Monday, May 16, 2005

Taufik Savalas, Lelucon Porno dan Stand-Up Comedy

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner@yahoo.com



HUBUNGAN INTIM. “Malam ini saya seneng banget dan sudah nyiapin kurang lebih 300 cerita. Nah kebetulan ada cerita nih. Suami-istri lagi berhubungan. Tapi engga jorok, sih. Lagi berhubungan. Huh-hah, huh-hah, huh-hah. Lagi-lagi hot-hotnya nih. Engga apa-apa kok, laki-bini. Halal. Asal jangan yang bukan muhrimnya. Engga boleh. Tiba-tiba istrinya bilang, ‘Mas, yok, kita keluar bareng, mas’. Anaknya nyeletuk, ‘Mamaa, aku ikut ! ‘ “

Audiens terdengar tertawa dan disusul tepuk tangan.

Demikian sepenggal cerita dari Taufik Savalas ketika mengawali pentasnya sebagai stand-up comedian dalam acara Comedy Club. “Maklum anak-anak, engga ngerti apa-apa’, tambah Taufik lagi. “Nah, kebetulan, tadi saya baca komik yang cerita dua binatang. Binatang ayam dan sapi. Suatu hari....” Cerita lainnya yang dipanggungkannya malam itu tentang monyet sebagai pilot pesawat di sebalik peristiwa kejatuhan pesawat bersangkutan di hutan Amazone.

Apakah Anda sudah pernah menyaksikannya ? Program rekaan rumah produksi media alliance dengan tajuk Comedy Club itu telah ditayangkan 2 Juli sampai 24 September 2004 di TransTV. Sebagai orang yang ingin sekali menonton bagaimana program tersebut, saat itu terpaksa harus frustrasi. Saya merasa tidak beruntung, karena siaran TransTV tak bisa nembus ke kota kecil Wonogiri, tempat saya tinggal.

Tetapi terdorong niat kuat untuk ikut mendorong keberhasilan upaya media alliance tersebut, melalui situs webnya (www.media-alliance.tv), pada awal September 2004, saya menulis pesan pada situs bersangkutan :

“Semoga acara Anda di Trans TV yang menampilkan Taufik Savalas akan sukses. Agar ada yang mengikuti, sehingga semakin cerdas tontonan komedi di Indonesia. Sayang, info Anda di situs web ini terlalu minim, tidak memuat kontak atau pendapat penonton, melalui web ini. Sayang juga, karena keterbatasan teknologi, saya belum juga bisa nonton tayangan stand up comedian-nya Taufik itu. Pada hal saya pengin sekali, ingin menyumbang gagasan kreatif. Tak apa. Saya senang bisa bersilaturahmi dengan Anda. Sukses untuk media alliance ! BH”

Saat itu tidak ada respons dari media alliance. Saya lalu merasa beruntung ketika Comedy Club itu rerun, diputar ulang pada bulan April 2005 yang lalu. Tiap Rabu, jam 18.30, di TransTV. Tetapi situs web rumah produksi media alliance sudah lenyap dari dunia maya. Mungkin rumah produksi ini sudah pula tutup ? Setelah bisa menonton, saya malah merasa buntung. Karena menurut pemahaman saya bukan seperti Comedy Club itulah sebuah stand up comedy dipentaskan !


ROCK YANG PEMARAH. Jay Sankey, penulis buku Zen and The Art of Stand-Up Comedy (1998) pernah mengajukan pertanyaan : mengapa memanggungkan pentas komedi solo atau stand-up comedy ? Karena di mata sebagian besar komedian, pentas komedi solo itu bukan hanya sesuatu yang ia kerjakan. Melainkan sesuatu tentang diri mereka sendiri !

