsikan dirinya mengukuhi nilai-nilai relijius tertentu yang pasti sangat absurd bila yang ia ceritakan di babak punchline lawakannya itu sungguh-sungguh terjadi pada dirinya pula !


Salah Kaprah Melawak. Melawak memang ditujukan untuk membuat penonton tertawa. Tetapi tawa itu akan semakin bermakna, semakin meledak, apabila berasal dari sumber kejujuran. Tentu saja kejujuran pada diri sang pelawak itu sendiri. Sehingga apa yang ia tulis (pelawak di luar negeri rata-rata adalah juga penulis !) dan apa yang ia panggungkan merupakan paparan otobiografi hidup mereka sendiri.

Michael Hanel, wakil presiden senior pengembangan komedi pada 20th Century –Fox TV seperti dikutip oleh Judy Carter wanti-wanti berpesan : “Untuk menghasilkan naskah, pemanggungan sampai lawakan yang hebat, ungkapkan segala apa yang paling Anda takutkan untuk Anda ceritakan kepada orang lain, terutama untuk diri Anda sendiri. Situasi ini membuat diri Anda dalam posisi rawan sehingga menggerakkan orang untuk menyandarkan diri dan mau mendengarkannya”

Bandingkan dengan misalnya pelawak Komeng, dan lain-lainnya. Orang-orang justru akan cenderung pengin menjauh karena takut mendapatkan kata-kata atau ulah jahil darinya. Atau insiden kelompok lawak Bagito yang melucukan gangguan penglihatan pada diri Presiden Gus Dur. Ada sebagian warga pendukung presiden yang jenaka itu marah, tetapi Gus Dur memaafkan ulah Miing dkk. Sejak saat itu, pamor Bagito meredup secara pelahan.

Sekadar contoh lagi : Woody Allen mampu membuat penonton tertawa karena ia melebih-lebihkan gangguan hipokondriak (perasaan menderita sesuatu penyakit) dan neurosis yang ia idap. Chris Farley, komedian muda jenius Amerika Serikat yang meninggal dunia pada usia 33 tahun, di tahun 1998, adalah potret komedian yang melucukan dirinya (dan masyarakatnya) sampai ke batas ekstrim.

Chris Farley melucukan kehidupannya yang serba keterlaluan. Baik dalam suara hati, aksi, sikap, enerji dan bahkan berat badannya sendiri. Ia meninggal karena kegemukan, bercampur komplikasi akibat berlebihan mengonsumsi makanan, minuman, narkoba dan gaya hidup. Chris Farley yang benar-benar total. Sekaligus fatal !

Di panggung, dengan mengeluarkan segala uneg-unegnya yang paling pribadi, seseorang komedian sejati mampu menggetarkan dawai-dawai nurani jiwa terdalam pada penonton mereka. Para penonton tersebut tidak hanya tertawa, tetapi ketika pulang akan juga membawa segurat atau sesisir keluhuran yang bakal sulit mereka lupakan.

Bagaimana di Indonesia ?

Sayang, mungkin tidak tahu atau tidak berani, alias berjiwa pengecut, presentasi kejujuran itu belum banyak mengilhami atau bersemi pada nurani kebanyakan mereka yang mengaku sebagai pelawak Indonesia.

Dampak parahnya, sampai-sampai seorang mahasiswi dalam usaha memenangkan kontes melawak mahasiswa yang bertajuk Meteor Kampus tidak merasa berdosa ketika melakukan lawakan yang sarat rekayasa, yang tidak bersumberkan pada kejujuran.

Mungkin dirinya secara bawah sadar justru terilhami oleh sebutan meteor itu sendiri. Menurut definisi, meteor adalah kilatan cahaya di malam hari ketika sebentuk meteorit, yaitu partikel debu atau bongkahan batu planet, terbakar saat memasuki atmosfir bumi.

Mungkinkah sosok-sosok komedian mahasiswa dan lawakan-lawakan mereka dalam acara Meteor Kampus itu baru pantas dianggap sebagai partikel debu atau bongkahan batu planet yang nasibnya hanya untuk hangus dan kemudian habis sebelum mampu mendarat di permukaan bumi ?

Selama lawakan mereka tidak berbasiskan kejujuran, maka betapa sia-sia upaya yang dikerjakan oleh stasiun televisi swasta AnTV tersebut. Mungkin juga sia-sia upaya serupa yang dikerjakan oleh stasiun-stasiun televisi lainnya dalam niatnya memajukan dunia komedi Indonesia !

Apa pendapat Anda ?



Wonogiri, 17 Oktober 2005

No comments:

Post a Comment