Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner@yahoo.com
Parody is an ideavirus
(Seth Godin, Unleashing The IdeaVirus, 2001)
Wanita Terindah. Film aktor macho Bruce Willis terakhir apa yang telah Anda tonton ? Die Hard ? Atau Armageddon ? Melalui televisi, beberapa waktu lalu, saya nonton The Day of the Jackal.
Ia berakting sebagai pembunuh bayaran mafia Rusia yang bersemboyan “kalian tak bisa melindungi wanita-wanitamu”, karena yang hendak dijadikan sasaran muntahan peluru senapan mesin raksasa otomatis itu adalah Ibu Negara Amerika Serikat.
Film ini, dalam versinya yang asli, pernah saya tonton di tahun 1970-an. Cerita yang diambil dari novel Frederick Forsyth (kalau tak salah) tersebut berkisah tentang pembunuh bayaran asal Inggris (dibintangi Edward Fox), yang diorder kelompok politik di Perancis yang tidak menyetujui kemerdekaan Aljazair. Sasaran pembunuhan dengan peluru bermuatan merkuri itu adalah Presiden Perancis Charles De Gaulle. Momennya : saat peringatan Revolusi Perancis, 14 Juli.
Sebelumnya, beberapa tahun lalu, Bruce Willis telah memperkenalkan diri saya dengan salah satu wanita terindah : Sherry Bilsig. Saat itu Sherry ini tampil dengan rambut di-braided dan tiba-tiba seperti membunyikan bunyi “klik” di benak saya.
Saya menyukainya.
Sherry adalah nama pemain pembantu yang berperan sebagai pramugari dalam film Die Hard 2 : Die Harder yang dibintangi oleh mantan suami aktris Demi Moore itu.
Selain Sherry Bilsig, daftar wanita-wanita terindah itu meliputi : Jacquline Bisset. Isabelle Adjani. Arie Kusmiran. Miduk. Kenil. Cresenthya Hartati. Widhiana “Anez” Laneza. Dwi Retno “Tutut” Setiarti. Erika “Michiko” Diana Rizanti.
Bruce Willis juga saya tonton saat ia bermain dalam film Armageddon. Film ini berkisah tentang ancaman asteroid (menurut ensiklopedi, asteroid atau minor planet itu yang terbesar bernama Ceres, berdiameter 1003 km, ditemukan oleh Piazzi pada tahun 1801) yang hendak menabrak, mengancam bumi menjadi kiamat.
Terkait film ini pernah muncul komentar : “sungguh beruntung Liv Tyler. Ia main film, beradegan main cinta sambil diiringi lagu hit yang dinyanyikan oleh ayahnya sendiri.” Ayah Liv Tyler adalah Steve Tyler, vokalis Aerosmith.
Anda tahu judul lagu terkenal yang dinyanyikan oleh Aerosmith dan menjadi salah satu lagu indah dari film Armageddon ini ? Tentu saja : “I Don't Want To Miss A Thing”. Mari kita nyanyikan bait yang pertama :
I could stay awake just to hear you breathing
Watch you smile while you are sleeping
While you're far away dreaming
I could spend my life in this sweet surrender
I could stay lost in this moment forever
Every moment spent with you
is a moment I treasure
Dalam film yang sama juga terselip lagu lain yang juga tidak kalah indahnya. Bagaimana kalau saya ajak Anda menyanyikan liriknya di bawah ini :
All my bags are packed, I'm ready to go,
I'm standing here outside the door
I hate to wake you up to say goodbye.
But the dawn is breakin', it's early morn',
The Taxi's waitin', he's blowin' his horn.
Already I'm so lonesome I could die.
Kemudian untuk refrein, mari kita nyanyikan yang di bawah ini :
So kiss me and smile for me,
Call my folks in Tripoli,
Tell them that Khadafi made me go.
I'm a Libyan on a jet plane,
Don't know if I'll be back again.
Moammar, I hate to go.