“Ketika pertama kali mengembangkan tokoh komedi solo saya, saya berpendapat bahwa saya sedang menulis mengenai seseorang yang bukan diri saya. Tetapi begitu tampil di panggung, tiba-tiba saya tertabrak kenyataan bahwa beragam fakta seputar lelucon yang saya lemparkan di panggung itu memang bukan nyata-nyata gambaran hidup diri saya, tetapi tema emosional dan keprihatinan di balik lelucon-lelucon saya tersebut sangat mencerminkan siapa diri saya, apa yang saya fikirkan dan bagaimana saya merasakannya”, tulis Sankey.

Setiap orang memang dapat menceritakan lelucon. Tetapi bagi komedian sejati lucu itu harus bermula dan bersumber dari dirinya sendiri. Karena memang lelucon-lelucon yang ia bawakan di panggung merupakan perpanjangan diri mereka sendiri. Perbedaan hakiki inilah kemudian yang membuat pentasnya menjadi hidup. Menjadi pentas sebuah kehidupan.

Perspektif tersebut akan melahirkan realitas bahwa tiap-tiap komedian adalah sosok unik. Hadir sebagai persona. Komedian muda kulit hitam yang baru saja memandu Oscar 2005, Chris Rock, adalah sosok yang pemarah. Adam Sandler naif dan bodoh. Woody Allen adalah sosok yang neurotik. Chris Farley almarhum, sangat eksesif. Sementara Dennis Miller terampil dengan humor-humor politik.

Tetapi upaya mengembangkan dan memahirkan, tidak hanya perspektif komedi yang unik, tetapi juga kemampuan untuk mengomunikasikan perspektif tersebut, memerlukan kerja keras yang bukan main-main. Mengasah diri menjadi komedian sejati adalah pekerjaan 24 jam sehari. Radarnya yang peka harus terus jalan, untuk menguping tiap pembicaraan, mengamati peristiwa yang terjadi di sekelilingnya, mencatat pula kesan dan pula pikirannya seputar semua yang ia amati.

Menurut Sankey, intensitas seperti inilah yang membuat hidup komedian begitu menarik, karena menggelegaknya kegairahan untuk sungguh-sungguh mengatakan semua hal yang ia pikirkan. Tak ayal, sodokan-sodokan komentar para komedian sering mengantarkannya untuk dijuluki sebagai filsuf yang blak-blakan, pemimpi anarkis, atau bahkan pahlawan sosial.


PELAWAK BERGELAR Ph.D. Lawakan Taufik Savalas di Comedy Club jelas masih jauh bila disebut sebagai manifestasi pandangan pribadinya terhadap dunia. Taufik Savalas hanya tampil sebagai medium, tukang, untuk menceritakan cerita-cerita yang dianggap oleh produser acara Comedy Club sebagai cerita lucu. Tak ada seiris atau sekerat dari pribadinya telah ikut mewarnai cerita-cerita yang ia bawakan.

Memang penonton bisa tertawa, tetapi itu hanya di permukaan. Penonton belum tersentuh untuk digetarkan dawai-dawai sukmanya. Tak ayal seorang Garin Nugroho pernah berkomentar, humor televisi di Indonesia belum banyak yang mampu mengangkat rangsang manusiawi dalam diri pemirsa, seperti keharuan, kegembiraan, cinta sampai rasa ikatan persaudaraan (Kompas, 27/3/1994).

Untuk memancing tawa penonton, seperti halnya yang dilakukan oleh Taufik Savalas di Comedy Club, juga Komeng dan Ulfa ketika memandu acara API di TPI, dan juga sederet pelawak lainnya, selalu tergoda untuk menghamburkan lelucon menyangkut wilayah-wilayah biru, atau porno. Teramat gatal mengolah hal-hal banal untuk melucukan objek-objek seputar anal. Bagi saya, mereka pantas disebut sebagai pelawak-pelawak yang bergelar Ph.D. Karena materi lawakannya melulu seputar :

Pretty hard Dick atau Pretty huge Dick !


Wonogiri, 15-16 Mei 2005

No comments:

Post a Comment