Monday, May 09, 2005

Gebraklah Lawakan Anda Pada Kata Pertama !

(Surat Untuk Kontestan Audisi Pelawak TPI/API)
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner@yahoo.com




TERPELESET LELUCON POLITIK. Yth. Kontestan Audisi Pelawak TPI (API) di TPI. Salam sejahtera. Selamat untuk BAJAJ (R. Asep Saefuloh, Meilia Balipa Emil, Isa Wahyu Prastantyo), LIMAU (Ali Zainal Abidin, Sumono dan M.Furqon), NGELANTUR (Suro (Heri Suryanto), Totok Pranadi, M. Isa. S), dan SOS (Suwarman, Obin Wahyudin dan Sutisna), yang terhindar dari kegosongan di Hari Minggu (8/5/2005) yang lalu.

Untuk HOKI (Teguh, Aona Suka dan Jamal Boy), semoga tidak putus asa. Sebenarnya saya bisa nyambung dengan upaya HOKI ketika menampilkan lawakan-lawakan berbau politik, yang sebenarnya relevan dengan saat ini. Misalnya tentang terjadinya korupsi, bagi-bagi komisi, di Komisi Pemilihan Umum.

Tetapi menurut saya, malam itu HOKI melupakan bahwa audiens televisi itu beragam. Umpama saja lawakan bab komisi itu dilontarkan di kampus, mungkin akan disambut ledakan tawa. Tetapi di televisi, ternyata lelucon politiknya HOKI mandul-mandul saja. Mengapa lawakan aktual HOKI itu kurang mendapatkan sambutan ?

Kita dapat belajar dari pendapat Gene Perret, penulis lawaknya komedian Bob Hope yang terkenal, yang mengatakan :

Not all audiences have a sense of humor about all topics. You must know what they see, recognize, and accept before kidding them. Tidak semua penonton memiliki selera humor mengenai pelbagai macam hal. Anda harus tahu apa yang mereka lihat, mereka fahami dan apa yang mereka terima sebelum melucukan hal-hal tersebut.

Di Malam Anugerah Oscar/Academy Award 2001, komedian Steve Martin (seorang doktor dan komedian favorit saya) yang jadi host acara itu, ketika tampil ia langsung menunjuk ke beberapa patung Oscar yang besar-besar di seputar panggung megah itu. Lalu Steve Martin bilang, “Kalau di Afghanistan, semua ini akan dihancurkan !”

Penonton meledak dalam bahak.

Sebab sebagian besar mereka itu “to see, to recognize and to acccept”, melihat, memahami dan menerima apa yang diungkap oleh Steve Martin tersebut. Karena memang saat itu televisi dan surat kabar dunia lagi heboh seputar berita penghancuran patung-patung Budha oleh kaum Taliban di Afghanistan.


KURANG MENGGEBRAK. Untuk semua kelompok yang tampil malam itu (8/5/2005), seperti diindikasikan oleh Basuki Srimulat, bagi saya memang seperti kurang peka dan kurang menyadari maha pentingnya gebrakan pertama begitu muncul di panggung.

Untuk perbaikan, berikut saya kutipkan petunjuk komedian wanita terkenal, Phyllis Diller : “The first word, that first sentence is one of the most important things you’re gonna do. I found that I must joke about something that they can look at and relate to”. Kata pertama, kalimat pertama merupakan hal paling penting dalam pemanggungan. Saya sadari bahwa saya harus melucukan sesuatu yang dapat mereka lihat atau yang terkait dengan penonton.

Begitulah asal-usul-usil saya untuk Anda semua.

Info lebih lanjut seputar sumbang gagasan saya terhadap dunia lawak Indonesia, silakan kunjungi situs saya, Komedikus Erektus !

Selamat berjuang. Sukses untuk TPI. Sukses untuk generasi baru pelawak Indonesia.


*Bambang Haryanto, penulis komedi dan dua buku kumpulan humor. Alumnus UI.

No comments:

Post a Comment