Meniru Untuk Mengejek. Adakah sesuatu hal yang aneh, mungkin lucu, telah Anda rasakan ketika menyanyikan refrein ini ? Lirik itu diilhami serangan pesawat-pesawat jet AS pada tahun 1986 yang menjatuhkan bom-bom di Tripoli. Peristiwa pemboman AS itu menyusul peledakan pesawat PanAm di atas Lockerbie, Skotlandia, oleh teroris Lybia. Lybia harus dihukum karena dituding dunia menjadi sarang teroris saat itu.
Lirik itu menceritakan keengganan seorang pilot Lybia untuk terbang dan berperang melawan pesawat-pesawat tempur AS yang jauh lebih canggih. Tetapi ia harus melakukannya karena dipaksa presiden yang diktator, Moammar Khadaffy.
Judul lagunya : “Lybian on a jet plane ”
Dari judul dan liriknya, kita segera tahu bahwa lagu itu tidak lain merupakan parodi dari lagu “Leaving on a jet plane.” yang aslinya diciptakan oleh penyanyi country John Denver. Kalau Anda mampu tersenyum, atau mungkin terbahak, maka parodi itu berhasil.
Anda masih ingat saat menonton monologis Butet Kertaredjasa menirukan suara mantan Presiden Soeharto, Harmoko atau Susilo Bambang Yudhoyono ? Di dalamnya tidak ada sama sekali ucapan Soeharto, Harmoko atau pun SBY yang bernilai lucu, tetapi Anda sudah tergerak untuk tersenyum simpul ? Bila memang demikian halnya, maka parodinya, atau ulah meniru untuk mengejek yang ia lakukan itu, boleh dibilang berhasil pula.
Demikian pula bila Anda melalui layar televisi menyimak penampilan kelompok musik humor TeamLo yang vokalisnya bernyanyi dengan gaya mengedut-ngedutkan paha. Kalau Anda segera mengingat gaya Freddy Mercury dari kelompok Queen, maka parodi kelompok musik humor asal Solo itu pun bisa dibilang berhasil.
Mari kita bicara khusus tentang TeamLo.
Seperti ditulis oleh wartawan Frans Sartono (Kompas, 17/7/2005), mengutip ucapan vokalis TeamLo bahwa, “musik kami full parodi, jarang main penuh, kecuali ada permintaan.” Maka muncul plesetan dalam lagu dan lirik mereka. Intro lagu “Billie Jean” dari Michael Jackson misalnya, digunakan untuk masuk ke lagu dangdut “Bang Toyib”.
TeamLo yang paham benar kekuatan visual televisi kemudian juga menggarap aspek visual sebagai bahan lawakan, seperti memarodikan sosok artis terkenal. Seperti diungkap lebih lanjut oleh Frans Sartono, Wawan (vokalis Teamlo), pernah tampil dalam sosok dan mimik mirip Chrisye. Jurus ini terbukti berhasil mengundang tawa penonton.
Jurus tersebut kemudian dieksploitasi lebih lanjut oleh TeamLo. Sehingga dalam pentas khususnya di TPI 27/1/2006 yang lalu, mereka mampu memarodikan 23 penyanyi top Indonesia. Sebagai “korban” antara lain Ariel Peter Pan, Arman Maulana, Beby Romeo, Gombloh sampai Koes Plus. Prestasi Wawan Bakwan, vokalis TeamLo itu, membuatnya tercatat dalam MURI (Museum Rekor Indonesia).
Rumus Ampuh Perret. Gene Perret, penulis kepala untuk lawakannya Bob Hope dan pemenang tiga kali Emmy Award, pernah mengungkap resep baku dalam menulis lawakan.
Antara lain telah Perret katakan : It must relate to the audience. Harus relevan dan mempunyai kaitan dengan penonton. Pentas parodi yang dilakoni oleh TeamLo jelas bersandar pada formula ini, bukan ?
Kalau saja TeamLo nekad menyanyikan lagu, katakanlah “Me and Bobby McGee”, mungkin yang tertawa tidak ada. Kecuali hanya Gus Dur saja. Lagu yang isinya inspiratif bagi pejuang demokrasi ini, dinyanyikan oleh Janis Joplin, merupakan lagu kesayangan mantan presiden RI yang humoris itu.
TeamLo tentu lebih memilih lagu dan aksi panggung yang akrab dengan penonton. Kemudian kita merasakannya, bagaimana penonton bereaksi saat menonton suguhan parodi TeamLo itu. Mereka tergerak atau berebutan saling memberitahu. Atau saling menebak karakter yang muncul dari ulah metamorfosis aksi dan lagu yang dibawakan Wawan Bakwan tersebut. Penonton merasa punya kaitan dengan setiap aksi TeamLo.
Dalam pentas lawakan yang bukan parodi, penonton sebenarnya juga merindukan interaksi yang sama. Mereka ingin digelitik dan aktif diajak ikut berperanserta dalam proses identifikasi. Tak ayal seorang pakar pemasaran Seth Godin, menyebut bahwa “parodi adalah virus gagasan.” Maksudnya, parodi merupakan topik atau isu yang mampu menarik dan memancing pembicaraan orang. Dengan dibicarakan, maka ide itu pun kemudian mudah pula menyebar.
Kita lihat dampaknya : ketika penonton mampu mengenali tokoh atau situasi parodi yang muncul dalam benaknya, dan ia nilai lucu, mereka pun akan rela tertawa. Apalagi kalau dalam benaknya yang muncul ternyata dirinya pribadi, maka ia akan terpicu untuk tertawa lebih keras lagi. Tentu saja, mereka kemudian tergerak untuk menceritakannya pula.
Sayang, dalam sajian lawakan yang muncul di televisi-televisi kita, formula Perret yang ampuh dilakoni oleh TeamLo itu seperti tidak berlaku. Lihatlah, di panggung televisi kita inflasi pemunculan pelawak pria dengan berbusana perempuan. Bergaya sebagai waria. Atau muncul sosok-sosok berpakaian aneh, baik pria atau pun perempuan. Mereka dengan tampil memakai wig warna-warni. Bahkan muncul dengan sosok sebagai setan.
Apakah karakter-karakter aneh semacam itu mereka mampu menjadi relevan dan terkait dengan mayoritas penonton ? Saya kira tidak sama sekali. Kalau pun terkait, kebanyakan tidak dalam suguhan cita rasa lawakan yang cerdas. Apalagi elegan. Karena lawakan di televisi kita seolah tak pernah jauh bergeser dari melucukan bau ketiak, cipratan ludah, bunyi dan bau kentut, serta seks yang vulgar.
Formula mendasar. Dunia lawak Indonesia, hemat saya, seyogyanya sudi menyelisik untuk meneladani formula lucu yang amat mendasar dari TeamLo ini. Mula-mula mereka mengajak para penonton untuk mengenali suguhannya, kemudian tiba-tiba membelokkannya secara tidak terduga. Sehingga muncul adalah kelucuan-kelucuan yang eksplosif.
“Hide the joke whenever possible. Get some surprise into the punchline. Don’t let the audience see it coming”, tutur Gene Perret lagi.
Hadirkanlah selalu kejutan. Persis seperti situasi yang telah diulas oleh Frans Sartono tentang ulah TeamLo yang urakan, ketika menjutaksposisikan lagu “Billie Jean” dengan lagu dangdut “Bang Thoyib.”
Proses metamorfosis yang terjadi berupa aksi plesetan, mula-mula berangkat dari lirik lagu yang berbunyi “Billie Jean is not my lover” lalu tiba-tiba menjadi dangdut, kini dengan lirik “Bang Toyib is not my lover”
Baiklah. Sebagai penutup, bagaimana kalau kita lanjutkan menyanyikan lagu “Lybian on a jet plane” tadi ?
Aircraft carrier J.F.K.
Come to blow our chemical plant away,
But we keep telling them it's
just pharmaceutical.
So kiss me and smile for me,
Call my folks in Tripoli,
Tell them that Khadafi made me go.
I'm a Libyan on a jet plane,
Don't know if I'll be back again.
Moammar, I hate to go.
Wonogiri, 6 Februari 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ohm, di armagedon
ReplyDeleteaerosmith bukannya nyanyi I Don't Wanna Miss A Thing
yg nyanyi Living on the jet plane tuh chantal kreviazouk (duh nulisnya gimana)
tapi tetep lucu
* wonogirine ngendi mas ?? *